Artikel ini ditulis oleh Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik.
Sepanjang Jokowi masih menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, maka secara hukum Jokowi tidak dapat diadili. Meskipun Jokowi korupsi, menyalagunakan kekuasaan, bahkan ketahuan maling sekalipun, imunitas sebagai Presiden akan melindunginya dari jerat hukum.
Adapun proses pemakzulan Jokowi di Mahkamah Konstitusi yang diawali dari Hak Menyatakan Pendapat (HMP) DPR, maka sejatinya ini bukan peradilan hukum melainkan peradilan politik. Kenapa demikian? Karena syarat mengadili Jokowi di MK hanya bisa terjadi, ketika mendapat restu politik dari DPR.
Proses pemakzulan sendiri, meskipun harus melalui lembaga peradilan di MK, sejatinya adalah proses politik. Putusan MK terhadap pemakzulan juga merupakan putusan yang bersifat politik.
Bahkan, hingga MK memutuskan memakzulkan Jokowi, follow up nya tetap harus melalui otoritas politik yakni harus ditindaklanjuti melalui sidang istimewa MPR RI untuk menetapkan pemakzulan Jokowi, menetapkan Wapres menjadi Presiden sekaligus memilih dan menetapkan pengganti Wapres.
Namun, ketika Jokowi tidak lagi menjabat Presiden, Jokowi menjadi warga negara biasa, maka proses hukum terhadap Jokowi bisa dilakukan. Untuk memproses Jokowi, tak dibutuhkan persetujuan DPR, tak perlu melibatkan MPR, bahkan bisa diproses pidana tanpa melalui MK.
Jokowi bisa disidik oleh penyidik sekelas Polsek untuk diadili terkait kasus dugaan ijazah palsu Jokowi. Kasus pemalsuan dokumen berdasarkan Pasal 263 KUHP bisa ditangani oleh penyidik sekelas Polsek.
Kasus dugaan korupsi Kaesang dan Gibran juga bisa bergulir lagi di KPK, setelah sebelumnya macet karena terhambat ‘otoritas’ Presiden.
Proyek korup IKN, yang merugikan keuangan negara, yang membebani APBN, yang memberatkan pajak rakyat, akan diproses tanpa halangan. Secara legacy, Presiden pengganti Jokowi tidak terikat dengan IKN, mudah saja bagi mereka untuk membatalkan proyek IKN dengan alasan ‘Mendengar Aspirasi Rakyat’.
Bahkan, jika Prabowo dan Ganjar pun jadi Presiden, mudah bagi keduanya untuk meninggalkan Jokowi setelah menjadi Presiden, dan ikut membatalkan Proyek IKN. Adapun Luhut Binsar Panjaitan, setelah Jokowi tidak menjadi Presiden, dia adalah ‘No Body’. Luhut pun bisa di seret ke pengadilan, atas sejumlah penyalahgunaan wewenang, perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri dan korporasi, merugikan keuangan negara, berdalih investasi.
Kasus-Kasus Anak dan Mantu Jokowi, baik dalam status Walikota Solo dan Walikota Medan, akan diproses, tak ada lagi penghalang otoritas Presiden. Seluruh kroni Jokowi, yang saat ini tidak segera menepi dan menjauh dari Jokowi juga akan dicatat namanya, dan diadili semuanya.
Waktu untuk itu tidak lama, sangat dekat, tinggal menunggu paska 20 Oktober 2024, bahkan bisa lebih cepat dari itu jika terjadi dinamika Politik. Kasus cawe-cawe Jokowi, pembegalan Partai Demokrat, Penjegalan Anies Baswedan, Ijazah Palsu, dapat menggerakkan rakyat untuk mengaktivasi People Power.
Jadi, sabarlah wahai Jokowi, sesungguhnya kami segenap rakyat juga bersabar, menunggu waktu itu. Menunggu Jokowi lengser, dan menyeretnya ke meja persidangan dan mengirimnya ke penjara.
[***]