Artikel ini ditulis oleh Burhan Rosyidi, Pengamat Politik.
Tahun 1952, saat peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan ke-7, dalam pidatonya, Soekarno membeberkan 5 krisis yang mengancam keberlangsungan RI.
Krisis politik terjadi, ditandai dengan kondisi politik yang terus gaduh, tidak pernah stabil, dan semakin banyak orang yang tidak percaya pada jalan demokrasi.
Krisis alat kekuasaan negara terjadi manakala mesin-mesin dan aparatusnya tidak bisa berfungsi efektif. Malahan terjadi pemborosan dan korupsi.
Krisis cara berfikir terjadi manakala sebagian besar manusia Indonesia, terutama penyelenggara Negara, kehilangan daya pikir untuk menyelesaikan atau menjawab berbagai persoalan.
Pikirannya mandeg dan cenderung status-quo. Padahal, untuk berkembang maju, bangsa ini butuh pikiran progressif, inovatif, dan solutif.
Krisis moral mengacu pada turunnya semangat patriotik dan kesadaran nasional setiap anggota bangsa, terutama para penyelenggara negara dan aparatusnya.
Mulai dijangkiti penyakit ego-sentris dan kepentingan yang berorentasi sempit.
Krisis gezag atau turunnya wibawa Kekuasaan. Ini ditandai dengan meluasnya pembangkangan atau pengabaiaan terhadap eksistensi kekuasaan Negara, mulai dari pemerintahan hingga hukum-hukumnya.
itulah peringatan keras dari Soekarno kepada Bangsa Indonesia atas ancaman nyata bagi tetap terjaganya keberlangsungan RI, baik sebagai bangsa mau negara.
Sementara itu, sungguh krisis kepemimpinan berkekuatan mendahsyatkan krisis-krisis lainnya, termasuk 5 krisis termaksud di atas itu, yang hingga berkekuatan menghancurkan peradaban.
Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah.
[***]