Artikel ini ditulis oleh Arief Gunawan, Mantan Redaktur Eksekutif Koran Rakyat Merdeka.
PDIP partai yang berakar dari PNI yang didirikan oleh Sukarno bersama sejumlah tokoh pergerakan kemerdekaan, di tahun 1927, sekarang pamornya seakan sedang di tubir jurang.
Megawati dan partainya yang berhasil menjadi pemenang setelah mengalami berbagai tekanan pada masa Orde Baru kini terbelit oleh persoalan-persoalan internal, mulai dari maraknya kasus korupsi yang melibatkan kadernya sendiri, kebijakan Petugas Partai (Jokowi) yang tak sejalan dengan garis partai, persoalan regenerasi kepemimpinan pasca Megawati pensiun dari politik, hingga sikap gamang dalam mendukung Ganjar Pranowo sebagai capres, termasuk kegelisahan dalam menghadapi Anies Baswedan di Pilpres tahun depan.
Tak sedikit yang berpendapat, berbagai problematika internal itu sejauh ini hanya disikapi secara retorika belaka.
Banyak pula yang berpandangan, pasca wafatnya Taufiq Kiemas Megawati seakan tak memiliki tandem yang tangguh, dalam arti taktiktal dan strategis, untuk menghadapi berbagai problematika yang terjadi di PDIP dan dalam menghadapi manuver lawan-lawan politik.
Taufiq Kiemas berperan besar dalam menentukan garis kebijakan partai dan pengambilan keputusan-keputusan politik PDIP.
Sehingga lumrah kegelisahan Megawati dan PDIP dalam menghadapi Anies Baswedan di Pilpres 2024 saat ini mengundang desakan serius dari sejumlah analis dan peneliti yang berpendapat, lebih baik PDIP mencalonkan Rizal Ramli dan Puan Maharani untuk menghadapi Anies Baswedan di Pilpres 2024.
Desakan ini tentu bukan tanpa alasan. terutama karena secara integritas dan intelektualitas, Ganjar Pranowo tidak akan kuat menghadapi Anies Baswedan.
Dalam pandangan Direktur Riset Freedom Foundation Muhamad Muntasir Alwy, analis ekonomi-politik F Reinhard MA, dan Umar Hamdani MA, kiai muda NU dan Direktur Institute of Social and Strategic Studies, Rizal Ramli dan Puan Maharani akan mampu mengimbangi Anies Baswedan yang scientific thinking.
Rizal Ramli sendiri ialah tokoh erudisi (berpengetahuan luas) dan intelektual berciri problem solvers, memiliki integritas, track record, serta reputasi berpihak kepada wong cilik, baik saat di dalam maupun di luar kekuasaan.
Sebagai tokoh pergerakan Rizal Ramli ialah person of character (insan yang berwatak) yang memahami dan aplikatif terhadap ajaran Trisakti Bung Karno.
Perjuangannya terhadap demokrasi dan keadilan yang dibuktikannya sejak menjadi mahasiswa ITB memperlihatkan karakter stoicijn (tabah) meski untuk perjuangannya itu ia harus dipenjarakan oleh Soeharto di penjara Sukamiskin, Bandung.
“Jangan pula dilupakan, Rizal Ramli itu dari NU kultural sudah mendapat dukungan moril, termasuk dari Gusdurian (loyalis Gus Dur). Selain itu Rizal Ramli sudah pernah mengatur pemerintahan bersama Megawati,” tandas kiai muda dan Direktur Institute of Social and Strategic Studies (Lembaga Studi Sosial dan Strategi-LS3), Umar Hamdani MA seperti dikutip Konfrontasi, hari Minggu lalu.
Para analis dan peneliti ini menaruh harapan besar demi Indonesia yang lebih baik.
“Insya Allah, Rizal Ramli dan Puan Maharani mampu menandingi Anies di Pilpres, ketimbang PDIP galau dan ragu dengan Ganjar,” tegas Muntasir, peneliti senior alumnus Fisipol UGM, Yogyakarta.
Bagaimana sebenarnya kedekatan Rizal Ramli dengan mendiang Taufiq Kiemas yang sudah bagaikan kakak dengan adik?
Suatu hari beberapa tahun sebelum wafat, Taufiq Kiemas misalnya pernah mengatakan dirinya dan Rizal Ramli sama-sama sudah memiliki brevet.
Brevet dalam pengertian umum adalah pangkat kehormatan yang diberikan kepada seseorang yang lulus dalam suatu perjuangan.
Tapi brevet yang disebut oleh Taufiq Kiemas maksudnya adalah: dia dan Rizal Ramli pernah sama-sama dipenjarakan oleh rezim Orde Baru. Karena melawan otoritarianisme dan KKN Soeharto.
“Bang Taufiq bilang ke saya, Rizal kamu pernah masuk penjara. Saya juga pernah. Sama-sama waktu zaman Soeharto. Jadi kita sudah punya brevet. Brevet kaya’ terjun payung, gitu lah kira-kira kalau di tentara. Nah, kita sesama yang punya brevet harus saling tolong dan melindungi,” kata Rizal Ramli mengutip kembali ucapan mendiang Taufiq Kiemas beberapa tahun lalu, saat bertemu di Gedung MPR RI, Senayan.
Taufiq Kiemas kala itu menjabat Ketua MPR RI.
Kedekatan Rizal Ramli dengan Taufiq Kiemas memang menyimpan banyak kenangan. Kedua tokoh ini pernah pula bersama-sama menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci sekitar awal tahun 2000.
Taufiq Kiemas juga sering meminta pendapat Rizal Ramli mengenai berbagai persoalan ekonomi saat itu.
Pandangan-pandangan ekonomi Rizal Ramli yang memihak kepada kepentingan wong cilik sudah sangat dikenal oleh Taufiq Kiemas, selain karena keberanian, sikap kritis, dan solusi yang diberikan Rizal Ramli terhadap setiap persoalan yang muncul.
Taufiq Kiemas kerap pula berdiskusi dengan Rizal Ramli. Keduanya merupakan partner ngobrol yang mengasyikkan.
“Bang Taufiq itu orangnya asyik banget, dan sekali berteman baginya teman selamanya. Walaupun kadang berbeda pandangan,” ujar Rizal Ramli.
Kalau ingin santai mengobrol, Taufiq Kiemas dan Megawati dulu sering mengajak Rizal Ramli makan siang bersama di restoran Jepang.
“Mbak Mega kan senangnya restoran Jepang. Waktu itu Bang Taufiq masih punya pompa bensin dan Mbak Mega punya toko bunga. Jadi kita sering ketemuan jauh sebelum kejatuhan Soeharto,” kata Rizal Ramli lagi.
Menjelang kejatuhan Soeharto, lanjut Rizal Ramli, ia mengajak Megawati untuk berjuang bersama.
“Saya mengatakan kita yang sipil-sipil harus bersatu untuk mendorong perubahan. Kami pernah berdiskusi sampai tujuh jam lebih. Waktu itu saya ditemani Arif Aryman dan Laksamana Sukardi, mendorong proses perubahan itu,” ujar Rizal Ramli.
Ketika Rizal Ramli berkantor di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, sebagai pimpinan lembaga think-thank ekonomi Econit, Taufiq Kiemas sering mampir sambil membawa teman-teman politisi dari PDIP.
“Kadang-kadang Bang Taufiq mengajak beberapa menteri dari kabinet Mbak Mega, untuk berdiskusi dan konsultasi. Jadi persahabatan kami sudah lama dan dalam sekali,” ujarnya lagi.
Jauh sebelumnya pada saat Soeharto masih sangat berkuasa pertemuan tak jarang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
“Kadang-kadang kan kita emang badung juga, kalau ketemu kadang-kadang sembunyi-sembunyi, di pompa bensin Bang Taufiq di Tebet. Bang Taufiq doyannya memang diskusi, sampai malam-malam. Kadang-kadang sampai begadang,” kenang Rizal Ramli.
Satu hal lagi yang membekaskan kenangan di layar ingatan Rizal Ramli, Taufiq Kiemas adalah sosok yang supel dan humble.
“Bang Taufiq orangnya cair. Sikap politiknya merangkul semua orang, mau berteman dengan semua orang. Dia buka akses kepada siapapun, termasuk kepada lawan. Sebagai politisi sikap seperti ini merupakan kunci penting,” tegas Rizal Ramli.
Persahabatan kedua tokoh pergerakan ini ternyata juga terikat oleh rasa persaudaraan.
Taufiq Kiemas sebagai tokoh yang lebih senior rupanya sudah menganggap Rizal Ramli seperti adik di dalam keluarganya sendiri. Sehingga suatu hari Taufiq Kiemas pernah menyampaikan amanat kepada Rizal Ramli agar menjaga putri semata wayangnya, yaitu Puan Maharani.
“Rizal, abang titip Puan,” katanya.
Kala itu Puan Maharani belum terjun di lapangan politik.
Tatkala Puan menjadi Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan di kabinet Jokowi, dan Rizal Ramli menjadi Menko Maritim dan Sumber Daya, Puan Maharani menyampaikan kepada Rizal Ramli bahwa sang ayah pernah berpesan kepadanya kalau menghadapi suatu kesulitan supaya datang ke Rizal Ramli.
“Puan, kamu kalau ada kesulitan, ada macam-macam persoalan, kamu datengin Om Rizal. Dia itu orang badung, orang berani. Tapi sekali berteman dia teman,” kata Puan menceritakan kembali pesan mendiang ayahnya kepada Rizal Ramli dengan mata berkaca-kaca.
Waktu itu Rizal Ramli sendiri merasa sangat terharu, dan kepada Puan ia berkata:
“Saya memang dititipin amanat seperti itu oleh bapak kamu. Kalau ada apa-apa ingat Puan,” kata Rizal Ramli.
Kenangan baik memang selalu mengandung hikmah yang baik, demikian kata pepatah Latin.
Kenangan persahabatan Rizal Ramli dengan mendiang Taufiq Kiemas menggambarkan adanya tradisi dan fatsun yang baik.
Mereka saling menjaga decency (kesopanan) dan sikap saling terbuka di dalam tata pergaulan.
Suatu sikap yang kini semakin pudar, meredup ditiup angin zaman.
Pesan Taufiq Kiemas sendiri menyimpan makna yang dalam, terutama di tengah berbagai kegelisahan PDIP saat ini.
[***]