KedaiPena.Com – Perumahan BTN di Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, siang itu tampak sepi dan lengang. Komplek dengan rumah-rumah berjajar terlihat tanpa aktifitas dan menutup pagar-pagar dan pintu.
Namun, suasana sepi itu terasa kontras begitu memasuki pekarangan rumah milik keluarga Ngumputi Ginting yang berada di kawasan kompleks yang sama. Di teras rumah bercat kuning itu terlihat 5 ibu-ibu yang cukup sibuk dengan adonan, kompor, blender, talenan, pisau, kemasan dan perkakas lain yang digunakan mengolah makanan berbahan dasar Ikan Tuna, Nugget Tuna dan Abon Tuna tepatnya. Sesekali ibu-ibu itu terlihat tertawa dan bercanda.
Hidup sehat dengan mengkonsumsi ikan. Begitu ihwal semangat yang muncul dari ke 5 ibu yakni Rosdiana, Ngumputi Ginting, Fauziah, Aman Suryani dan Hawaisah mengawali bisnis kecil yang kemudian mereka sebut dengan nama Usaha Kecil dan Mikro (UKM) Barokah.
Bermodalkan Rp800 ribu yang dirogoh dari kocek sendiri, ibu-ibu ini memulai pengolahan itu dengan berbekal pelatihan yang diterima dari seorang dosen asal Jogjakarta.
“Pelatihannya waktu itu oleh Dakopin Tapteng, usai mengikuti pelatihan kita pun memulai pengolahan dengan membuat Nugget yang berbahan dasar Ikan Tuna,†tutur Rosdiana kepada wartawan sambil memotong Nugget mentah di kediaman Ngumputi Ginting yang dijadikan sebagai pusat pengolahan.
“Kemudian kita dikasih alat-alatnya, kita befikir jangan mubajir, makanya kita seriusi, dan kita ada kelompok, modal kecil-kecilan, cuma Rp800 ribu, bisa berkembang, ya sampai sekarang menjadi lumayan,†timpal Rosdiana.
Wanita separuh baya mengenakan hijab biru tua ini menceritakan, menyajikan makanan sehat dengan gizi dan protein dan bersumber dari kekayaan sumber daya laut yang dimiliki Kabupaten Tapteng, menjadi dasar pertimbangan memilih ikan berkualitas ekspor itu sebagai bahan dasar makanan yang mereka produksi.
“Daerah kita kan kaya dengan ikan, dan kita kan orang pesisir, jadi kita variasikan, kedua makanan ini (Nugget dan Abon-red) kan yang disukai hampir semua kalangan, anak muda, anak-anak juga orang dewasa. (Nugget) selama ini kan didominasi ayam, sementara banyak juga yang tidak suka dengan ayam, makanya kita berikan alternatif makanan, dan tentu penuh gizi,†urai Rosdiana.
Ngumputi Ginting, yang dipercaya memimpin kelompok mereka yang kini diberi nama Usaha Kecil dan Mikro (UKM) Barokah ini menambahkan, sejak awal berdiri hingga saat ini, usaha yang mereka jalani tidak berjalan mudah. Beberapa kali sempat terhenti, kendati kembali berjalan karena saling menyemangati diantara anggota kelompok.
Hingga saat ini, beberapa faktor masih menjadi tantangan tersendiri bagi usaha yang dijalani UKM Barokah. Misalnya saja soal akses pemasaran yang masih ‘tertatih-tatih’. Memasarkan Nugget dan Abon berkelas ‘anak bawang’ ke minimarket-minimarket di daerah Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga saja bukanlah perkara gampang.
Selain karena harus bersaing dengan produk Nugget yang diproduksi oleh perusahaan besar bermodal raksasa, tuntutan memiliki prasarana seperti kotak pendingin menjadi sebuah keharusan.
“Kalau soal trend misalnya di kemasan, rasa, higienis, jaminan tanpa pengawet, kita punya itu. Nah, di pemasaran Nugget kita memang terkendala, salah satunya karena gak punya freezer (mesin pendingin-red), beberapa kali mau masuk ke minimarket mereka minta kita punya freezer sendiri dan tak mau digabung dengan produk lain, ya kembali masalah klasik, permodalan,†ungkap Ngumputi.
Karenanya, tambah dia, saat ini metode pemasaran yang dilakukan adalah dengan memasarkannya secara dor to dor dan memanfaatkan jejaring keluarga, teman-teman dan kegiatan-kegiatan keagamaan.
“Wiritan, pengajian, dari teman-teman, kenalan ya dari situ ada pemesanan, kemudian saat ini yang sudah dibantu oleh Dinas Koperasi dan UKM Tapteng, yaitu dijual di Bandara Ferdinan Lumban Tobing. Ada juga memang kita buat semacam toko di komplek BTN ini juga, tapi ya keadaannya tentu tidak terlalu signifikan meningkatkan penjualan,†katanya.
Rosdiana mengungkapkan, persoalan lain yang terkadang muncul yakni ketika harga ikan mengalami lonjakan. Tak saja soal sedikit kesulitan mendapatkan Ikan Tuna. Namun kenaikan harga itu akan berpengaruh langsung pada harga penjualan.
“Waduh, jungkir balik-jungkir balik, timbul tenggelam, apalagi kalau harga ikan melonjak. Kalau sedang melonjak harga ikan ya disesuaikan atau sesuai pesanan. Nah, misalnya awalnya kita menjual Nugget Rp15 ribu per bungkus ukuran 250 gram sekarang sudah Rp18 ribu, karena ikan juga naik. Abon begitu juga, dulu Rp18 ribu sekarang Rp25 ribu, dan harga Abon memang mahal karena bahan murni ikan,†katanya.
Kendati, Rosdiana menegaskan bahwa meski berhadapan dengan banyaknya tantangan itu, produksi rumahan yang mereka kerjakan terus bertahan seiring waktu.
Untuk setiap kali produksi, mereka bisa menghasilkan 30 hingga 40 bungkus berukuran 250 gram. Khusus untuk Nugget Ikan, jumlah itu diperoleh  dengan bahan dasar Ikan Tuna sebanyak 10 kilogram yang diramu dengan berbagai bahan masakan lainnya. Sementara itu untuk Abon, untuk 10 kilogramnya akan menghasilkan 10 bungkus.
“Kalau Abon kan memang karena murni ikan, makanya dapat sedikit. Tapi ya, Insyaallah tidak merugilah, tapi kalau harga ikan naik, ya paling untung sedikit,†ucap Rosdiana.
Rosdiana mengaku dirinya dan teman-temannya di UKM Barokah akan tetap mantap menjalani usaha itu. Harapan mengembangkan ‘sayap’ tentu tidak bisa dipungkiri. Karenanya, harapan kepada Pemerintah dan pihak-pihak lain seperti Perbankan bersedia melirik dan memberikan dukungan akan sangat diapresiasi.
Tidak saja permodalan, tapi akses penjualan yang lebih luas. Contohnya, dengan melibatkan produk mereka dalam acara-acara resmi Pemerintah untuk mengisi salah satu menu makanan.
“Ya harapan kita tentu begitu, modal, akses dan lain-lain. Contohnya soal freezer itu, Nugget jika masuk ke Freezer bisa tahan 3 bulan, kalau tidak di freezer tidak sampai seminggu. Nah pemerintah bisa membantu disisi pemasaran itu sih. Tapi kami optimis kok kami akan berkembang,†ujarnya mantap.
Laporan: Dom