MENGAPA buang sampah sembarangan, tempat pembuangan akhir (TPA) sampah liar dan membakar sampah dilarang? Beberapa pertanyaan ini setidaknya harus dijawab dalam perspektif kebijakan dan hukum serta medis.
Dalam Bab X Pasal 29 UU No. 18/2019 tentang Pengelolaan Sampah menyatakan: (1) Setiap orang dilarang: a. memasukan sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, b. mengimpor sampah, c. mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan beracun, d. mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan.
Kemudian e. membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan sediakan, f. melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat pemrosesan akhir, dan/atau g. membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah.
Ayat (2) menyatakan, ketentuan lebih lanjut mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf c, dan huruf d diatur dengan peraturan pemerintah. Selanjutnya Ayat (3), ketentuan lebih lanjut mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, huruf f dan huruf g diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota.
Akibat dari kegiatan pengelolaan sampah yang melawan hukum akan berbuntut pada pemberian sanksi administrasi dan pidana serta denda. Untuk menjalankan hukum tersebut harus ada kerja sama antara Pemerintah Pusat dan pemerintah kabupaten/kota.
Oleh karena itu pemerintah kabupaten/kota harus punya Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengelolaan Sampah. Karena di tingkat pusat sudah ada UU dan PP-nya. Dalam konteks ini daerah harus mengikuti pemerintah pusat sesuai dengan kelaziman struktur peraturan dan perundangan di Indonesia.
Dalam konteks tersebut UU No. 18/2008 sudah punya turunannya, seperti PP No. 81/2012 tetang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga, juga Perpres No. 97/2018 tentang Strategi dan Kebijakan Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga.
Setidaknya ‘policy’ dan produk peraturan perundangan tersebut dapat dijadikan pijakan kuat dan jelas. Semua provinsi dan daerah kabupaten/kota selayaknya memiliki Perda tentang Pengelolaan Sampah dan aturan teknis lainnya.
Selanjut, pengelolaan sampah yang buruk, seperti membuang sampah sembarangan, TPA liar, membakar sampah secara massif akan timbulkan dampak serius terhadap estetika/keindahan, kelestarian lingkungan. Dan dampak yang paling buruk adalah ancaman kesehatan, seperti penyakit ISPA, diare, alergi kulit, radang paru-paru/TBC, dll.
Seperti pembakaran sampah plastik yang tidak normal timbulkan dioxin-furan penyebab penyakit kanker dan penyakit lain. Sejumlah riset membuktikan kesahihannya.
Mestinya pemerintah pusat dan kabupaten/kota semakim memperketat pengawasan dan penegakkan hukum terhadap kegiatan kelola sampah yang melanggar hukum. Kedua, menyediakan sarana prasarana pengelolaan sampah.
Ketiga, memberi insentif, memfasilitasi teknologi, permodalan, pasar dan informasi berkaitan pengelolaan sampah, seperti pasar daur ulang. Keempat, melakukan advokasi/pendampingan dan edukasi tentang pengelolaan sampah multi-teknologi ramah lingkungan.
Oleh Bagong Suyoto, Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNAS)