KedaiPena.Com – Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta No 142 tahun 2019 Tentang Kewajiban Penggunaan Kantung Belanja Ramah Lingkungan (KBRL) yang berlaku efektif sejak 1 Juli 2020 menimbulkan polemik dan membebani pedagang dan masyarakat.
Pergub tersebut melarang pusat perbelanjaan, toko swalayan dan pasar rakyat menggunakan plastik sekali pakai. Pelaku usaha dipaksa beralih ke kantung ramah lingkungan seperti berbahan kertas, kain berbahan polimer atau sebagainya yang dapat digunakan berulang kali (reusable).
Namun yang terjadi di lapangan adalah pedagang dan masyarakat mengeluh karena kesulitan untuk mendapatkan kantoung ramah lingkungan dengan harga murah, dan semakin membebani perekonomian di kala pandemi Covid-19.
Hal senada juga diutarakan oleh Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik yang meminta Pergub KBRL perlu dikaji ulang.
Ketua KPPLI (Koalisi Pemantau Plastik Ramah Lingkungan Indonesia) Puput TD Putra mengungkapan bahwa kebijakan yang dibuat oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan perlu diselaraskan dengan perkembangan teknologi dan tidak membebani masyarakat.
“Saat ini telah terdapat kantung belanja plastik ramah lingkungan dengan teknologi oxobiodegreble yang dapat mendegradasi plastik melalui
proses oksidasi dan biodegradasi dan bisa di makan mikroba (oxidation-biodegradation process),” kata Putra, sapaannya, dalam keterangan yang diterima KedaiPena.Com, Selasa (11/8/2020).
Proses degradasi plastik yang semula membutuhkan waktu selama 500 sampai 1000 tahun, lanjut Putra, dipercepat menjadi dua hingga lima tahun saja. Sehingga kantung dan kemasan plastik ramah lingkungan merupakan salah satu alternatif solusi pengurangan sampah plastik yang tidak dapat terurai di tempat pembuangan akhir (TPA). Dalam UU 18/2008 tentang Persampahan disebutkan, semua sampah yang ke TPA harus terurai.
Puput menambahkan perbedaan pemahaman mengenai definisi kantung belanja ramah lingkungan harus segera disamakan. Dia mencontohkan produk-produk kantung dan kemasan yang sudah ecolabel. Label ini merupakan bagian dari menghadirkan produk kantung dan kemasan plastik yang ramah lingkungan.
Namun, dipahami berbeda-beda. Ramah lingkungan dianggap kantung plastik dengan ketebalan tertentu, wadah yang dapat dipakai berulang kali, walaupun itu berbahan plastik konvensional.
“Maka masyarakat perlu diberi penyadaran untuk beralih menggunakan plastik ramah lingkungan yang mudah terurai di alam secara alami (di TPA),” sambungnya.
Dengan polemik tersebut, Putra melanjutkan, sudah saatnya pergub tentang KBRL direvisi dengan mengakomodasi teknologi kantung belanja plastik ramah lingkungan.
Laporan: Muhammad Lutfi