Artikel ini ditulis oleh Laksma TNI (Purn) Jaya Darmawan, M.Tr.Opsla., Pemerhati Hukum Laut.
Dalam hukum laut internasional, Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982 yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 menegaskan bahwa laut adalah properti umum (common heritage of mankind) dan tidak dapat diprivatisasi. Prinsip ini menjamin bahwa laut dan sumber daya yang ada di dalamnya harus dikelola untuk kepentingan bersama, dengan memperhatikan prinsip keadilan, keberlanjutan, dan kepatuhan terhadap hukum. Segala bentuk tindakan pemagaran laut yang dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas bertentangan dengan ketentuan ini, baik dalam ranah hukum nasional maupun internasional.
Pelanggaran Pemanfaatan Ruang Laut
Setiap bentuk pemanfaatan ruang laut di Indonesia harus tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk kewajiban memiliki Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Tanpa izin KKPRL, tindakan seperti pemagaran laut tidak hanya melanggar hukum tetapi juga berpotensi :
1. Menghalangi akses publik ke laut, yang merupakan hak masyarakat sesuai dengan prinsip keterbukaan ruang publik.
2. Merusak keanekaragaman hayati laut, yang bertentangan dengan komitmen Indonesia dalam melestarikan ekosistem laut sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3. Mengubah fungsi ruang laut, yang dapat merugikan kepentingan nasional, terutama dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan laut.
Lebih parah lagi, jika tindakan pemagaran dilakukan secara sewenang-wenang, tanpa melalui prosedur perizinan yang sesuai, maka hal ini merupakan tindakan ilegal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip negara hukum (rule of law).
Peran Aparat Penegak Hukum dan Pengawasan di Laut
Pertanyaan yang sangat penting adalah apakah aparat penegak hukum dan pengawasan di laut memahami regulasi ini? Jika memahami, mengapa pelanggaran seperti pemagaran laut masih terjadi? Jika tidak, maka diperlukan langkah-langkah strategis untuk memperkuat kapasitas aparat melalui:
1. Peningkatan edukasi hukum dan pelatihan teknis yang komprehensif terkait dengan regulasi maritim.
2. Peningkatan pengawasan lintas sektoral antara lembaga seperti TNI Angkatan Laut, Polair, Bakamla RI, KPLP, KKP, dan lainnya, untuk memastikan koordinasi dan efektivitas dalam penegakan hukum di laut.
3. Pemberian sanksi tegas kepada aparat yang terbukti lalai atau “masuk angin” dalam menjalankan tugasnya, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan ketentuan disiplin lainnya.
Menggugah Semangat Bela Negara
Dalam menghadapi tantangan ini, penting untuk menggugah seluruh rakyat Indonesia agar menanamkan semangat ”Bela Negara” sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Semangat bela negara tidak hanya berbicara tentang pertahanan fisik, tetapi juga mencakup Kesadaran hukum dan kepatuhan terhadap aturan yang berlaku, Partisipasi aktif masyarakat dalam melaporkan dan mencegah pelanggaran di wilayah laut, dan Kebanggaan sebagai bangsa maritim, yang mampu menjaga kedaulatan lautnya untuk kesejahteraan bersama.
Mari kita bangkitkan semangat bersama secara masif untuk mencapai masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan bermartabat, dengan tetap menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa.
Sebagaimana pepatah mengatakan, Tanah Air ini adalah amanah para pendahulu yang harus dijaga bersama. Laut Indonesia bukanlah milik segelintir pihak, melainkan milik bangsa ini secara utuh. Tegakkan hukum, pertahankan kedaulatan, dan bangun sinergi untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim yang berwibawa di mata dunia.
[***]