KedaiPena.Com – Batik dikenal sebagai budaya asli Indonesia. Tapi, siapa sangka dalam perjalanannya, batik mengalami akulturasi. Di antaranya adalah batik peranakan Cina yang juga dikenal dengan Tokwi.
Batik peranakan Indonesia ini lahir dan tercipta dari asimilasi budaya asli Indonesia dengan budaya Cina. Salah satu jenis batik peranakan Cina adalah Tokwi. Batik seperti ini hanya ada dan berasal dari Indonesia, tidak ada di negara lain.
Batik Cina peranakan ini berupa sarung atau kain panjang. Walaupun berasal dari pulau Jawa, banyak tersebar di negara lain. Sebab, sudah di ekspor dari pesisir Jawa sejak abad 19 awal.
Kain batik sarung kebanyakan adalah komoditas dagang, kebutuhan primer banyak orang. Sedangkan tokwi batik lebih bersifat personal dan hanya dibutuhkan dalam jumlah yang lebih terbatas. Sehingga tidak cukup potensial untuk dijadikan komoditas ekspor keluar pulau Jawa.
Batik tokwi adalah istimewa, banyak yang mempunyai desain personal berdasarkan pesanan pribadi pemakai, sehingga kadang-kadang motif batik tokwi tertentu adalah satu-satunya di dunia, tidak memiliki motif kembarannya dimana pun. Hal ini banyak terjadi pada batik tokwi di awal abad 20.
Salah satu daerah penghasil batik pesisir yang sangat kental dengan perpaduan dua budaya (Cina-Jawa) adalah Lasem di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Batik Lasem dikenal karena unik.
Keunikan dari akulturasi ini tampak jelas pada lembaran-lembaran kain batik Lasem yang dihasilkan pengusaha Batik Cina di Lasem. Batik Lasem sempat booming tahun 1900-an dengan ragam hias pada batik Lasem yang unik, dan mengalami kemunduran pada tahun 1960-an.
Berdasarkan hasil penelitian Batik Lasem Cina peranakan muncul karena banyak penduduk Cina yang menetap di Lasem, mayoritas orang-orang Cina bergerak dalam bidang perdagangan.
Salah satu barang dagangannya adalah kain batik yang sudah berkembang di Lasem, mereka mulai mengusahakan kain batik dengan ciri khas mereka yang dipadukan dengan ciri khas Jawa.
Hak istimewa yang dimiliki masyarakat Cina semakin membuat masyarakat Cina lebih ingin menunjukkan etnisitasnya melalui kain batik. Masyarakat Cina menuangkan budaya-budaya Cina yang masih dipercayai sebagai motif dalam ragam hias batik Lasem Cina Peranakan.
Dilansir dari jurnal ‘Perkembangan Motif Batik Lasem Cina Peranakan tahun 1900-1960’ yang ditulis Murniasih Dwi Rahayu Pada motifnya terdapat campuran motif-motif Cina, motif Jawa (Keraton), dan gaya pesisiran.
Motif gaya Cina terdapat pada ragam hias burung Phoeniks, kupu-kupu, dan bentuk-bentuk tumbuhan (Bungan empat musim yang dipercaya oleh masyarakat Cina). Sedangkan yang mewakili motif keraton seperti garuda, lereng, kawung, dan lain sebagainya. Pengaruh pesisir nampak pada warna-warna cerah yang ditampilkan.
Khusus untuk ragam hias kupu-kupu, sebenarnya merupakan pengaruh Cina, dimana kupu-kupu merupakan lambang cinta abadi seperti dalam cerita Sam Pek Eng Tay. Begitu pula motif hias burung merak yang pada awalnya juga berasal dari budaya Cina.
Selain batik Tokwi, laman Budaya Indonesia menjelaskan pada masa penjajahan Jepang, juga muncul sebuah jenis motif hasil akulturasi budaya yang tidak kalah unik, yaitu batik Jawa Hokokai.
Batik jenis ini diproduksi oleh orang-orang peranakan, atau keturunan Cina di Jawa dengan pengaruh budaya Jepang yang juga sangat kental.
Ragam hias yang biasa digunakan adalah bunga sakura, bunya krisan, dahlia dan anggrek dalam buket atau lung-lungan atau dengan ragam hias kupu-kupu dan burung merak.
Batik Jawa Hokokai diciptakan oleh para pengusaha Cina saat itu dengan tujuan menyesuaikan diri dengan pemerintahan Jepang di khususnya Pekalongan.
Meskipun namanya berbau Jepang dan muncul pada masa pendudukan Jepang, tetapi batik Hokokai tidak diproduksi untuk keperluan Jepang melainkan untuk orang-orang Indonesia sendiri.
Laporan: Muhammad Hafidh
Foto: Istimewa