KedaiPena.Com – Pengusaha Ikan Hias asal Tapteng, Abdul Basir Situmeang mengatakan, upaya menjadikan kawasan Terumbu Karang di Tapteng menjadi kawasan Koservasi Nasional sah-sah saja dilakukan.
Menjadi catatan penting menurut Basir adalah bagaimana konservasi itu menitikberatkan upaya pelestarian dan keberlanjutan Terumbu secara langsung. Misalnya, Transplantasi atau pencangkokan yang dinilai mampu mengurangi kerusakan Terumbu yang terjadi sejak 10 tahun terakhir.
Basir mengungkapkan, di tahun 2015 lalu dana yang dianggarkan untuk program Transplantasi Terumbu di Tapteng dinilai masih jauh dari apa yang diharapkan, yakni hanya sebesar Rp70juta. Nilai itu, kata Basir juga sangat jauh jika dibandingkan anggaran Coremap di tahun yang sama yang mencapai Rp3 miliar.
“Setimpalkah itu? Harapan kita ke depan Transplantasi itu diperbanyak, seharusnya Rp2,5 milar per tahun. Saya sudah usulkan, memang Kemampuan Keuangan Daerah (KKD) tidak punya, tapi kan bagaimana DAK (Dana Alokasi Khusus) itu bisa turun dari Kementrian. Saya minta Dinas Kehutanan membuat program Transplantasi, karena program Perlindungan dan Pelestarian itu adalah program Dinas Kehutanan,†harapnya.
Pemilik 17 kapal pencari ikan Hias ini menuturkan, hasil tangkapan ikan Hias di Perairan Tapteng saban tahun memang terus mengalami penurunan kurun waktu 10 tahun terakhir. Penurunan itu disebabkan kerusakan Terumbu yang kian parah. “Paling banyak itu karena bom, jadi ikan Hias itu tidak banyak lagi di sini,†katanya.
Terkait luasan Terumbu, anggota DPRD Tapteng ini agaknya memiliki catatan berbeda. Menurut ia, 1.000 hektar luasan kawasan Terumbu Karang sebagaimana disebut Dinas Perikanan dan Kelautan Tapteng bukanlah data rill. Berdasarkan catatan yang ia miliki, luasan Terumbu Karang yang masih bagus yang terdapat di perairan Tapteng, hanya berkisar 30 persen saja.
“Saya tidak setuju, karang yang di konservasi itu yang sudah mati, yang ia (benar) bagaimana cara menghidupkannya kembali,†imbuhnya.
“Di pulau Ungge 30 persen, Pulau Putri 30 persen, Kalimantung Silabu-labu sekitar 30 persen, daerah Mursala 30 persen, setiap pulau maksimalnya 30 persen, dan ini akan semakin buruk kalau tidak ada rencana pemerintah,†timpal Basir.
Fakta itu terbukti dari perbandingan jumlah tangkapan ikan yang terus mengalami penurunan. Sebelum kerusakan Terumbu terjadi, hasil tangkapan ikan Hias kapal milik Basir bisa mencapai 10 ton setiap minggu, dengan jenis ikan paling banyak yakni Blue Star Damsil yang dikenal sebagai ikan berkelompok serta ikan Nemo.
“Nemo, sebelum bom merajalela 10 ribu keluar dari Tapteng ini, tapi sejak 10 tahun terakhir jumlah itu turun drastis, jadi sekarang Kapal saya merambah ke pulau-pulau Batu di Nias Selatan,†ujarnya.
Laporan: Dom