KedaiPena.Com – Penempatan jabatan komisaris di sejumlah BUMN tengah menjadi sorotan. Pasalnya, sejumlah nama yang ditempatkan menjadi komisaris di perusahaan plat merah masih memiliki hubungan dengan menteri Kabinet Jokowi.
Salah satunya ialah Ahmad Perwira Mulia Tarigan yang baru diangkat Kementerian BUMN sebagai Komisaris Independen Pelindo 1 pada 21 April 2020. Ahmad Perwira Mulia Tarigan sendiri adalah suami dari adik kandung Sri Mulyani yang bernama Sri Wahyuni.
Menanggapi hal tersebut, Aktivis 98 Setyo Purwanto menilai, diangkatnya Ahmad Perwira Mulia sebagai komisaris sangat kontra produktif dengan pernyataan Sri mulyani yang sering mengingatkan bahaya dari konflik kepentingan.
“Sudah ada aturan yang mengatur hal penyelenggaraan pemerintahan dan termasuk operasional BUMN juga dikategorikan aparatur sipil negara sesuai dengan UU nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN dan UU Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme,” kata Setyo sapaannya kepada wartawan, Sabtu (27/6/2020).
Setyo pun menduga, diangkatnya Adam Perwira Mulia juga sangat berkaitan erat dengan posisi Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan RI.
“Kita juga paham bahwa owners dari seluruh BUMN yaitu pemerintah RI kepemilikan sahamnya melalui Menteri Keuangan RI yaitu Sri Mulyani saat ini. Jadi ini bukan hanya nepotisme tapi konflik kepentingan dan abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan” ungkap Setyo.
Setyo melanjutkan, pengangkatan Adam Perwira Mulia yang memiliki hubungan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani menjadi preseden buruk terhadap penerapan Good Coorporat Government (GGC) di sektor bisnis pemerintah.
“Serta mengganggu pelaksanaan UU nomor 28 tahun 1999. Lalu juga tidak ada jaminan nilai tambah kerena penempatan orang-orang dengan latar belakang yang tidak berhubungan serta ‘core’ bisnis BUMN tersebut,” papar Setyo.
Sementara itu, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) memandang bahwa konflik kepentingan dalam posisi komisaris BUMN berpotensi memunculkan dampak negatif dalam berjalannya pelaksanaan perusahaan.
“Biasanya kalau politisi atau rangkap jabatan akan banyak membawa titipan yang sifatnya SDM dan atau pekerjaan-pekerjaan supllier. Sehingga hal-hal begini, perusahaan akan membayar lebih mahal atau tidak kompetitif sehingga akan merugikan perusahaan,” ungkap Koordinator MAKI Boyamin Saiman terpisah.
Dengan demikian, Boyamin mengungkapkan, sekalipun orang titipan tersebut berkapasitas akan tetap kalah jika harus bersaing dengan sosok profesional dan independen.
“Contohlah perusahaan swasta yang memilih direksi dan komisaris adalah orang-orang profesional dan independen karena pemilik menekankan keuntungan. Ini kan berbanding terbalik dengan BUMN yang lebih banyak meruginya atau kalau untung tidak maksimal,” tandas Boyamin.
Laporan: Muhammad Hafidh