Artikel ini ditulis oleh Didik J. Rachbini, ekonom senior Indef.
Hampir tiga dekade yang lalu, tepatnya pada tahun 1994, Dr. Syahrir melakukan riset/studi kecil tentang pakar ekonomi yang mempengaruhi kebijakan ekonomi melalui media massa pada tahun 1990-an.
Studi kecil ini penting pada dekade 1990-an karena ekonomi memang menjadi panglima dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi rata-rata mencapai 7 persen, suatu tingkat pertumbuhan yang tidak pernah dicapai pada saat ini.
Berita ekonomi adalah berita sehari-hari yang dominan dan menonjol karena masyarakat tengah menyongsong Indonesia bangkit menjadi negara industri.
Studi ini dilakukan dengan metode “content analysis” dengan cara menggali ddan menilai isi media nasional untuk mengetahui siapa ekonom-ekonom nasional yang rajin berbicara di publik tentang kebijakan ekonomi.
Media yang dikaji pada waktu itu adalah: Kompas, Bisnis Indonesia, Harian Ekonomi Neraca, Republika Media Indonesia, Suara Pembaruan, Jawa Pos, Surabaya Pos, Suara Karya, Harian Terbit, dan lain-lain.
Selain itu ada pula berita mingguan atau bulanan, yaitu Tempo, Warta Ekonomi, Editor, Prospek, Sinar, Swa, Eksekutif, Infobank dan Business News.
Dari metode ‘content analysis‘ ini ditemukan ada 26 ekonom nasional, yang mempengaruhi kebijakan publik melalui banyak pemikiran dan pandangan-pandangannya melalui media massa (baik menulis maupun dikutip), termasuk yang menonjol adalah Prof Arsjad Anwar, yang memang berasal dari kampus terbaik, Universitas Indonesia.
Sebagian besar 26 ekonomi dekade 1990-an tersebut sudah wafat sebelum Prof Arsjad Anwar. Di antaranya adalah Hadi Soesastro, Pande Radja Silalahi, Soeharsono Sagir, Christianto Wibisono, Sadli, Soemitro Djojohadikusumo, Sarbini Sumawinata, Rijanto, Suhadi Mangkusuwondo, Dawan Rahardjo, Nurimansjah Hasibuan, Thee Kian Wie, Frans Seda, Hartojo Wignyowiyoto.
Yang lain di antara 26 ekonom lama tersebut masih aktif dan terus berkiprah sampai saat ini, seperti: Marie Pangestu, Rizal Ramli, Djisman Simandjuntak, Iwan Jaya Azis, Sri-Edi Swasono, Anwar Nasoetion, Dorodjatun, Bintang Pamungkas, Laksamana Sukardi dan saya.
Prof Arsjad sejatinya telah berkiprah selain sebagai pengajar dan peneliti, juga sangat aktif membentuk pandangan-pandangan publik tentang pentingnya ekonomi dan kebiakan ekonomi pada dekade 1990-an bersama 26 ekonom senior lainnya.
Saya tidak pernah berinteraksi langsung dengan Prof Anwar, tetapi lebih kenal pikiran-pikirannya dari tulisan dan kutipan di media massa dan sesekali seminar.
Namun saya dengar dedikasinya dalam bidang akademik tak pernah berhenti, dan terus aktif mengajar sampai dekade dekade 2010-an.
Jauh sebelumnya, pada dekade 1980-an, Prof Arsjad memimpin lembaga riset CPIS (Center for Policy and Implementation Studies) di mana banyak ekonom rekan-rekan saya pernah bergabung di dalamnya, seperti Dr Fadhil Hasan, M Nawir Messi, Rizal Ramli, dan lain-lain. Ini menunjukkan pengabdiannya yang sangat panjang terhadap dunia akademik dan riset.
Dari sahabat saya pendiri INDEF, Fasial Basri, Prof Arsjad dikenal sebagai data berjalan. Sangat kenal detail data-data ekonomi dan cermat menelisik dengan tekun sehingga menjadi sumber yang sahih bagi wartawan untuk menulis berita tentang ekonomi.
Tidak mudah mencari penggantinya di tengah diskursus publik yang instan di jaman medsos sekarang ini. Selamat jalan, ekonom senior, semoga selalu dalam rahman dan rahimNya di alam baka.
*Ekonom Senior Universitas Indonesia (UI), Prof. Arsjad Anwar meninggal dunia pada Senin (25/4/2022) kemarin.
[***]