Artikel ini ditulis oleh Steph Subanidja, Guru Besar Ilmu Manajemen, Dekan Sekolah Pascasarjana, Dosen Program Studi Doktor Manajemen Berkelanjutan, Sekolah Pascasarjana Institut Perbanas.
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah menetapkan delapan misi utama, dikenal sebagai Asta Cita, sebagai landasan untuk mencapai visi “Bersama Menuju Indonesia Emas 2045”.
Salah satu misi tersebut adalah tentang ekonomi hijau dan ekonomi biru yaitu “ Memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru” menjadi pijakan penting bagi Indonesia untuk menata masa depan yang berkelanjutan.
Dalam berbagai kesempatan, Presiden menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak boleh lagi mengorbankan lingkungan, melainkan harus berjalan seiring dengan pelestarian sumber daya alam, baik di daratan maupun di lautan.
Asta Cipta ini menjadi relevan di tengah tantangan global seperti perubahan iklim, degradasi lingkungan, dan ketimpangan sosial yang semakin nyata. Ekonomi hijau dan biru bukan sekadar konsep, tetapi jalan strategis untuk menciptakan harmoni antara pembangunan ekonomi, kelestarian ekosistem, dan kesejahteraan masyarakat. Lantas bagaimana menggali ekonomi hijau dan ekonomi biru menuju Indonesia 2045?.
Ekonomi Hijau dan Ekonomi Biru
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan ekonomi hijau sebagai ekonomi yang menghasilkan peningkatan kesejahteraan manusia dan sosial sekaligus mengurangi risiko lingkungan serta kelangkaan ekologis secara signifikan. Konsep ini semakin relevan dengan berbagai studi yang menunjukkan potensi manfaat ekonomi hijau dalam skala nasional.
Policy brief hasil kerja sama Greenpeace Indonesia dengan Center of Economics and Law Studies (CELIOS) mencatat bahwa implementasi ekonomi hijau berpotensi memberikan dampak positif yang substansial terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Studi tersebut memperkirakan bahwa transisi menuju ekonomi hijau dapat menambah output ekonomi nasional hingga Rp4.376 triliun dalam periode 10 tahun.
Tidak hanya itu, penerapan ekonomi hijau juga diproyeksikan mampu menciptakan sekitar 19,4 juta lapangan kerja baru, dengan total pendapatan pekerja meningkat sebesar Rp902,2 triliun selama masa transisi tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa ekonomi hijau bukan hanya solusi untuk keberlanjutan lingkungan, tetapi juga strategi yang efektif untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial.
Dari perspektif fiskal, ekonomi hijau juga memberikan kontribusi positif terhadap penerimaan negara. Pajak bersih atau penerimaan pajak setelah dikurangi subsidi dari ekonomi hijau dapat menyumbang sekitar Rp80 triliun, yang menunjukkan potensi peningkatan pendapatan negara melalui kebijakan ramah lingkungan.
Ekonomi biru, yang berfokus pada pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan, juga memberikan manfaat ekonomi yang signifikan. Menurut Bank Dunia, ekonomi biru mencakup aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya dari samudra dan laut, yang dapat menciptakan lapangan kerja dan menjaga keseimbangan ekosistem laut.
Secara keseluruhan, penerapan ekonomi hijau dan biru tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan tetapi juga meningkatkan kesejahteraan sosial dan kualitas lingkungan hidup bagi masyarakat.
Ekonomi hijau dan ekonomi biru memiliki potensi besar untuk menjadi spirit pembangunan ekonomi Indonesia menuju Indonesia Emas 2045. Pendekatan ini selaras dengan visi Indonesia sebagai negara maju yang inklusif dan berkelanjutan, sekaligus menjawab tantangan global seperti perubahan iklim, degradasi lingkungan, dan ketimpangan sosial.
Pilar Pembangunan Berkelanjutan
Ekonomi hijau mendorong transformasi menuju pola pembangunan yang rendah emisi, efisien dalam penggunaan sumber daya, dan inklusif secara sosial. Menurut Global Green Economy Index, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi salah satu negara terdepan dalam transisi energi terbarukan.
Dengan memanfaatkan sumber daya alam melimpah, seperti energi surya, angin, dan biomassa, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Transisi ini diproyeksikan mampu menurunkan emisi karbon hingga 41% pada 2030, sebagaimana ditargetkan dalam Nationally Determined Contributions (NDC).
Dalam jangka panjang, pembangunan berbasis ekonomi hijau juga menciptakan peluang ekonomi baru, seperti penciptaan lebih dari 19 juta pekerjaan di sektor energi bersih dan pengelolaan lingkungan.
Investasi dalam infrastruktur hijau seperti kota pintar (smart cities), sistem transportasi berbasis energi terbarukan, dan pengelolaan limbah yang efektif dapat meningkatkan daya saing Indonesia di kancah global. Dengan penerapan teknologi modern, efisiensi dan produktivitas sektor ekonomi juga meningkat, yang pada akhirnya memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara.
Sebagai negara maritim dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan ekonomi biru. Kontribusi sektor kelautan terhadap PDB Indonesia masih dapat ditingkatkan melalui pengelolaan yang berkelanjutan. Saat ini, sektor perikanan saja sudah memberikan kontribusi lebih dari Rp125 triliun per tahun. Dengan pengelolaan yang lebih baik, seperti penegakan aturan melawan illegal fishing dan peningkatan teknologi tangkap ikan ramah lingkungan, angka ini dapat tumbuh signifikan.
Selain perikanan, potensi pariwisata bahari, seperti pengembangan destinasi wisata berbasis ekosistem laut (terumbu karang, hutan mangrove, dan padang lamun/ seagrass meadow), memberikan dampak ekonomi yang besar. Wisata bahari menyumbang sekitar Rp20 triliun per tahun dan terus berkembang, mendukung komunitas pesisir dan menciptakan lapangan kerja baru. Lebih jauh lagi, perlindungan ekosistem laut melalui pendekatan ekonomi biru juga memperkuat ketahanan terhadap perubahan iklim, yang menjadi salah satu ancaman terbesar bagi masyarakat pesisir.
Integrasi untuk Indonesia Emas 2045
Untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045, integrasi ekonomi hijau dan biru sangat penting. Pendekatan ini tidak hanya menciptakan nilai ekonomi tetapi juga memperkuat fondasi ekologi dan sosial. Pemerintah dapat memanfaatkan momentum global untuk mendorong agenda pembangunan berkelanjutan melalui kebijakan yang mendukung investasi hijau dan biru, seperti pemberian insentif pajak bagi perusahaan yang berkomitmen pada energi bersih atau yang mengadopsi praktik bisnis berkelanjutan.
Program edukasi dan pelatihan bagi masyarakat juga menjadi kunci. Dengan membangun kesadaran dan keterampilan masyarakat terhadap pentingnya keberlanjutan, Indonesia dapat menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan berbasis ekonomi hijau dan biru. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan komunitas lokal diperlukan untuk memastikan pembangunan yang inklusif dan partisipatif.
Dengan menjadikan kedua pendekatan ini sebagai spirit pembangunan, Indonesia tidak hanya mampu memenuhi target ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga berkontribusi secara signifikan terhadap agenda global dalam menciptakan dunia yang lebih lestari dan adil. Melalui langkah konkret, seperti pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, transformasi energi, dan pemberdayaan masyarakat pesisir, Indonesia dapat menjadi pelopor dalam ekonomi berkelanjutan di tingkat global.
[***]