Artikel ini ditulis oleh Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS).
Saya menerima tulisan di Whatsapp pada 10 Februari 2021 dengan judul “Koko Kwik Mengecewakan, Kalah Debat Dengan Yustinus Malah Ngadu Sama Rocky Gerung”. Penulis mengaku bernama Jaya Wijaya.
Saya belum pernah mendengar nama tersebut, apalagi terkait ekonomi. Juga tidak pernah membaca tulisannya, apalagi tentang ekonomi. Saya coba search nama Jaya Wijaya di google. Yang keluar gunung Jaya Wijaya. Ada akun twitter atas nama jayawijaya @jayawija dengan 1 following dan 2 followers.
Artinya, Jaya Wijaya termasuk orang misterius. Akun seperti ini menulis, mengomentari dan mempersekusi Kwik Kian Gie. Membela Prastowo dan memuji setinggi langit. Ada apa? Dari nada tulisannya, saya ragu Jaya Wijaya (seandainya eksis) adalah seorang ekonom. Jaya Wijaya terkesan buzzer, menulis dengan kata kasar, terkesan memaki-maki dan menghina Kwik.
Jaya Wijaya menulis mengenai “debat” ekonomi antara Kwik Kian Gie dengan Yustinus Prastowo, “staf ahli Kemenkeu alias anak buah Sri Mulyani” katanya. “Debat” tersebut terkait tulisan Kwik yang katanya dimuat salah satu media online.
Sensasional. Pembicaraan di twitter dianggap “debat”. Padahal hanya perbincangan medsos saja. Saya tidak yakin Kwik menanggapinya dengan serius, paling hanya basa-basi saja.
Menurut Jaya Wijaya, Kwik sebelumnya mengatakan obligasi pemerintah Indonesia saat ini laris manis karena pemerintah berani bayar bunga tinggi. Prastowo membantah pendapat Kwik, sambil terkesan mau memberi kuliah. Mungkin mau memberi kesan pinter sambil merendahkan orang lain.
Dalam obligasi dikenal yield atau imbal hasil, katanya. Prastowo menunjukkan data imbal hasil obligasi pemerintah termasuk rendah jika dibandingkan dengan negara (lainnya: tambahan dari saya karena kalimat terputus), tulis orang gaib Jaya Wijaya. Tidak jelas dibandingkan negara mana karena tidak ada data di dalam tulisan Jaya Wijaya. “Data tersebut menunjukkan yield dari SBN Indonesia turun dari 4,38 persen pada Oktober 2020 menjadi 4,14 persen pada Januari 2021”.
Dengan data tersebut, Prastowo berpendapat investor membeli obligasi pemerintah Indonesia karena percaya, meskipun imbal hasilnya rendah. Artinya pendapat Kwik salah, dan patut dipersekusi. Itu salah satu kebiasaan Prastowo kalau di medsos. Yang penting persekusi dulu.
Jaya Wijaya juga menuduh Kwik baper. Kwik secara sopan dan rendah hati mengutarakan keheranannya kenapa Prastowo menganggap Kwik mengkritik pemerintah. Padahal sebelumnya Kwik mengatakan bahwa utang besar tidak masalah karena bisa dibayar dengan menerbitkan obligasi lagi. Keheranan Kwik ini membuat persekusi semakin menjadi-jadi.
“Debat” antara Prastowo dengan Kwik diramaikan oleh pendukung Jokowi. “Wajar saja, namanya media sosial, jangan baper” kata Jaya Wijaya dengan nada terkesan menghina.
Jaya Wijaya menambahkan Kwik sekarang banyak bergaul dengan kadrun, otomatis opini tercemar kadrun dan menganggap buzzer itu bayaran pemerintah. Karena Prastowo adalah orang pemerintahan juga, maka dituduhlah dia macam-macam oleh Kwik.
Selain itu, Jaya Wijaya menulis mengenai ketakutan Kwik mengkritik pemerintah, menyinggup mental dan otak Kwik terguncang. “Kalah hanya oleh staf kemenkeu. Bagaimana kalau debat dengan Sri Mulyani ya?”, katanya.
Jaya Wijaya juga menuduh Kwik sekarang payah karena bergaul dengan antara lain Rocky Gerung. Dengan nada menghina, Jaya Wijaya mengatakan Kwik adalah bukan “naga gurun”, tapi “ular gurun” atau “cacing gurun”.
Saya ingin menanggapi tulisan Jaya Wijaya.
1. Obligasi negara jangka menengah dan panjang mempunyai bunga kupon. Kalau obligasi jangka pendek (treasury bills) melalui diskonto. Pada saat penawaran perdana, bunga kupon ini kurang lebih sama dengan yield-to-maturity (YTM), dan ini yang relevan bagi Investor obligasi di pasar perdana. Yang dimaksud dengan “pemerintah menawarkan bunga tinggi” artinya menawarkan kupon tinggi. Sampai di sini paham? Kwik tidak membicarakan yield.
2. Di dalam perjalanannya, harga obligasi berubah (tidak sama dengan par value), disebabkan antara lain perubahan suku bunga acuan, inflasi (deflasi), dan lainnya. Perubahan harga obligasi membuat perhitungan (matematis) yield obligasi juga berubah. Perubahan harga dan yield hanya relevan bagi investor baru di pasar sekunder. Bagi investor yang beli obligasi di pasar perdana, perubahan harga obligasi dan yield tidak relevan, karena YTM sama. Semoga Prastowo dan Jaya Wijaya paham.
3. Ketika resesi, yield obligasi turun. Bukan hanya obligasi Indonesia, tetapi juga obligasi negara lain. Apakah yield obligasi pemerintah Indonesia lebih rendah dari negara lainnya, misalnya ASEAN-6 (Indonesia, Singapore, Malaysia, Philipina, Thailand dan Vietnam), seperti di-klaim oleh Prastowo?
4. Seorang ekonom seharusnya tahu, yield obligasi sangat tergantung dari suku bunga acuan bank sentral. Sedangkan suku bunga acuan di Indonesia merupakan salah satu tertinggi di ASEAN-6, sehingga bagaimana mungkin yield obligasinya lebih rendah? Untuk ini, kita tidak perlu data yield obligasi. Insting ekonom sudah harus tahu itu.
5. Suku bunga acuan di Indonesia 3,75 persen, Singapore mendekati 0,25 persen, Malaysia 1,75 persen, Thailand 0,5 persen, Philipina 2 persen, Vietnam 4 persen. Yang menarik Vietnam. Meskipun suku bunga acuannya lebih tinggi dari Indonesia tetapi yield obligasi pemerintah Vietnam jauh lebih rendah dari Indonesia.
6. Selain itu, suku bunga pinjaman di Indonesia juga tertinggi di ASEAN-6. Karenanya, yang mengatakan yield obligasi Indonesia lebih baik dari ASEAN-6 akan ditertawakan karena menunjukkan kebodohan dan ketidaktahuan.
7. Menurut data World Government Bonds, yield obligasi pemerintah Indonesia (10Y) merupakan yang tertinggi di ASEAN-6 pada 17/02/21 (lihat gambar), dan salah satu tertinggi di dunia.
8. Prastowo mau disandingkan dengan Kwik Kian Gie? Yang benar saja. Apakah masih sehat? Apa prestasi Prastowo selama ini? Baru menjabat staf khusus Kemenkeu beberapa bulan sudah mau diagungkan dan disandingkan dengan tokoh ekonom terkemuka Kwik Kian Gie yang sangat sederhana dan rendah hati, yang sudah dikenal dan dihormati di seluruh tanah air? Hanya alam pikiran buzzer yang bisa berpikir seperti itu. Orang normal tidak akan bisa memelihara ilusi kelas dewa ini.
9. Kwik Kian Gie tidak perlu membuktikan kehebatannya lagi di Indonesia. Rekam jejaknya sudah banyak dan dikenal secara luas. Beliau tidak mengomentari bukan berarti kalah “debat”. Beliau tidak mau menghabiskan energi untuk meladeni alam pikiran buzzer.
10. Saya kira banyak tokoh yang tidak akan mundur dan mau mewakilkan Kwik Kian Gie untuk berdebat ekonomi dalam arti luas baik dengan Yustinus Prastowo maupun atasannya.
[***]