KedaiPena.Com – Pemerintahan Presiden Joko Widodo harus memetik pelajaran dan hikmah dari pendekatan Presiden RI ke-IV KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur untuk mengatasi masalah Papua.
Demikian disampaikan Rizal Ramli, Menteri Koordinator Perekonomian era Presiden Gus Dur, dilansir KedaiPena.Com, Jumat (23/8/2019).
Gus Dur, kata Rizal, dianggap sebagai satu-satunya pemimpin yang memanusiakan masyarakat Papua.
“Terbukti dari kebijakan dan pendekatan yang dilakukannya terhadap rakyat di Bumi Cenderawasih,” kata Rizal.
Menurutnya, banyak negara lain yang tertarik dengan Papua seperti Australia, Cina dan Amerika sehingga dikhawatirkan jika masyarakat Papua merasa ketidakpuasan maka Indonesia bisa pecah.
“Kalau terjadi sesuatu di Papua kita masih menggunakan teknik gebuk kekerasan, akhirnya betul-betul negara lain main,” tegas Rizal Ramli.
Hal senada dikatakan Sekjen Dewan Presidium Papua Taha Al-Hamid saat Haul Gus Dur bertajuk ‘Gus Dur dan Papua” yang digelar di Wahid Institute, Matraman, Jakarta, tempo waktu.
Dia membeberkan, awal reformasi merupakan satu titik dimana semangat gerakan politik rakyat Papua bergejolak. Tapi, kala itu, Gus Dur lah yang mampu menenangkan masyarakat Papua.
“Saat itu, Jakarta masih kami anggap gagal Indonesia-kan Papua. Mereka cuma bisa sejahterakan emas, minyak, dan gasnya saja,” beber Taha.
Tidak lama kemudian, Gus Dur mencapai pucuk pimpinan negeri ini. Taha dan kawan-kawannya pun langsung menemui Gus Dur di istana. Di sinilah kata Taha, warga Papua melihat Gus Dur seperti malaikat.
“Presiden sebelumnya mereka memang punya mata, tapi silau melihat emas dan minyak Papua saja, bukan manusianya. Tapi Gus Dur dia punya hati yang bisa melihat manusia Papua,” kata Taha.
Singkat cerita, Gus Dur mampu menepis semua tudingan intelijen saat itu yang mengatakan Papua disusupi asing. Kemampuan Gus Dur untuk bicara hati ke hati dengan Papua menemukan hasilnya. Bahkan saat pertemuan 4 maret 2000 silam dengan Gus Dur, perwakilan Papua sempat ditanyakan soal isu renegoisasi kontrak PT Freeport.
Cara Gus Dur menawarkan dialog pun membuat perwakilan Papua saat itu tercengang. Gus Dur hanya menunjuk meja kerjanya dan menggambarkan di atas meja itu peta Aceh sampai Papua yang jangan sampai berpisah.
“Di situlah Gus Dur mulai menawarkan jika rakyat Papua bebas memilih lagu, bendera, sistem pendidikan, dan kelola pemerintah dan kekayaan alam sendiri,” cerita Taha.
Menurutnya, cara-cara seperti itu tidak dimiliki oleh presiden manapun di Indonesia. Yang mana, Gus Dur berani menegaskan agar di Papua jangan sampai terjadi kelaparan atau mati sia-sia lagi.
Papua Mengakui Gus Dur
Gubernur Papua Lukas Enembe sempat menyebut nama Presiden Ke-4 Indonesia Abdurrachman Wahid atau akrab disapa Gus Dur saat temui ribuan pengunjuk rasa di Kantor Gubernur Papua, Jayapura, Senin (19/8/2019).
Ribuan pengunjuk rasa itu menggelar aksi damai protes atas aksi persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Malang, dan Semarang.
Berbeda dengan di Manokwari yang diwarnai kerusuhan, aksi di Jayapura berlangsung damai dan tertib.
Kepada ribuan pengunjuk rasa, Enembe menceritakan percakapannya via telepon dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Saat itulah, Enembe menyingggung soal nama Gus Dur.
“Saya sampaikan (ke Khofifah), orang Papua mencintai Gus Dur, Ibu Gubernur tuh kadernya Gus Dur, kenapa mahasiswa saya dianiaya seperti itu hanya karena masalah bendera, tidak dibenarkan,” kata Enembe.
Gus Dur memang memiliki sentuhan negarawan dalam menangani Papua. Di antara yang dilakukan adalah Gus Dur memiliki peran besar dalam terselenggaranya Kongres Rakyat Papua pada akhir Mei 2000. Kongres itu awalnya tertunda-tendua karena masalah finansial.
Kongres yang dihadiri tidak kurang dari 5.000 rakyat Papua itu akhirnya terselenggara berkas bantuan dari Gus Dur sebesar Rp 1 miliar.
Kemudian pada 31 Desember 1999, Gus Dur menyempatkan diri melewatkan pergantian tahun di Jayapura.
Dalam momen itu, Gus Dur sekaligus menyatakan mengembalikan nama “Papua” untuk mengganti “Irian Jaya” yang diberikan pada pemerintahan Presiden Soeharto. Pengembalian nama itu dilakukan pada 1 Januari 2000.
Gus Dur pun sempat memperbolehkan bendera Bintang Kejora dikibarkan di Papua pada 1 Desember yang merupakan hari ulang tahun kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Gus Dur menyebut bahwa bendera Bintang Kejora hanya sebuah umbul-umbul seperti bendera saat pertandingan sepakabola.
Saat itu, Gus Dur meminta aparat tak terlalu risau dengan pengibaran bendera Bintang Kejora. Gus Dur menyebut bendera Bintang Kejora hanya benderal kultural biasa.
Gus Dur tak mempersoalkan bendera Bintang Kejora dikabarkan asal bendera merah putih juga dikibarkan dan lebih tinggi.
Laporan: Muhammad Hafidh