MENCERMATI perkembangan situasi politik nasional yang mengarah pada polarisasi dan segregasi sosial dengan muatan isu-isu yang yang membahayakan persatuan nasional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka dengan ini Komite Pimpinan Pusat Partai Rakyat Demokratik (KPP PRD), menyampaikan pandangan dan sikap.
Bahwa di balik situasi politik tersebut di atas, terdapat situasi ekonomi yang menunjukkan adanya ketimpangan sosial yang sangat tajam, antara segelintir orang kaya dengan rakyat miskin.
Data yang dipaparkan oleh Oxfam dan Infid menyebutkan empat orang terkaya di Indonesia memiliki harta setara dengan harta 40 persen penduduk atau 100 juta orang termiskin di Indonesia. Juga disebutkan bahwa sebanyak 49 persen dari total kekayaan Indonesia dikuasai hanya oleh 1 persen warga terkaya. Sementara 51 persen sisanya diperebutkan oleh 99 persen penduduk.
Dalam lapangan agraria pun terdapat ketimpangan yang mencolok antara lain dengan adanya 25 grup perusahaan kelapa sawit yang menguasai 5,1 juta hektar lahan, sementara sejumlah besar rakyat hanya memiliki lahan kurang dari 1 hektar.
Kesenjangan sosial tersebut terutama disebabkan oleh penerapan sistem ekonomi neoliberal yang sangat kapitalistik. Dalam sistem ini, kendati pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 15 tahun terakhir terbilang menakjubkan namun sebagian besar kue ekonomi hanya dinikmati oleh segelintir orang.
Dalam bidang pendidikan dan kesehatan, meskipun ada upaya dari pemerintah untuk menjamin akses melalui program Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS), bagi rakyat biasa keadaan masih sulit karena komersialisasi di dua bidang tersebut justeru semakin massif.
Politik populisme yang sedang menjadi fenomena global; seperti kemenangan Donald Trump di AS dan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit), yang akhir-akhir ini berkembang di Indonesia dalam ekspresi “politik identitas†adalah konsekuensi dari pencarian alternatif atas neoliberalisme. Lahirnya anti-tesis dari neoliberalisme ini merupakan keniscayaan yang tidak dapat dibendung dengan cara-cara represif, melainkan harus diatasi dengan gagasan tentang sistem yang lebih baik; terutama sistem yang menjamin kesejahteraan sosial; bukan neoliberal!
Sebagai perwujudan dari gagasan kesejahteraan sosial tersebut maka pemerintah harus berani mengambil langkah-langkah besar setidaknya dalam bidang perpajakan, agraria dan sumber daya manusia; pendidikan dan kesehatan.
Dalam bidang perpajakan pemerintah perlu menerapkan pajak progresif dengan prosentase antara 3 persen untuk penghasilan di atas 5 juta per bulan, sampai dengan 55 persen untuk yang berpenghasilan di atas 100 juta per bulan.
Dalam bidang agraria pemerintah perlu memprioritaskan penyelesaian konflik antara rakyat dengan korporasi dengan keberpihakan kepada rakyat dan kemudian menjalankan program redistribusi yang berkeadilan dengan mengacu pada Undang-Undang Pokok Agraria.
Dalam bidang peningkatan sumber daya manusia pemerintah perlu meninjau dan mengganti peraturan perundang-undangan yang melegalkan komersialisasi pendidikan dan kesehatan. Harus ada perubahan filosofi dalam bidang pendidikan dan kesehatan, bukan lagi diposisikan sebagai sarana mengeruk keuntungan, melainkan sebagai sarana kemanusiaan, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, membangun kepribadian nasional dan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Sementara itu persatuan nasional dapat ditempatkan sebagai syarat bagi kesejahteraan sosial. Namun pada saat yang sama kesejahteraan sosial juga merupakan prasyarat bagi pembangunan persatuan nasional. Seruan persatuan dalam kebhinekaan justru akan mengawang-awang, atau kehilangan fondasinya, apabila kesenjangan sosial terus dibiarkan dan tidak mendesak untuk diselesaikan .
Untuk itu pembangunan ekonomi nasional harus diletakkan di atas prinsip gotong royong dengan mengatur serta membatasi yang kuat secara ekonomi dan melindungi yang lemah, seperti yang termaktub dalam Pasal 33 UUD 1945, dengan memajukan serta mengembangkan badan usaha milik negara dan koperasi-koperasi rakyat.
Pancasila jangan terus dijadikan retorika politik, tetapi harus ditempatkan sebagai landasan dalam membangun kehidupan ekonomi, politik dan sosial budaya.
Maka dari itu, Pancasila sebagai dasar dan filosofi negara haruslah dimenangkan, untuk menegasikan filosofi kapitalisme-neoliberalisme ataupun filosofi lain, karena tidak sesuai dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Wujudkan Kesejahteraan Sosial!
Bangun Persatuan Nasional!
Menangkan Pancasila!
Oleh Agus Jabo Priyono, Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD)