KedaiPena.Com – Konsep Trisakti, berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan memiliki makna-makna yang mendalam. Tapi sayangnya, hal tersebut belum terimplementasikan dengan benar.
Hal itu ditegaskan oleh Akademisi Universitas Bung Karno (UBK), Gede Sandra dalam PHD Corner Episode ‘Mural dan Kebebasan Berpendapat’, ditulis Minggu, (29/8/2021).
“Berdaulat di bidang politik kita ada Menko Polhukam, kemudian ekonomi, berdikari dalam ekonomi itu ada Menko Perekonomian. Tapi Trisakti yang terakhir yakni berpribadian dalam budaya, tapi tidak ada Menko Kebudayaan,” kata Gede.
Memang dalam Kabinet Kerja Presiden Jokowi ada nomenklatur Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK). Tapi hal ini lebih seperti simbol saja. Sebab pejabatnya bukan budayawan dan dia tidak mengerti cara-cara berbudaya.
Ia pun menyinggung soal mural-mural kritik sosial yang bermunculan di banyak kota, belakangan ini. Kata Gede, mural tersebut bagian dari budaya. Mulai era Soekarno sudah banyak mural-mural yang bertebaran, diantaranya mural yang bertulisan ‘Merdeka atau Mati’. Bahkan sampai era kepemimpinan Soeharto.
“Jadi ketika kita menghapus mural sama saja membakar buku, dan itu cara-cara fasis. Kalau ada hulubalang (pembisik Istana) yang mendorong cara itu, maka sebenarnya kembali kembali ke cara-cara Orba itu, kita ingat buku-buku dibakar dan semua di hilangkan,” tambahnya.
Dirinya menyampaikan, jika ditarik dalam sejarah, mural sudah beredar sejak zaman Revolusi Prancis, dan Revolusi Rusia. Sehingga jika seniman atau budayawan telah mengekspresikan budaya perlawanan, sudah tentu ada permasalahan yang menyentuh kepada hatinya.
“Kalau ini terjadinya, mungkin ini sudah ada yang bergerak, disadari atau tidak jika seniman sudah bergerak mungkin hatinya yang kena,” katanya.
“Sudah ada masalah yang benar-benar tapi tertutup tidak bisa berkomunikasi, mengadu ke wakil rakyat wakil rakyatnya sudah satu suara. Ini adalah ekspresi budaya yang alamiah yang tidak bisa dibendung,” sambungnya.
Sedangkan, Presiden Jokowi sebenarnya tidak pernah menginginkan penangkapan atau represifitas kepada pembuat mural. Jadi patut diduga ada hulubalang yang selalu mencari perhatian.
“Orang-orang ini (hulubalang) kan sebenarnya senang cari muka dan pemimpinnya senang di seperti itu,” tandasnya.
Laporan: Muhammad Lutfi