KedaiPena.Com- Pemerintah dan DPR menyepakati RUU omnibus law tentang Reformasi Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan masuk dalam prolegnas prioritas di tahun 2021. RUU ini menggantikan, RUU Bank Indonesia (BI) yang sempat menuai banyak polemik di prolegnas 2021.
Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati mengatakan, bahwa RUU omnibus law tentang Reformasi Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan terdapat di prolegnas 2021 nomor 11.
“RUU Bank Indonesia didrop dari prolegnas dan diganti dengan RUU Reformasi Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (omnibuslaw). Ada di prolegnas 2021 nomor 11,” kata Anis sapaanya kepada KedaiPena.Com, Kamis, (21/1/2021).
Anis sendiri mengaku belum mengetahui, isi dari RUU omnibus law tentang Reformasi Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan terdapat di proglenas 2021 ini.
“RUU pengganti kan belum ada bahannya. Jadi belum tahu isinya,” kata Politikus PKS.
Senada Anggota Baleg DPR lainya Hendrawan Supratikno mengatakan, Komisi XI DPR memprioritaskan RUU Reformasi Penguatan dan Pemantapan Sektor Keuangan dengan metode omnibus law.
“Komisi XI DPR memprioritaskan RUU Reformasi Penguatan dan Pemantapan Sektor Keuangan dengan metode omnibus, dan RUU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah,” ungkap politikus PDIP ini.
Hendrawan melanjutkan, RUU omnibus law tentang Reformasi Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan mulai dibahas tahun ini dan mungkin akan diharmonisasi pada masa sidang berikut (MS IV/2020-21).
“Setelah RUU Reformasi Sektor Keuangan selesai, baru disusul RUU yang lain mulai 2022. Kita lihat nanti,” papar Hendrawan.
Saat disinggung apakah RUU Reformasi Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan berkait dengan amademen UU BI, Hendrawan mengaku belum mengetahui.
“Nanti kita lihat. Baru mulai kelihatan setelah ada harmonisasi di Baleg. Yang sekarang beredar baru versi awal,” papar Hendrawan.
RUU Bank Indonesia sendiri sempat menjadi polemik lantaran independensi bank central tersebut jika UU tersebut digarap. Kala itu, banyak yang menilai adanya upaya untuk membuat BI berada di bawah eksekutif.
Terkait hal tersebut, Hendrawan Supratikno memandang banyak yang belum memahami terkait dengan reformasi disektor keuangan kedepan.
“Banyak yang ngawur. Banyak yang belum paham tentang reformasi sektor keuangan ke depan,” tegas Hendrawan.
Hendrawan menekankan, improvisasi dan politik legislasi-regulasi tak boleh ngawur.
“Kita punya konstitusi,” demikian Hendrawan.
Respon Indef Soal RUU Reformasi Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef ) Tauhid Ahmad enggan berbicara banyak terkait RUU Reformasi Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan ini.
Namun demikian, Tauhid mengacu, dari pembahasan terakhir yang ia ketahui, RUU ini berkaitan dengan keterlibatan BI dalam berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan pekerjaan.
“Yang kedua soal beberapa hal terkait dengan otoritas yang mengatur koordinasi kebijakan moneter dan fiskal di bawah Kementerian Keuangan supaya di BI tetap burden sharing, termasuk menghapus badan supervisi bank Indonesia dan sebagainya. Saya kira, isunya masih bergerak disitu,” tegas Tauhid.
Terkait dengan masalah independensi Bank Indonesia, Tauhid mengaku kurang setuju, jika memang hal tersebut yang menjadi fokus pembahasan. Pasalnya, kata Tauhid, sekarang ini independensi bank central kuat untuk menjaga agar inflansi cukup rendah, nilai tukar tetap terjaga tidak boleh lemah atau keduanya tetap stabil.
“Dengan situasi seperti ini BI terpaksa ikut untuk melakukan pembelian di pasar primer terutama untuk surat berharga negara (SBN) kita sehingga BI pun ikut berperan dalam burden sharing,” tutur Tauhid.
Selain itu, Tauhid mengaku, kurang setuju dengan pembentukan komite fiskal dan dewan moneter yang baru itu.
Hal itu, tegas dia, lantaran nantinya membuat komite tersebut jadi lebih besar lagi otoritasnya di bawah koordinasi Kementerian Keuangan.
“Intinya pada keadaan tertentu semua harus di bawah koordinasi kementerian keuangan untuk melakukan tekanan-tekanan untuk mengantisipasi keadaan seperti sekarang ini,” papar Tauhid.
Tauhid pun kurang setuju jika independensi Bank Indonesia hilang. Sebab, kalau itu pasti maka akan berisifat jangka panjang dan membuat BI akan selalu diminta membeli SBN di pasar primer.
“Jadi kalau ada apa-apa Kementerian Keuangan tidak punya uang atau pajak turun dan lain sebagainya lalu ada krisis maupun tidak ada krisis jadi tinggal bilang aja ke BI. Nantinya, akan terus begini walaupun kondisi normal, independensi nya jadi tidak ada,” tandas Tauhid.
Laporan: KedaiPena.Com