MENGKHAWATIRKAN. Defisit transaksi berjalan (Current Account/CAD) Indonesia sepanjang tahun 2018 telah mencapai angka US$ -31,060 miliar. Ini adalah defisit terbesar sepanjang sejarah era reformasi.
Defisit ini telah melompat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun awal pemerintahan Tahun 2015 lalu dengan nilai defist transaksi berjalan senilai US -17,519 miliar.
Jika dirupiahkan, nilai defisit transaksi berjalan sepanjang tahun 2018 tersebut mencapai Rp. -441,05 triliun (asumsi 1 USD – Rp. 14.200). Ini adalah nilai yang sangat besar yang belum pernah terjadi sejak Indonesia berdiri.
Nilai defisit yang sangat membahayakan masa depan ekonomi dan bahkan lebih jauh dapat membahayakan masa depan kedaualatan bangsa Indonesia.
Apa Pemicunya?
Pemicu defisit CAD adalah Defisit Pendapatan Primer. Nilai defisit pendapatan primer tahun 2018 adalah sebesar US $ -30,420 miliar atau jika di rupiahkan mencapai Rp. -431,95 triliun. Di dalam defisit tersebut terdapat defisit jasa jasa asing yakni senilai US $ -7,101 miliar atau dalam rupiah senilai Rp. 100,84 triliun.
Apa itu defisit pendapatan primer? Yakni defisit yang diakibatkan oleh kompensasi tenaga kerja dan pendapatan investasi asing.
Yang dimaksud dengan pendapatan investasi asing dapat berasal dari investasi langsung, investasi portofolio, maupun investasi lainnya.
Selanjutnya, defisit jasa jasa adalah defisit yang disebabkan oleh pembayaran atas jasa jasa asing di Indonesia.
Ketergantungan pada investasi asing.
Indonesia tidak sekedar berposisi membutuhkan investasi asing dalam membiayai pembangunan, namun sudah pada posisi ketergantungan.
Artinya investasi asing menentukan baik atau tidaknya keadaan ekonomi Indonesia. Bahkan investasi asing menentukan perubahan kondisi politik Indonesia.
Investasi asing dalam penanaman modal langsung (FDI) di Indonesia mencakup 80% dari total investasi yang ada. Di sektor migas masih berada pada posisi 88%. Di sektor keuangan dan perbankan sekitar 70-80 persen.
Ketergantungan Pada Utang Luar Negeri
Utang luar negeri telah menjadi sandaran utama ekonomi Indonesia. Namun yang paling membahayakan adalah pemerintan bersandar pada utang luar negeri untuk melanjutkan dan membiayai pemerintahan.
Utang luar negeri pemerintah dan otoritas moneter pada tahun 2014 senilai USD 129,736 miliar. Hingga kuartal I 2019 utang luar negeri pemerintah dan otoritas moneter mencapai USD 190,465 miliar atau meningkat 47 % (belum termasuk peningkatan akibat selisih kurs).
Sementara utang luar negeri swasta tahun 2014 senilai USD 163,592 miliar. Utang luar negeri swasta hingga kuartal 1 2019 senilai USD 197,127 miliar atau meningkat sebesar 20 %.
Surat utang negara pada tahun 2014 senilai Rp. 1,101,648 miliar meningkat menjadi Rp. 2,131,895 pada Juni 2019 atau bertambah sebesar Rp. 1,030,247 miliar atau sebesar 94 %.
Selanjutnya surat berharga syariah Negara (SBSN) pada tahun 2014 senilai Rp. 143,901 miliar meningkat menjadi Rp. 460,468 miliar pada Juni 2019 atau bertambah sebesar Rp. 316,567 miliar atau sebesar 220%.
Ketergantungan Barang Impor
Indonesia sangat bergantung pada barang barang impor. Terutama bahan baku dan barang barang konsumsi. Sebanyak 70 persen impor Indonesia asalah bahan baku.
Sisanya adalah barang konsumsi. Industri di Indonesia adalah industri bernilai tambah rendah karena hanya industri rakitan bahan baku impor.
Impor yang besar dibiayai dengan ekspor bahan mentah. Akibatnya ekspor Indonesia bernilai tambah rendah dan tidak dapat mengimbanginya impor hasil industri.
Akibatnya utang luar negeri menjadi sumber devisa untuk membiayai impor. Ini berarti masyarakat Indoensia bisa makan sehari dari utang.
Tidak hanya tergantung pada barang impor. Indonesia juga terjebak dalam ketergantungan jasa jasa impor. Akibatnya defisit jasa juga sangat besar.
Lebih besar dari nilai defisit perdagangan. Defisit jasa makin dipicu oleh pembangunan infrastruktur yang menggunakan bahan impor dan tenaga kerja impor.
Kesimpulan
Defisit CAD Indonesia adalah defisit permanen, yang merupakan muara dari sistem ekonomi dan politik yang bergantung pada asing.
Defisit ini hanya dapat diatasi dengan perombakan total mulai dari perubahan paradigma politik dan ekonomi dan pembenahan sistem politik.
Arah perubahan yang dimaksud adalah menuju kepada visi kemerdekaan, lepas dari ketergantungan dan hubungan yang setara tanpa ekploitasi antar bangsa di dunia. Visi bangsa harus sejalan dengan amanat pembukaan UUD 1945.
Oleh Pengamat Ekonomi Politik, Salamuddin Daeng