Para Yanda dan Bunda yang sedang full bahagia maupun yang mungkin sedang semi gundah-gulana. Alangkah benarnya jika dikatakan bahwa salah satu pekerjaan terberat di planet bumi ini adalah menjadi orangtua yang baik dan sukses dalam mengasuh dan mendidik anak.
Betapa banyak  ditemui para orangtua, yang mungkin ada di sekitar kita, sedang dan terus saja kewalahan menghadapi proses perkembangan sikap dan karakter anaknya yang kian hari kian susah diatur. Bikin kesal hati orangtua, dan tak jua menunjukkan aspek-aspek  keluhuran  sebagaimana harapan banyak orangtua sejak awal ketika tahu akan memiliki anak.
Hal itu merupakan salah satu dampak yang disediakan oleh jaman yang kita huni saat ini bagi para orangtua di masa kini. Dimana modernitas yang hadir di tengah-tengah kita, sebagai hasil perselingkuhan panjang antara kaum kapitalis rakus dengan penguasa korup, terus saja menciptakan situasi dan kondisi yang membuat banyak orangtua tersita waktunya untuk lebih banyak mengurusi pekerjaan maupun kesibukan di luar rumah. Dan cuma sedikit waktu yang tersisa baginya untuk kebersamaan bersama buah hati tercinta.
Banyak orangtua yang bukan saja menjadi “terasing” dengan hal-hal yang dikerjakannya di luar rumah untuk memenuhi kebutuhan nafkah keluarga, lantaran tanpa disadari ternyata dirinya telah berubah menjadi sekrup-sekrup mesin penghasil uang dari para majikannya. Mereka pun menjadi terasing dengan lingkungan keluarganya sendiri, tak terkecuali anaknya.
Waktu untuk penanaman pondasi-pondasi nilai yang kokoh bagi anak-anaknya pun kian menciut, yang seringkali dikalahkan oleh waktu untuk kebutuhan beristirahat yang cukup bagi orangtua di rumah agar kembali bisa bugar keesokannya dalam menjalani tuntutan pekerjaan di luar rumah.
Sehingga boleh jadi antara anak dan orangtua sangat dekat secara fisik karena berada di bawah atap rumah yang sama. Namun secara hati betapa jauhnya jarak antara hati anak dan hati orangtua. Malah tak sedikit kasus dimana antara anak dan orangtua yang hari-harinya amat jauh, baik itu jauh secara fisik maupun jauh tautan hatinya.
Seringkali bagi banyak orangtua, solusi untuk mengatasi minimnya, ataupun nihilnya, waktu untuk mengasuh dan mendidik anaknya adalah “mensubkontrakkan” pengasuhan dan pendidikan anak-anaknya. Entah itu mensubkontrakkannya kepada baby sitter, PRT, guru les ini-itu, maupun kepada nenek-kakek, dan sebagainya.
Ada pula yang agar anaknya bisa mengenal huruf hijaiyah atau mengaji, misalnya, merasa harus memanggilkan guru mengaji. Padahal jika memang mau saja, banyak orangtua yang sebenarnya bisa saja menyisihkan waktunya sekitar 30 menit seusai sholat Maghrib atau Isa untuk membimbing anaknya belajar hurup hijaiyah dan mengaji.
Kecuali, mungkin, jika ia merupakan orangtua yang  merasa hanya akan “berkibar” status sosialnya jika terlihat mampu memanggil orang lain dan membayar ini-itu untuk memunculkan gengsi berupa “kehebatan” anaknya di mata lingkungannya.
Dan yang sungguh memprihatinkan, ketika pengasuhan dan pendidikan sang anak disubkontrakkan kepada pihak lain, banyak orangtua justru merasa pada saat itu  kewajibannya sebagai orangtua sudah tertunaikan. Entahlah itu rumus ilmu parenting dari mana?
Di luar itu, tentu  masih tetap ada orangtua, yang dengan penuh ketelatenan laksana seniman pengukir jiwa, mampu menanamkan pondasi-pondasi penting bagi bekal kehidupan anak di masa depan. Sambil terus mempraktikan ketauladanan inspirasional di hadapan anak, dan membangun kebersamaan bersama anak.
Semoga saja kita termasuk orangtua yang senantiasa diberi bimbinganNya untuk selalu berkembang menjadi orangtua yang baik dan sukses dalam mengasuh dan mendidik anak-anak kita, wahai keluarga muda. Salam Anak Nusantara.
Oleh Nanang Djamaluddin, Jaringan Anak Nusantara