KedaiPena.Com – Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Matematika (Gernas Tastaka) dibuat untuk meningkatkan kemampuan mengajar matematika bagi guru.
Gerakan yang dimulai pada 10 November 2019 itu melatih guru-guru selama beberapa pekan tentang pembelajaran matematika yang kontekstual dan berbasis nalar. Selain guru, gerakan itu menyasar orangtua dan mahasiswa.
Pada prakteknya, gerakan ini melibatkan sukarelawan yang cakupannya tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.
Perwakilan Gernas Tastaka, Dhitta Puti mengatakan, setelah pelatihan, para guru biasanya membuat grup lagi dengan pendidik lain.
“Hal ini dilakukan untuk berbagi pengalaman, seperti di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Setiap daerah berbeda-beda (mendiseminasi materi pelatihan),” kata dia di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Gernas Tastaka telah menjangkau 13 provinsi dan 27 kabupaten/kota per Maret 2021. Gerakan ini menghasilkan 35 master trainer, 300 pelatih regional, menjangkau 1.100 peserta pelatihan, dan berdampak ke 30.000 murid.
Gerakan ini akan diperluas menjadi Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Membaca (Gernas Tastaba). Targetnya, gerakan itu bisa meningkatkan kualitas proses membaca di tingkat SD dan sederajat. Hal ini dimulai dengan melatih para pendidik.
”Kami memulai dengan menjadikan guru sebagai pembaca aktif. Baru setelahnya guru diajarkan cara mengajar membaca. Adapun Gernas Tastaba masih dalam pembahasan,” kata Dhitta.
Upaya meningkatkan kemampuan membaca guru dan siswa dinilai penting karena skor Indonesia dalam kecakapan membaca, menurut Program Penilaian Siswa Internasional (PISA), sebesar 371. Angka itu masih di bawah rata-rata jika dibandingkan dengan negara-negara lain.
Upaya meningkatkan kualitas guru juga dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (kini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) melalui program Guru Penggerak. Guru yang mengikuti program itu diharapkan bisa memberi pembelajaran yang berorientasi pada murid.
Menurut Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kompetensi matematika siswa SD pada 2016 tergolong gawat. Sebanyak 77,13 persen siswa SD memiliki kompetensi matematika dengan kategori kurang, sebanyak 20,58 persen cukup, dan 2,29 persen baik.
Hal ini menunjukkan kemampuan nalar peserta didik yang rendah. Padahal, matematika membantu siswa berpikir matematis dan memahami hal abstrak. Selain itu, matematika memberi bekal bagi siswa untuk menguasai perhitungan aritmatika dasar. Untuk itu, kemampuan guru mengajar matematika yang komprehensif dibutuhkan.
Laporan: Muhammad Lutfi