KedaiPena.com – Ekosistem Mangrove yang berada pada wilayah peralihan daratan dan lautan, dinyatakan memiliki kemampuan untuk mengatasi dampak negatif perubahan iklim. Karena itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan kolaborasi dengan pemangku kepentingan lainnya, untuk menjaga kesehatan dan keberlangsungan ekosistem mangrove.
“Ekosistem mangrove yang sehat memiliki kemampuan untuk melindungi masyarakat pesisir dari dampak negatif perubahan iklim, seperti rob dan abrasi. Dan peran menjaga ekosistem mangrove ini merupakan salah satu opsi adaptasi, ecosystem based approach adaptation,” kata Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim, Laksmi Dewanthi dalam rangkaian acara Festival Iklim 2022, Selasa (25/10/2022).
Salah satu fungsi lainnya dari mangrove, menurut Laksmi, adalah menyerap dan menyimpan karbon.
“Sayangnya, ekosistem ini terancam oleh aspek perubahan iklim, misalnya kenaikan suhu udara dan aspek non iklim,” ucapnya.
Karena itu, melalui kolaborasi kajian KLHK, KKP dan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove diharapkan mampu memotret kondisi ekosistem mangrove dan proyeksinya pada aspek iklim dan non iklim.
“Harapannya, hasilnya dapat dimanfaatkan dalam penyusunan kebijakan, sehingga Ketahanan Ekosistem Mangrove dapat diwujudkan,” ucapnya lagi.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Adaptasi Perubahan Iklim, Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK, Dra. Sri Tantri Arundhati, MSc, menyatakan perubahan iklim memiliki pengaruh dalam setiap aspek kehidupan.
“Karena itu penting untuk melakukan pemetaan kerentanan atas perubahan iklim dalam melindungi ekosistem mangrove. Walaupun perubahan iklim hanya salah satu faktor yang menurunkan fungsi ekosistem mangrove,” kata Sri Tantri.
Saat ini, ancaman yang terpantau dari aspek iklim adalah perubahan suhu dan curah hujan yang memicu perubahan salinitas, suhu permukaan laut, kenaikan tinggi Gelombang Laut dan pasang surut.
“Sementara aspek non iklim merupakan antropogenik, yaitu aktivitas manusia yang menyebabkan berkurangnya lahan, rusaknya daerah aliran sungai maupun alih fungsi lahan,” paparnya.
Tercatat berdasarkan data, dari total luasan mangrove nasional yaitu 3.311.208 hektar atau 21 persen dari total mangrove global, terdapat 19,26 persen atau 637.642 hektar yang memiliki status kritis.
“Mandat rehabilitasi mangrove kritis ini, 75 persennya ada di BRGM, 14 persen di KLHK Dan 10 persen di KKP,” paparnya lagi.
Berdasarkan hasil kajian, ekosistem mangrove termasuk yang terindikasi mengalami dampak negatif perubahan iklim.
“Dengan adanya kajian ini, kami menyampaikan rekomendasi pilihan adaptasi untuk menurunkan risiko pada mangrove dan perlu dilakukan penajaman rekomendasi untuk aksi yang sifatnya local-specific. Selain itu, kerjasama dan sinergi para pemangku kepentingan menjadi bagian penting untuk memastikan ketahanan ekosistem mangrove,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa