KedaiPena.com – Pengkaji Geopolitik dan Direktur Eksekutif Global Future Institute, Hendrajit menyatakan berita tentang jatuhnya helikopter yang menyebabkan gugurnya Presiden Iran, Ebrahim Raisi dan beberapa stafnya, cukup mengagetkan.
“Apalagi terjadi tak berapa lama setelah Iran melancarkan serangan ke wilayah teritorial Israel. Eskalasi konflik di Timur Tengah pastinya akan semakin memanas,” kata Hendrajit, Selasa (21/5/2024).
Tapi, ia juga mengatakan bahwa Iran selama ini tidak mudah bersikap reaktif namun penuh perhitungan.
“Sehingga, memanasnya eskalasi di Timur Tengah tidak serta merta berarti Iran akan melancarkan aksi militer offensif terhadap Israel atau negara negara yang dipandang sebagai musuh,” ucapnya.
Hendrajit menyatakan, yang harus dicermati saat ini adalah perkembangan politik dalam negeri paska Raisi.
“The stablizing forces sekaligus kekuatan kunci di Iran tetap pada Ayatullah Ali Khameini dan para mullah yang tergabung dalam Dewan Wilayatul Faqih. Inilah kekuatan kunci yang kerap tidak diperhitungkan atau diabaikan oleh AS dan Barat,” ucapnya lagi.
Sehingga, konstelasi Iran dan Timur Tengah paska Raisi, amat tergantung pada kemunculan sosok presiden baru Iran.
“Apakah justru memunculkan kembali model Ahmad Dinejad yang progresif revolusioner atau Mohammad Khatami yang moderat dalam arah kebijakan luar negerinya,” kata Hendrajit.
Jika arah kebijakan luar negeri Iran lebih agresif pasca Raisi, lanjutnya, ia mengkhawatirkan momentum menuju perundingan damai yang ditandai momentum serangan Iran ke Israel, justru mentah lagi.
“Sebab seperti saya katakan di pelbagai forum, serangan Iran ke Israel sebenarnya semacam komunikasi politik kepada dunia. Bahwa peran Israel sebagai ujung tombak hegemoni Barat (baca: Inggris dan AS) lewat pemisahan wilayah Palestina secara tidak adil pada 1947 di PBB, sekarang fondasinya sudah kropos. Sehingga serangan Iran ke Israel sejatinya merupakan cipta kondisi menuju penyesaian konflik lewat meja diplomasi,” ungkapnya.
Yang mengkhawatirkan, situasi kondusif saat ini sudah matang menuju perundingan, bakal kembali ke pola hard power lagi. Seturut munculnya sosok garis keras dan ultra nasionalis baik di Iran dan kekuatan garis keras model Netanyahu yang memang garis keras makin menguat.
“Ini sangat disayangkan padahal tekanan opini publik dari masyarakat sipil di AS dan Eropa terhadap hegemoni AS dan Inggris di TimurTengah, justru semakin menguat akhir-akhir ini,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa