KedaiPena.com – Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo mengakui dirinya memang pernah berkomunikasi dengan Bupati Bekas nonaktif, Neneng Hasanah Yasin soal permasalah izin proyek Meikarta milik Lippo Group.
Ia beralasan komunikasi dilakukan lantaraan saat itu terjadi perselisihan antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi terkait kewenangan dalam memberikan izin proyek triliunan rupiah milik Lippo Group tersebut. Perselisihan tersebut berusaha ditengahi Ditjen Otda Kemendagri, yang pada akhirnya diputusan dalam rapat, Kabupaten Bekasi yang berhak untuk memberikan izin dengan syarat mendapat rekomendasi dari Pemprov Jabar.
Tjahyo mengaku menghubungi Dirjen pasca selesai rapat dengan Neneng.
“Intinya perizinan itu yang mengeluarkan adalah bupati atas rekomendasi dari gubernur, ‘Mana bu Neneng-nya saya mau bicara’ (kemudian ponsel Dirjen diberikan ke Neneng) ‘yasudah kalo sudah beres semua segera bisa di proses’. (dijawab Neneng) ‘baik Pak sesuai aturan’. Yaudah itu saja,” kata Tjahjo, usai diperiksa penyidik KPK, Jumat (25/1).
Sementara itu pada pemeriksaannya kali ini, politisi PDIP tersebut mengaku dicecar soal tugas dan kewenangannya selaku Mendagri dalam proses perizinan Meikarta. Ia pun kembali beralasan ikut campurnya Kementrian yang ia pimpinan dalam proses perizinan Meikarta dikarenakan adanya perselisihan.
“Saya ditanya (penyidik KPK) apakah pernah bertemu (Neneng), (saya jawab) tidak pernah ketemu. Itu saja,” kata dia.
Sebelumnya Neneng pada keterangannya di Pengadilan saat bersaksi untuk terdakwa Billy Sindoro, menuturkan pernah diminta Tjahjo untuk membantu perizinan proyek Meikarta.
“Tjahjo Kumolo bilang kepada saya, tolong perizinan Meikarta dibantu,” kata Neneng dalam kesaksiannya, Senin 14 Januari 2019.
Dalam kasus ini, KPK menemukan ada kejanggalan dalam perubahan aturan tata ruang untuk pembangunan Meikarta. Sebab, berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BPKRD) Jawa Barat, proyek Meikarta mendapatkan Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah (IPPT) hanya seluas 84,6 hektar. Namun, Lippo Group akan membangun Meikarta seluas 500 hektar.
Disinyalir ada pihak yang sengaja merubah aturan tata ruang dan wilayah (RTRW) yang baru di Bekasi. Diduga, aturan tersebut sengaja dirubah oleh anggota DPRD Bekasi serta sejumlah pihak untuk memuluskan kepentingan Lippo Group dalam menggarap Meikarta.
Penyidik bahkan telah memeriksa sejumlah pihak Kemendagri, Pemprov Jabar, Pemkab Bekasi, legislator Jabar dan petinggi Lippo Group untuk mengungkap fakta-fakta baru tersebut. Mereka yakni Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, CEO Lippo Group James Riady, dan mantan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Tbk Toto Bartholomeus.
Meikarta merupakan salah satu proyek prestisius milik Lippo Group. Penggarap proyek Meikarta ialah PT Mahkota Sentosa Utama, yang merupakan anak usaha dari PT Lippo Cikarang Tbk. Sementara PT Lippo Cikarang Tbk di bawah naungan Lippo Group.
Secara keseluruhan, nilai investasi proyek Meikarta ditaksir mencapai Rp278 triliun. Meikarta menjadi proyek terbesar Lippo Group selama 67 tahun grup bisnis milik Mochtar Riady itu berdiri.