WAMEN ESDM Arcandra Tahar menyatakan di Jakarta (8/9) bahwa pemerintah akan segera menerbitkan peraturan guna merestui transfer 39% saham Pertamina di Blok Mahakam kepada Total, Prancis. Padahal sebelumnya, pada 2016 Menteri ESDM Sudirman Said, sudah pernah menetapkan bahwa saham yg akan ditransfer hanya 30%.
Dengan semakin turunnya volume saham yang dimiliki Pertamina, maka semakin kecil pula prospek besarnya keuntungan yang akan diperoleh Pertamina (rakyat!) dari pengelolaan dan pemilikan saham oleh Pertamina di Blok Mahakam. Oleh sebab itu, dengan ini IRESS menyatakan penolakan atas rencana Kementerian ESDM tersebut, dan meminta agar publik ikut menuntut agar rencana peningkatan pemilikan saham oleh Total tersebut dibatalkan!
Selama ini Total bersikap arogan dan tidak pernah menyatakan minat atas penawaran 30% saham oleh Menteri ESDM Sudirman Said. Sebaliknya Total terus memaksa untuk memiliki saham hingga 39% dan tetap ingin menjadi pengelola/operator Blok Mahakam pasca 2017.
Sampai-sampai CEO Total, Patrick Pouyanne, datang ke Jakarta pada 7 April 2017 yang lalu, karena adanya “sinyal†dari pejabat negara yang akan memenuhi permintaan Total. Menteri ESDM Ignatius Jonan pernah mengatakan akan memberi kesempatan kepada Total untuk memiliki 39% saham dan menjadi operator Mahakam pasca 2017 (Senipah, Kaltim, 13/3).
Karena adanya keberatan berbagai pihak, protes sejumlah kalangan dan telah terbitnya surat penawaran resmi dari Sudirman Said pada 2016, Kementerian ESDM urung memenuhi permintaan Patrick Pouyanne pada April 2017. Namun setelah 5 bulan berlalu, Kementerian ESDM justru berubah menjadi “murah hati” dan berencana memenuhi permintaan Total.
Mengapa Pemeringahan Jokowi justru tunduk pada tuntutan asing? Kita pantas mempertanyakan motif dibalik perubahan sikap ini. Kita pun menuntut agar pengalihan saham Blok Mahakam dilakukan sesuai dengan konstitusi dan kepentingan ketahanan energi nasional. Kita harus menjaga martabat dan harga diri bangsa, dan tidak lagi mengidap penyakit inlander dan bermental budak.
Dipahami bahwa Total memang akan membayar “nilai tertentu yang wajar” (melalui kesepakatan yang dikenal dengan istilah “B to Bâ€) kepada Pertamina atas akuisisi 39% saham tersebut. Namun jika nilai akuisisi saham ditetapkan tanpa melalui perhitungan yang wajar, transparan dan melibatkan “lembaga penilai” independen, maka adanya praktik suap-menyuap dan KKN cukup potensial terjadi. Pemerintah dan KPK diminta untuk menjamin jika praktik busuk tersebut tidak akan pernah terjadi.
Sebagai ilustrasi, jika secara objektif nilai wajar 30% saham Blok Mahakam adalah US$ 2,2 miliar. Lalu pemerintah mengumumkan kepada publik telah “berhasil” memperoleh persetujuan Total untuk membayar US$ 1 miliar. Maka, selisih nilai wajar dan nilai yang disetujui tersebut (US$2,2 miliar – US$1 miliar = US$1,2 miliar) sangat leluasa dan rawan “dikompromikanâ€, sehingga dapat berubah menjadi objek yang dimanipulasi dan dikorupsi oknum-oknum pemburu rente. Potensi terjadinya korupsi ini jelas membawa kerugian yang sangat besar pula bagi rakyat.
Prospek kerugian rakyat juga potensial terjadi jika “nilai wajar” harga saham yang disepakati justru hanya mengacu pada harga minyak dunia yang saat ini sedang rendah. Mestinya prospek kembali naiknya harga minyak dimasa depan diperhitungkan, sehingga nilai akuisisi yang akan dinikmati Pertamina (rakyat) menjadi lebih tinggi. Apalagi, cadangan terbukti migas Mahakam masih sangat besar. Pemerintah mestinya “sangat paham†tentang hal ini.
Terlepas dari besarnya nilai saham yang akan dishare-down, apakah 30% atau 39%, IRESS menuntut pemerintah untuk membatalkan penawaran saham Blok Mahakam kepada Total. Selanjutnya, pemerintah diminta melakukan tender terbuka guna mengundang kontraktor-kontraktor migas memberikan penawaran tertinggi atas saham yg akan dishare-down tersebut. Dengan demikian Pertamina (rakyat) akan memperoleh harga terbaik dan bebas dari potensi terjadinya KKN. Jangan lupa, Total sudah menghisap SDA Blok Mahakam selama setengah abad. Hal ini sudah lebih dari cukup, dan tidak perlu diperpanjang!
Wamen ESDM mengatakan secara yuridis Kementerian ESDM akan mempersilakan Total menguasai 39% saham Blok Mahakam. Mengapa Kementerian ESDM perlu menggunakan kata “secara yuridis”? Bukankah penawaran resmi 30% saham oleh Sudirman Said, yang bukan saja berdasarkan landasan yuridis, tetapi justru lebih prospektif memberikan keuntungan bagi rakyat dibanding rencana penawaran 39% oleh Ignatius Jonan? Apakah ini dalam rangka memuluskan keinginan dan agenda Total beserta antek-antek domestiknya?? Disini kita berharap tidak terjadi akrobat kata-kata dan manipulasi informasi!
Wamen ESDM juga mengatakan “Sesuai dengan arahan Pak Menteri ESDM, boleh up to 39%. Up-nya itu maksimal. Suratnya sedang kita persiapkan”. Dikatakan, waktunya tidak lama lagi. Namun dengan berbagai potensi yang merugikan rakyat seperti uraian di atas, waktu yang ada kita minta digunakan oleh Kementerian ESDM untuk segera membatalkan rencana akusisi saham oleh Total, bukan justru untuk memenuhi keinginan Total.
Terakhir, IRESS ingin mendesak untuk menghentikan rencana transfer 39% saham Mahakam kepada Total atas alasan apapun. Lakukan tender terbuka untuk mendapatkan penawaran tertinggi atas rencana share-down saham Pertamina di Mahakam.
Libatkan KPK untuk mengawal proses transaksi saham tersebut, mengingat KPK sudah cukup berperan menjebloskan Menteri dan Wamen ESDM sebelumnya ke penjara karena kasus-kasus korupsi sektor migas.
Oleh Marwan Batubara, Direktur Eksekutif IRESS