Artikel ini ditulis oleh Achmad Nur Hidayat, MPP, Ahli Kebijakan Publik dan Ekonom UPN Veteran Jakarta.
Keterlambatan penyediaan air dan listrik di Ibu Kota Nusantara (IKN) telah menciptakan narasi bahwa hambatan ini berada di luar kendali Presiden Joko Widodo.
Dua faktor utama adalah upaya pergeseran tanggung jawab dan pergeseran kepentingan elit politik.
Presiden tampaknya berusaha mengalihkan perhatian dari tanggung jawab langsungnya dengan menyoroti masalah teknis, meskipun sebagai pemimpin tertinggi, ia memiliki tanggung jawab utama.
Selain itu, proyek IKN melibatkan banyak elit politik dengan agenda berbeda, yang menimbulkan konflik kepentingan dan memperlambat kemajuan proyek.
Presiden Jokowi, yang sebelumnya sangat antusias dengan proyek ini, sekarang menunjukkan sikap lebih hati-hati.
Pemimpin yang efektif seharusnya mengajarkan pentingnya perencanaan matang, transparansi, dan akuntabilitas dalam proyek besar serta perlunya kepemimpinan yang efektif untuk mengatasi hambatan dan memastikan manfaat nyata bagi masyarakat.
Ada dua kemungkinan yang dapat menjelaskan situasi tersebut:
Pertama, Upaya Pergeseran Tanggung Jawab
Pernyataan Presiden Joko Widodo terkait ketidaksiapan infrastruktur dasar seperti air dan listrik di IKN dapat dilihat sebagai upaya untuk mengalihkan perhatian dari tanggung jawab langsungnya.
Dengan menyoroti masalah teknis yang belum terselesaikan, Presiden mungkin berusaha menunjukkan bahwa hambatan tersebut berada di luar kendalinya langsung, meskipun sebagai pemimpin tertinggi, ia memiliki tanggung jawab atas keberhasilan keseluruhan proyek.
Upaya pergeseran tanggung jawab ini sering digunakan dalam politik untuk menghindari kritik langsung dan mempertahankan citra positif di hadapan publik.
Padahal, posisi kepresidenan di Indonesia sangat kuat dan memiliki pengaruh besar terhadap jalannya proyek-proyek nasional. Institusi kepresidenan yang didesain oleh konstitusi UUD sangat powerful dan sangat determinan dalam pengambilan keputusan strategis, termasuk dalam proyek-proyek besar seperti IKN.
Oleh karena itu, meskipun ada masalah teknis yang belum terselesaikan, tanggung jawab utama tetap berada di tangan Presiden.
Mengalihkan tanggung jawab hanya akan memperpanjang penyelesaian masalah dan menunjukkan kurangnya kepemimpinan yang efektif.
Dalam situasi ini, penting bagi Presiden untuk mengambil tanggung jawab penuh dan bekerja sama dengan semua pihak terkait untuk memastikan proyek berjalan sesuai rencana dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
Kedua, Terjadi Pergeseran Kepentingan Elit Politik
Dalam proyek besar seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), keterlibatan berbagai elit politik dan kelompok kepentingan tidak bisa dihindari.
Elit politik sering kali memiliki agenda tersendiri yang dapat mempengaruhi berbagai tingkat keputusan dan pelaksanaan proyek.
Konflik kepentingan atau perbedaan prioritas di antara para elit ini bisa menjadi salah satu alasan utama di balik keterlambatan dan masalah yang muncul.
Elit politik mungkin memiliki berbagai motivasi, mulai dari mencari keuntungan pribadi hingga mempertahankan kekuasaan dan pengaruh mereka.
Kepentingan ekonomi, seperti investasi dalam proyek infrastruktur atau properti, sering kali menjadi pendorong utama bagi keterlibatan mereka.
Ketika berbagai kelompok kepentingan ini saling bersaing untuk mendapatkan manfaat terbesar, keputusan yang seharusnya diambil untuk kepentingan umum kadang dibajak menjadi untuk kepentingan oligarki ekonomi saja.
Perbedaan prioritas antara elit politik dan elit ekonomi juga dapat menyebabkan perubahan arah proyek yang tidak sesuai dengan rencana awal.
Misalnya, satu oligarki ekonomi mungkin lebih fokus pada pembangunan perumahan sementara kelompok lain lebih tertarik pada pengembangan properti komersial seperti kawasan mall atau kawasan finansial-ekonomi distrik.
Akibatnya, di antara elit politik dan ekonomi ada persaingan yang saling menjatuhkan yang menyebabkan sumber daya dan perhatian terbagi, yang pada akhirnya memperlambat kemajuan proyek secara keseluruhan.
Konflik kepentingan dan aksi merampok pengaruh di IKN ini juga dapat mempengaruhi transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan proyek.
Keputusan yang diambil mungkin lebih didasarkan pada keuntungan oligarki atau kelompok tertentu daripada pada keberhasilan proyek itu sendiri.
Hal ini menimbulkan ketidakpercayaan di kalangan masyarakat dan mengurangi efektivitas proyek dalam mencapai tujuannya.
Kesimpulan
Dalam situasi seperti ini, mungkin saja Presiden Jokowi memilih ingin berhati-hati untuk mengelola keterlibatan elit politik dan kelompok kepentingan tersebut sehingga tidak mau buru-buru pindah ke IKN seperti bulan Maret 2024 lalu yang menggebu berkemah di IKN.
Bila melihat rekam jejak Presiden Jokowi yang menggebu soal berpindah ke IKN, kini menjelang tiga bulan berakhirnya masa kepresidenannya, Presiden menunjukkan narasi yang kehilangan gairah terkait IKN.
Rekam jejak antusias Jokowi dalam beberapa waktu lalu, seperti rencana HUT RI di IKN, rencana pemindahan ASN ke IKN, dan seringnya berkemah di IKN, menunjukkan bahwa ada perubahan sikap yang signifikan.
Untuk mengatasi situasi ini, penting bagi pemimpin masa depan untuk belajar dari pengalaman ini dan memastikan bahwa setiap proyek besar didasarkan pada perencanaan matang, transparansi, dan akuntabilitas yang kuat.
Kepemimpinan yang efektif dan tanggung jawab penuh dari pemimpin tertinggi adalah kunci untuk mengatasi hambatan dan memastikan bahwa proyek seperti IKN dapat berjalan sesuai rencana dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
[***]