KedaiPena.Com – Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) merayakan Milad pada 2 Oktober nanti. GPII mengusulkan kepada pemerintah agar salah satu kader terbaik ummat dan bangsa ini, yang juga senior GPII menjadi salah satu pahlawan nasional.
Menurut Karman BM, Ketua Umum GPII, Harsono Tjokroaminoto sangat layak menjadi pahlawan nasional. Sebab, ketua umum pertama GPII tersebut memiliki rekam jejak yang sangat baik.
Harsono Tjokroaminoto lahir di Madiun, 24 April 1912. Ia adalah ketua umum pertama Pucuk Pimpinan Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII). Harsono adalah seorang pejuang dan tokoh politik Indonesia yang berhaluan nonkooperatif dengan Belanda. Ia juga putra Haji Omar Said Tjokrominoto, tokoh besar yang menjadi Guru Soekarno, Semaoen, Alimin, Muso, Soekarno, Kartosuwiryo, bahkan Tan Malaka.
Harsono adalah anak ketiga dari lima bersaudara. Dua kakaknya adalah Netty Utari dan Anwar Tjokroaminoto. Dan dua adiknya bernama Siti Islamiah dan Suyud Achmad Tjokroaminoto.
Harsono mengenyam pendidikan umum di ELS dan MULO. Selain sekolah umum yang disiapkan oleh Belanda, Harsono muda juga sangat tekun menuntut ilmu agama, dengan mendatangi pesantren-pesantren. Sekolahnya berpindah-pindah, dari Surabaya Jawa Timur, Jawa Tengah Jawa Barat dan Jakarta.
“Berbekal pendidkan umum dan pesantren ini dan ditambah bimbingan sang Ayah kemudian membentuk kepribadiannya yang sangat kental dengan nasionalisme dan islamisme. Nasiolisme dan Islamisme digabungkan olehnya dan diperjuangkan melalui organisasi kepemudaan yang didirikan dan dipimpin olehnya yaitu Gerakan Pemuda islam Indonesia (GPII) dan juga Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII),” jelas Karman.
Sejak revolusi proklamasi 17 Agustus 1945 meletus, di dalam kalangan pemimpin Masyumi pada waktu itu, timbul hasrat untuk mengadakan suatu ikatan dari pemuda Islam yang bersifat militan. Gerakan pemuda yang mempunyai semangat jihad untuk kemerdekaan agama, bangsa dan tanah air. Dan yang sangat besar sekali memberikan dorongan ke arah pembentukan organisasi tersebut ialah M. Natsir, K.H.A. Wahid Hasjim, dan Anwar Tjokroaminoto.
“Perpaduan pemikiran ketiga pemimpin ini berputar pada tiga pokok tujuan, yang harus terdapat pada organisasi pemuda Islam Indonesia yang dicita-citakan, yaitu pertama meliputi revolusi, kedua harus dapat menciptakan kader-kader dan bibit pemimpin politik dari perjuangan ummat, dan ketiga harus merupakan suatu lapangan perjuangan yang dapat mempertemukan pemuda-pemuda yang berpendidikan sekolah umum,” jelas Karman.
Ketika semakin banyak pemuda Jakarta yang bergabung dengan markas perjuangan Kramat Raya 19. Terpikir oleh beberapa orang untuk mengganti nama dan mengubah struktur organisasi PP STI supaya dapat menampung dan menjadi wadah perjuangan pemuda Islam.
Dalam salah satu rapat anggota STI yang dipimpin oleh Suroto Kunto, yang dihadiri mahasiswa Sekolah Tinggi Islam, pemuda-pemuda Islam di Jakarta, seperti Anwar Harjono, Karim Halim, Ahmad Buchari, Djanamr Adjam, Sjadeli Muchsin, Adnan Sjahmi, Masmimar, Sjarwani, dan para pemuka Islam yang dapat dicapai ketika itu. Dan disepakati perubahan nama PP STI, pembuatan anggaran dasar, dan memilih pengurus baru termasuk orang-orang di luar STI yang bersimpati kepada perjuangan pemuda Islam.
Akhirnya organisasi baru itu bernama Gerakan, maka jelaslah bahwa sifatnya akan selalu bergerak, menuju ke arah perbaikan dan kemajuan sesuai sifat pemuda, dinamis, lincah, cekatan, siap berkorban, tidak selalu lamban. Kata-kata pemuda dipakai, karena wadah baru itu memang diperuntukan para pemuda, bunga bangsa.
Kata-kata Islam dipakai, karena tekanan memang diletakkan pada kata-kata itu, memberi identitas khusus kepada segenap anggotanya, bahwa mereka adalah pemuda Islam, yang berjuang dengan azas dan dasar ke-Islam-an, dalam mencari ridho Allah dan ikut mempertahankan Negara Republik Indonesia.
Untuk lebih memberi penegasan lagi, bahwa pemuda Islam yang bergerak itu memang pemuda Islam di Indonesia, maka nama Indonesia pun harus dibubuhkan di belakangnya, sehingga wadah baru itu nama lengkapnya adalah Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII).
“Pada waktu itu menjelang sore hari 16.30 WIB tanggal 2 Oktober 1945 diresmikan di Balai Muslimin dengan ketua terpilih adalah Harsono Tjokroaminoto seorang tokoh pemuda, Moefraini Moekmin, shodancho yang melatih kemiliteran para mahasiswa STI A. Karim Halim, pemuda lulusan AMS. Dengan tujuan pertama mempertahankan Negara Republik Indonesia, dan kedua mensyiarkan agama Islam. Dan Harsono Tjokroaminoto untuk pertama kali memimpin Organisasi itu,” Karman menambahkan.
Pada masa revolusi fisik, anak ketiga dari pahlawan nasional Oemar Said Tjokroaminoto dan adik dari Siti Oetari, istri pertama Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno ini duduk sebagai penasihat pribadi PangIima Besar Soedirman dan ikut bergerilya bersamanya.
Kemudian menjadi anggota dalam Panitia RIS RI untuk mengembalikan bentuk Negara Kesatuan RI, memimpin ‘goodwill mission’ Indonesia ke negara-negara Islam dan menjadi presiden Kongres Pemuda Islam se-Dunia. Pada tahun 1972-1975 ia ditunjuk menjadi duta besar RI untuk Swiss. Dan pada tahun 1976-1978 ia menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung RI.
Selain itu Harsono merupakan Menteri Negara Bidang Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara di Indonesia. Di zaman Belanda ia pernah berkarier sebagai guru Kweekschool PSII dan pengawas sekolah wilayah PSII Sulawesi Utara. Ia membantu dan memimpin berbagai surat kabar dan majalah yang berhaluan Islam-politik, pengarang beberapa brosur, terutama yang bercorak politik dan ke-Islam-an.
“Di zaman Jepang beberapa waktu bekerja pada Domei Jakarta, dan pernah pula meringkuk dalam sekapan Kempetai, karena ikut dalam gerakan pemuda Indonesia yang hendak merobohkan pemerintahan Jepang. Pada tahun 1946, ia menjabat sebagai Wakil Menteri Negara dalam Kabinet Natsir; dan pada tahun 1955, ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri dalam Kabinet Burhanuddin Harahap,” tandas Karman.
Laporan: Muhammad Ibnu Abbas