Artikel ini ditulis oleh Muslim Arbi, Direktur Gerakan Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu.
Jendral Purnawirawan Moeldoko, mantan Panglima TNI sampai saat ini masih menjabat sebagai KSP, Kepala Staf Presiden.
Artinya, Moeldoko, putera Kediri itu masih sebagai pejabat pemerintahan Jokowi yang bertugas di Istana Negara.
Artinya Moeldoko adalah bawahan Jokowi. Dan sampai saat ini pun Jokowi masih mempertahankan mantan KASAD Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu sebagai Kepala Staf Presiden.
Artinya, segala tindakan Moeldoko sebagai Kepala Staf Presiden (KSP) pasti laporan dan diketahui Jokowi sebagai atasannya.
Publik tahu itu. Dan publik tahu Moeldoko sedang ajukan gugatan ke MA untuk berjuang keras merebut Partai Demokrat dari kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Gugatan sebelum melalui PN dan PT Moeldoko selalu kalah. Artinya Moeldoko gagal merebut dan menguasai Partai Demokrat. Partai yang dilahirkan dan dibesarkan oleh SBY Presiden ke-6 RI.
Publik ketahui Jendral Moeldoko bukan pendiri partai Demokrat, pengurus atau kader Partai Demokrat.
Menjadi pertanyaan. Kalau memang Jendral Moeldoko mau berpolitik, mengapa Moeldoko tidak mencontoh senior-senior nya seperti Jenderal Eddy Sudradjat yang mendirikan partai PKPI, Jenderal Wiranto yang melahirkan Partai Hanura, Jenderal Prabowo yang membikin Partai Gerindra.
Mengapa Moeldoko berjuang keras merebut Demokrat dan Jokowi membiarkannya?
Publik juga bertanya. Apakah Jokowi tidak tahu tindakan Moeldoko selama ini? Pasti tahu lah. Tapi mengapa membiarkan Moeldoko lakukan itu?
Ada beberapa kemungkinan sikap Jokowi membiarkan Moeldoko terus merebut Demokrat.
1. Moeldoko memang sedang diadu dengan SBY oleh Jokowi.
2. Jika Moeldoko sukses mengambil alih Demokrat melalui MA, maka bisa jadi Moeldoko dijadikan Cawapres mendampingi Ganjar?
3. Dan demikian, Anies akan gagal capres karena Demokrat Moeldoko pasti akan pro ke Istana dan calon Istana.
4. Karena untuk amankan Agenda Jokowi gagalkan Pencapresan Anies. Maka langkah Moeldoko pasti didukung oleh Jokowi.
5. Jika Jokowi tidak dukung Moeldoko. Maka dipastikan Jokowi akan berikan sanksi terhadap Moeldoko karena dianggap telah bertindak merusak. Rusak konsitusi; rusak demokrasi; rusak moral dan hukum.
6. Artinya, Jokowi memang berada di belakang Moeldoko.
Apakah memang demikian yang terjadi sehingga Jokowi membiarkan Moeldoko berjuang keras dan mati-matian demi merebut Demokrat?
Jika Jokowi memang tidak berada di belakang Moeldoko, maka di pastikan Moeldoko akan dibuang dari Istana sebagai KSP. Namun itu tidak dilakukan oleh Jokowi.
Publik membaca. Manuver Moeldoko merebut Demokrat dengan menggunakan MA (Mahkamah Agung) dari SBY pasti disokong Jokowi dan Jokowi berada di belakangnya.
Publik juga menganggap, apakah ada dendam yang sangat Jokowi terhadap SBY? Sehingga mau gampar SBY pakai tangan Moeldoko?
Apakah ini yang dimaksud dengan cawe-cawe oleh Jokowi dalam soal Pilpres?
Jakarta, 6 Juni 2023
[***]