Artikel ini ditulis oleh Ir. Mercurius Broto Legowo, M.Kom, Dosen FTI, Perbanas Institute Jakarta.
Jangan pernah bersaing dalam harga, sebagai gantinya bersainglah dalam layanan dan inovasi. (Jack Ma, Pengusaha dan pendiri Alibaba).
Era Pandemi Covid-19 ini berdampak pada ketidakstabilan ekonomi, dan salah satu yang terdampak adalah usaha menengah, kecil dan mikro (UMKM). UMKM Indonesia terpukul cukup keras adanya Pandemi Covid-19 ini.
Era Pandemi Covid-19 telah menyebabkan perubahan lingkungan dramatis yang mendorong perusahaan untuk melakukannya menerapkan digitalisasi dalam skala yang lebih luas dan di bawah tekanan waktu.
Berbagai cara dilakukan UMKM agar dapat bertahan. Salah satunya dengan kapabilitas dinamis yang dimilikinya untuk mempercepat perlaihan UMKM ke era digitalisasi ini.
Jack Ma, seorang pengusaha dan pendiri perusahaan besar Alibaba, pernah menyatakan “…Never ever compete on prices, instead compete on service an innovation”.
Yang artinya “Jangan pernah bersaing dalam harga, sebagai gantinya bersainglah dalam layanan dan inovasi”.
Dalam kondisi lingkungan bisnis yang tidak stabil dimasa pandemi Covid-19 ini, UMKM Indonesia tidak boleh statis tetapi harus mengerahkan segala kapabilitas dinamis yang dimilikinya, untuk memberi layanan digital. Hal ini diperlukan untuk mempermudah para pelanggannya untuk bertransaksi.
UMKM harus tetap meningkatkan inovasi model bisnis yang berdampak pada terciptanya produk atau jasa yang baru. Inovasi model bisnis dapat didefinisikan sebagai mengembangkan struktur dan mekanisme baru dalam memberikan nilai kepada pelanggan.
Segmen penting dari inovasi model bisnis yang muncul di era digital ini adalah layanan berbasis digital, yang membantu dalam menciptakan atau mengubah atau meningkatkan kinerja bisnis UMKM, khususnya di masa Pandemi Covid-19.
Di samping itu juga, melalui digitalisasi akan menghubungkan pelaku UMKM dalam komunitas online.
Dalam suatu kesempatan pada pertengahan tahun 2020, Menteri Koperasi dan UMKM Indonesia, Teten Masduki mengatakan bahwa masih banyak UMKM tidak memikirkan inovasi model bisnis dengan hati-hati.
Akibatnya, UKM sering mengalami kendala dalam memperoleh pembiayaan dan hambatan lainnya. Untuk itu, melalui suatu program pemerintah yang disebut dengan “UMKM Go Digital” diharapkan para pelaku UMKM sadar akan pentingnya inovasi model bisnis melalui praktik digitalisasi dalam komunitas online yang dikembangkannya.
Digitalisasi menawarkan banyak peluang baru bagi UMKM, termasuk inovasi, pertumbuhan serta kemungkinan perdagangan global. Dengan biaya yang relatif rendah, UMKM dapat mengakses jaringan komunitas online dan memperkuat daya saingnya dalam inovasi produk dan jasa baru yang pada akhirnya meningkatkan kinerja bisnisnya secara berkelanjutan.
Pendorong Bisnis Eksternal UMKM merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dari operasional bisnis UKM di Indonesia.
Beberapa penggerak bisnis eksternal yang mempengaruhi dalam penerapan digitalisasi UMKM antara lain Bank, yang memiliki fungsi intermediasi keuangan.
Kemudian regulator dalam hal keuangan seperti Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang mengeluarkan undang-undang dan perturan transaksi digital.
Serta Startups, yaitu perusahaan rintisan yang terkait dan mendukung dalam pengembangan platform digital. Sumber menyatakan bahwa Bank Indonesia sebagai Bank Sentral telah mengembangkan cetak biru yang bertujuan untuk menavigasi Sistem Pembayaran Indonesia (IPS) di era digital ke depan.
Selanjutnya, OJK juga membuat target dalam master plan-nya, bagaimana FinTech dari berbagai startups bekerja sama dengan UMKM dan industri keuangan dan perbankan.
Kerjasama untuk menerapkan digitalisasi bagi para pelaku UMKM tidaklah sulit karena banyaknya startups yang ada di Indonesia.
