Artikel ini ditulis oleh Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta.
Terlalu banyak contoh di Indonesia di mana pemegang kekuasaan mengkhianati kepercayaan publik dan menyalahgunakan wewenangnya.
Skandal-skandal besar seperti keterlibatan Teddy Minahasa dalam jaringan narkoba dari kantornya sendiri, adanya oknum di Kominfo yang diduga berperan dalam memfasilitasi operasi judi online, kasus Ferdy Sambo yang menggegerkan integritas kepolisian, dan lain sebagainya, hanyalah beberapa dari banyak kisah suram tentang para pejabat yang berkhianat terhadap kepercayaan yang diberikan.
Fenomena ini menunjukkan betapa besar tantangan yang dihadapi masyarakat dan pemerintah dalam menuntaskan kasus-kasus kejahatan serius seperti judi online, khususnya karena tidak sedikit dari pelaku dan fasilitatornya berasal dari jajaran pejabat yang justru diharapkan untuk memberantas kejahatan tersebut.
Mengapa Pemberantasan Judi Online Tidak Efektif
Pada prinsipnya, pemberantasan judi online tidaklah sulit jika dilihat dari sisi teknis. Dengan kerja sama dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), penegak hukum yang andal, serta dukungan regulasi yang kuat, transaksi dan jaringan pelaku seharusnya dapat dipetakan dan dihentikan.
Selain itu, penutupan akses situs-situs judi online yang tersebar di berbagai negara juga dapat dipercepat melalui kerja sama internasional dan keterlibatan lembaga-lembaga yang memiliki kewenangan lintas negara. Namun, fakta di lapangan berbicara lain: mengapa penindakan terhadap judi online begitu sulit?
Jawabannya terletak pada persoalan yang lebih mendasar—pemberantasan judi online bukan hanya soal teknis atau sumber daya, melainkan soal kemauan politik dan integritas moral dari pejabat yang memiliki wewenang.
Selama masih ada pejabat yang terlibat atau memberikan perlindungan kepada pelaku, upaya pemberantasan judi online akan selalu terbentur kepentingan-kepentingan gelap.
Modus-Modus Penyalahgunaan Wewenang
Kita telah menyaksikan bagaimana para pejabat dengan mudahnya menyalahgunakan wewenangnya untuk keuntungan pribadi, bahkan meski harus melanggar hukum yang seharusnya mereka tegakkan.
Kasus Teddy Minahasa yang diduga mengatur jaringan narkoba dari dalam kantornya, atau oknum-oknum di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang terlibat dalam “pembinaan” situs judi online agar tetap beroperasi, mengindikasikan ada celah besar dalam pengawasan internal dan akuntabilitas di banyak instansi pemerintahan.
Ketika seorang pejabat tinggi yang memiliki kekuasaan untuk melindungi publik justru berkolaborasi dengan pihak kriminal, maka yang terjadi adalah pengkhianatan terhadap rakyat dan hukum itu sendiri.
Judi online merupakan contoh konkret dari masalah ini. Banyak pelaku bisnis judi online memanfaatkan peran pejabat untuk membantu operasional mereka, bahkan dengan menggunakan jaringan rekening dan pengelolaan keuangan yang rapi.
Beberapa di antaranya menyogok pegawai untuk mengelabui sistem keamanan, atau membeli akses melalui oknum yang berwenang dalam mengawasi jaringan internet dan transaksi keuangan.
Pelanggaran ini dilakukan secara sistematis dan berlapis, menunjukkan bahwa upaya pemberantasan tidak mungkin efektif tanpa adanya penegak hukum yang solid, bersih, dan independen.
Pemberantasan Judi Online dan Kebutuhan Kerja Sama yang Solid
Di tengah masalah yang kompleks ini, solusi yang perlu dilakukan sebenarnya adalah pemberantasan yang terintegrasi dan sinergis, melibatkan PPATK, Kementerian Kominfo, serta instansi keamanan yang kuat dan bebas dari campur tangan pejabat korup.
Namun, realitasnya, berbagai contoh penyalahgunaan kekuasaan menunjukkan bahwa sistem pemberantasan ini belum solid dan cenderung rentan untuk dikorupsi.
Ada beberapa langkah strategis yang bisa direkomendasikan untuk memperkuat upaya pemberantasan judi online, antara lain:
Penegakan Hukum yang Transparan dan Terbuka
Kasus judi online hanya bisa diberantas jika ada penegakan hukum yang transparan, dengan keterlibatan berbagai pihak independen yang memantau jalannya proses hukum.
Hal ini dapat dilakukan dengan memastikan bahwa pihak-pihak yang berwenang memiliki integritas tinggi dan diawasi oleh komisi atau lembaga independen yang berwenang memeriksa tindakan aparat penegak hukum.
Sanksi Tegas terhadap Oknum yang Terbukti Terlibat
Seringkali, ketika pejabat atau aparat terlibat dalam skandal besar, sanksi yang diberikan tidak sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan.
Oleh karena itu, perlu adanya sanksi yang keras dan tegas terhadap mereka yang terbukti terlibat, baik dalam bentuk pemecatan, pencabutan hak pensiun, atau hukuman pidana berat.
Penguatan SOP dan Pengawasan Internal Kementerian dan lembaga yang memiliki kewenangan harus memperketat Standar Operasional Prosedur (SOP) dan sistem pengawasan internalnya.
Hal ini termasuk pengawasan dalam pemblokiran situs judi online yang perlu dipantau lebih ketat, mengingat celah yang seringkali dimanfaatkan oleh oknum untuk menerima imbalan dengan tidak memblokir situs-situs tersebut.
Kerja Sama Internasional dalam Mengatasi Judi Online
Judi online yang beroperasi di berbagai negara memerlukan kerja sama internasional dalam pemberantasannya. Negara-negara seperti Taiwan, Kamboja, dan Thailand yang sering menjadi pusat server judi online perlu didekati dengan kerja sama keamanan agar regulasi yang diterapkan bisa lebih efektif. Hal ini perlu ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama yang konkret untuk mematikan jaringan judi online lintas negara.
Transparansi Keuangan oleh PPATK
PPATK memiliki peran yang sangat penting dalam memetakan transaksi keuangan yang mencurigakan, khususnya yang terkait dengan bisnis judi online.
Penguatan peran PPATK, serta peningkatan kapasitas teknologi untuk memantau transaksi digital, dapat membantu menutup akses para pelaku judi online dalam mengelola transaksi keuangan.
Pemberantasan judi online memerlukan sistem yang bebas dari intervensi pejabat yang bermasalah.
Untuk menciptakan itu, pemerintah perlu menunjukkan komitmen yang nyata dengan menindak semua pelaku, termasuk para pejabat tinggi yang terlibat. Jika tidak ada tindakan nyata terhadap para pejabat yang melanggar kepercayaan publik, maka pemberantasan judi online hanya akan menjadi retorika tanpa hasil.
Di sisi lain, masyarakat sipil juga perlu dilibatkan dalam mengawasi dan mendukung penegakan hukum, agar tidak ada celah bagi pejabat korup untuk menyalahgunakan jabatannya. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan praktik judi online dapat diminimalisir, dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah dapat dipulihkan.
[***]