Artikel ini ditulis oleh Anthony Budiawan, Managing Director PEPS.
Saran Prof Jimmy Asshiddiqie, mantan Ketua MK, patut di pertimbangkan. Bahkan lebih dari itu, wajib diperjuangkan, agar DPD (Dewan Perwakilan Daerah) dibubarkan saja. Karena keberadaannya sama dengan kebertiadaannya. Alias tidak berguna.
Timing pembubaran DPD sangat penting, jangan sampai mengganggu agenda nasional pemilu (pemilihan umum) dan pilpres (pemilihan presiden), yang segera terlaksana dalam 6 bulan lagi, 14 Februari 2024.
Anggota DPR dan DPD hasil pemilu 2024 akan dilantik pada 20 Oktober 2024. Setelah itu, MPR, yang terdiri dari anggota DPR dan DPD, bisa bersidang untuk menentukan nasib DPD, dan MPR.
MPR yang baru bisa membubarkan DPD pada pemilu selanjutnya, 2029. Sementara itu, DPD tetap berfungsi “tiada guna” hingga masa jabatan 5 tahun ke depan, sampai 19 Oktober 2029, untuk kemudian diganti dengan utusan daerah dan utusan golongan, seperti usulan Prof Jimly.
Kalau perlu, MPR juga bisa kembali menjadi lembaga tertinggi negara, yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden, seperti dimaksud UUD 1945 asli.
Dalam hal ini, MPR harus pastikan, bahwa peraturan pembatasan masa jabatan presiden, yaitu dua kali, tetap berlaku.
Semoga utusan daerah dan utusan golongan seperti diusulkan Prof Jimly bisa jauh lebih bermanfaat bagi negara, dari pada hanya menghabiskan uang negara tanpa kontribusi yang jelas.
Dengan jadwal amandemen konstitusi terkait DPD dan MPR seperti diusulkan di atas, di mana pelaksanaanya dilakukan oleh MPR yang akan datang, maka agenda perubahan konstitusi akan terbebas dari para petualang politik yang mau mencari keuntungan pribadi atau kelompoknya.
Semoga semua pihak sabar menunggu sampai Oktober 2024, sampai terbentuk MPR yang baru.
Jangan gegabah, amandemen konstitusi sembarangan bisa berakibat fatal, bisa ditunggangi kepentingan sesaat.
Mari suarakan, tolak keras amandemen konstitusi oleh MPR saat ini! Mereka sulit dipercaya!
[***]