Data terakir pada tahun 2019 dari Startup Ranking, Indonesia menempati peringkat kelima dari daftar negara di dunia yang memiliki jumlah startup berbasis teknologi terbanyak, dengan total 2182 startup.
Penggerak bisnis eksternal ini beserta UMKM ini akan menciptakan suatu ekosistem finansial yang akan dapat meningkatkan tingkat inklusi keuangan, yang pada akhirnya mengarah pada pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.
Perlu diketahui, menurut data dari OJK di tahun 2020 menyatakan bahwa indeks inklusi keuangan mengalami peningkatan, dari 67,8% di tahun 2016 menjadi 76,3% di tahun 2019.
Dan hal ini diperkirakan akan terus meningkat di tahun-tahun berikutnya jika ekosistem ini berjalan seperti yang diharapkan UMKM dapat berhasil seiring waktu yang berjalan jika mereka dapat beradaptasi dengan lingkungannya.
Kapabilitas dinamis adalah perspektif untuk UMKM yang sesuai untuk menjelaskan fenomena bisnis UMKM UMKM di masa pandemi Covid-19 ini dan bahkan lebih penting dalam lingkungan yang berubah karena adanya Pandemi Covid-19 ini.
Berbagai studi dan penelitian menunjukkan kemampuan dinamis UKM dimasa sekarang memerlukan perhatian yang serius. Terdapat studi menunjukkan bahwa hanya 37% pelaku usaha yang memiliki kapabilitas dinamis untuk meng-update kompetensinya agar dapat terus bertahan dalam lingkungan bisnis yang tidak stabil dan semakin kompetitif.
Kapabilitas dinamis UMKM dapat meliputi kemampuan pelaku UMK dalam mengindentifikasi masalah dan persaingan dalam lingkungan bisnisnya (“sensing”). Kemudian kemampuan dalam merebut peluang bisnis dan beradaptasi dengan kondisi lingkungan (“seizing”). Serta kemampuan dalam melakukan konfigurasi ulang struktur dan proses bisnisnya (“reconfiguring”).
Sensing mencakup semua proses yang membantu UMKM mengumpulkan dan menganalisis informasi pasar untuk mempelajari tentang pelanggan, pesaing, dan pihak yang terkait.
Seizing, kemampuan yang biasanya membangkitkan peningkatan dan pengembangan produk dan jasa baru.
Sedangkan, Reconfiguring, mengacu pada “kemampuan UMKM untuk mengkonfigurasi ulang aset dan struktur organisasi, untuk menyesuaikan proses internal organisasi dengan peluang bisnis.
Bahasan terkait digitalisasi dan inovasi model bisnis ini dikembangkan dalam kerangka kerja konseptual yang membantu pelaku UMKM menangkap bagaimana meningkatkan inovasi model bisnis melalui UMKM Go Digital untuk beradaptasi dan menanggapi lingkungan bisnis yang berubah akibat pandemi Covid-19.
Hasil kerangka kerja konseptual, sebagai berikut:
Kita menggunakan kerangka kerja konseptual ini untuk mengeksplorasi dan mengilustrasikan bagaimana organisasi UMKM dapat menggunakan model digitalisasi untuk tujuan ini.
Diibaratkan para pelaku UMKM adalah nelayan dengan perahunya ingin menangkap banyak ikan di ombak lautan, dia harus berada di laut, merasakan angin laut yang menerpa, dan bersiap diri.
Dengan segala lemampuan dinamis yang dimiliki. Pelaku UMKM dengan dengn segala cara dan inovasinya yang ingin menangkap peluang (ikan di lautan), berada baik secara nasional atau tingkat global (lautan luas) dan membaca fenomena teknologi terkini (angin), dan penuh kesiapan.
Sehingga pada waktu ombak muncul, mereka sudah berada di posisi yang tepat untuk mendapatkan ikan sebanyak-banyaknya.
Kini kesempatan UMKM Indonesia untuk menangkap ombak peluang baru di ekonomi digital terbuka. Di sini perlu campur tangan melalui dukungan pemerintah menjadi regulator ibarat seperti sistem operasi yang kuat dan stabil serta tidak mudah hang dan error.
Dilengkapi dengan Jumlah UMKM sebesar 64 juta, penduduk Indoensia yang terbesar nomor empat sedunia, seharusnya UMKM memberikan kita potensi untuk menjadi kekuatan ekonomi pada peringkat nomor empat di dunia juga.
Akhir kata, semoga digitalisasi UMKM memberi kita peluang untuk membangun untuk Indonesia maju, sebuah era baru untuk Indonesia Emas.
[***]