PARA pemimpin fasis yang tidak toleran terhadap keyakinan atau keimanan orang lain seperti Hitler atau Idi Amin mengutamakan agitasi dan propaganda untuk membangun citra diri.
Untuk membenarkan tindakan-tindakan mereka yang keji dan tercela mereka ‘’mengarang realitas’’, memanipulasi, dan menutupinya, antara lain dengan memakai kedok kesantunan dan air mata.
Westerling menamakan pasukannya yang keji sedemikian indahnya: Angkatan Perang Ratu Adil. Selama tiga bulan pada Desember 1946 dia membunuh lebih dari empatpuluh ribu manusia tidak bersalah.
Oleh para pendukungnya dia disebut pahlawan, sampai-sampai dibuatkan monumen berupa patung Westerling di Belanda sebagai tanda terimakasih atas jasa-jasanya.
Radovan Karadzic dan Ratko Mladic pada 1995 membantai sekitar delapan ribu lelaki, perempuan, dan kanak-kanak yang merupakan umat Muslim di kota Srebrenica dalam konflik Bosnia.
Waktu disidang di pengadilan kejahatan perang di Den Haag, Ratko Mladic menangis berurai air mata. Apakah arti tangisannya? Rupanya beban dosa di dalam dirinya sedemikian besar dan berat.
Oleh para pemujanya dia tetap dielu-elukan sebagai hero meskipun laknat. Adapun Slobodan Milosevic yang saat pembantaian terhadap kaum Muslim menjabat presiden Serbia mati di dalam sel tahanannya di Den Haag.
Aung San Suu Kyi pemimpin Myanmar yang selama bertahun-tahun dizolimi oleh rezim junta militer namun setelah berkuasa lebih memilih jadi menteri luar negeri dan menyuruh sopirnya jadi presiden ternyata tidak berkutik dalam menangani konflik etnis Rohingya yang mengorbankan nyawa umat Muslim di sana.
Aung San Suu Kyi peraih Penghargaan Nobel itu tidak punya keberanian dan menggandeng Asean serta pihak luar lainnya untuk menyelesaikan persoalan internal di dalam negaranya. Sejarah memang dipenuhi oleh tokoh-tokoh yang membuat perbedaan dan perubahan penting, di antara mereka ada yang muncul seperti mercusuar kebesaran, baik untuk kebaikan maupun untuk kejahatan. Ada yang benar-benar berjasa, ada pula yang jadi pecundang dengan pura-pura berjasa.
Alfred Bernhard Nobel (1835-1896) memberikan Penghargaan Nobel untuk mereka yang benar-benar berjasa, untuk mereka yang menjaga harkat manusia, yang menjaga & memelihara toleransi antar umat beragama, yang membangun kedamaian, yang dengan jabatan dan profesinya memberikan manfaat kepada dunia.
Singkatnya, Nobel bukan untuk individu dengan berbagai kasus pelanggaran hukum dan penista agama, yang dengan agitasi dan propagandanya membangun pencitraan dengan memutarbalik fakta, mengarang realitas, menutupi keburukan-keburukan seperti menghina seorang ibu yang lemah, menggusur rumah-rumah rakyat, menguruk laut untuk kepentingan para taipan, menghinakan nasib nelayan, terlibat perkara korupsi, dengan memakai topeng kesantunan dan air mata, untuk membangun efek yang membius dan mengubah opini di dalam negeri serta menarik simpati dunia internasional.
Alfred Nobel sendiri mengalami krisis rohani yang sedemikian panjang dan mengalami periode penuh penyesalan di dalam hidupnya. Sebagai ahli kimia yang mendapatkan hak paten untuk penemuannya berupa campuran nitroglycerin dan serbuk mesiu yang merupakan bahan pokok untuk dinamit, dia merasa sangat bersalah karena penemuannya itu yang semula untuk tujuan damai berupa hal-hal tekhnis seperti pembangunan infrastruktur pada masanya, dipakai oleh militer untuk berperang, untuk menghancurkan dan membunuh.
Karena penyesalan yang mendalam Nobel kemudian jadi dermawan dan jadi tokoh pejuang perdamaian internasional. Sejak 1901 dengan warisan dananya dia memberikan penghargaan kepada mereka yang berjasa di bidang fisika, kimia, fisiologi, kedokteran, sastra, dan kerja memajukan perdamaian dunia.
Salah satu contoh penerima Penghargaan Nobel sejati adalah Martin Luther King Jr. Doktor lulusan Boston ini antara lain memperjuangkan Undang-Undang Hak Sipil dan Undang-Undang Hak Memilih untuk orang-orang negro Amerika sehingga hari ini punya kedudukan yang sama dengan warga lain di Amerika.
Meskipun untuk perjuangan itu dia tewas ditembak. Teladan lain ialah Nelson Mandela yang dikenal dengan sikap anti kolonial, anti taipan yang merupakan sokoguru-nya kapitalisme dan imperialisme, yang merupakan ibu kandung kolonialisme. Dia melawan rezim apartheid Afrika Selatan yang merupakan rezim asing penindas golongan pribumi Afrika Selatan.
Dipenjara selama puluhan tahun tanpa mengeluh dan tidak ada catatan cerita tentang tangis air mata dalam persidangannya. Mandela pribadi yang santun dan pemaaf. Ketika akhirnya jadi presiden dia tidak serakah dan tidak obsesif, dia membatasi sendiri masa jabatannya hanya satu periode.
Waktu datang ke Indonesia, Mandela singgah ke Bandung, mampir ke eks Gedung Konferensi Asia Afrika. Saya ikut dalam rombongan sebagai wartawan. Saat masuk ke salah satu ruang sidang di gedung itu Mandela diam berdiri cukup lama memperhatikan satu per satu foto para tokoh Asia Afrika yang dulu pernah hadir di situ pada 1955. Tiba-tiba Mandela bertanya: Dimana foto Sukarno? Ternyata foto presiden pertama RI dan penggagas utama Konferensi Asia Afrika itu tidak ada.
Sekilas saya melihat muka Pak Menteri yang mendampingi terkesiap kaget dan pejabat-pejabat lain di dekatnya yang bertingkah seperti dayang tiba-tiba mendadak resah dan kasak-kusuk. Zaman bergerak, waktu berputar. Demikianlah sekelumit kisah tentang Nobel dan individu sejati yang berhak untuk mendapatkannya, dan mereka yang sama sekali tidak pantas!.
Oleh Arief Gunawan Wartawan Senior