KedaiPena.Com – Fraksi PKS DPR RI akan menyelenggarakan Diskusi Publik bertema “Menolak Lupa: Peringati Mosi Integral M. Natsir Menghadirkan NKRI†di Ruang Pleno FPKS.
Jelang acara, Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini menjelaskan alasan menyelenggarakan acara tersebut adalah agar bangsa Indonesia tidak melupakan sejarahnya sebagai bangsa yang besar.
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya, karena dari sana ia membangun kebesarannya. Dari sejarah itulah lahir episode sejarah berikutnya,†jelas Jazuli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, ditulis Selasa (4/4).
Diskusi ini bertepatan dengan peringatan terhadap peristiwa yang disebut sebagai “Mosi Integral M. Natsir†yang terjadi pada tanggal 3 April 1950 silam.
â€Hari ini kita mengenang ‘Mosi Integral M. Natsir’ sebagai proklamasi kedua bangsa Indonesia. Tanpa momentum sejarah yang diciptakan Natsir itu, kita tidak akan mengalami Indonesia yang bersatu dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),†tegas Jazuli.
Mosi Integral M. Natsir, lanjut anggota Komisi I DPR RI, ini menyatukan kembali Indonesia yang terpecah dalam 17 (tujuh belas) negara bagian di bawah Republik Indonesia Serikat (RIS), sebagai produk Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949, yang menjadi bersatu kembali dalam bingkai NKRI sebagaimana cita-cita awal Proklamasi 1945.
Jazuli memaparkan bahwa melalui sidang RIS pada 3 April 1950, Natsir tampil dengan melontarkan pernyataannya yang dikenal dengan “Mosi Integral Natsirâ€. Natsir berpendapat, masalah pokok yang harus dipecahkan adalah bagaimana membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Yang penting menurut Natsir, jelas Jazuli, pembentukan NKRI itu harus tanpa menimbulkan konflik antar negara-negara bagian dan golongan dalam masyarakat.
Jazuli menyebutkan sejumlah butir penting pemikiran dalam “Mosi Integral M. Natsirâ€, yaitu (1) Semua negara-negara bagian mendirikan NKRI melalui prosedur parlementer; (2) Tidak ada satu negara bagian menelan negara bagian lainnya; dan (3) Masing-masing negara bagian merupakan bagian integral dari NKRI yang akan dibentuk.
Sebagaimana dicatat sejarah, “Mosi Integral M. Natsir†diterima parlemen, sehingga pada tanggal 17 Agustus 1950, negara kesatuan pun kembali berdiri dengan 17 negara bagian kembali bersatu ke dalam NKRI, meskipun Irian Barat masih merupakan wilayah sengketa.
“Inilah momentum yang kedua negara kita dipersatukan oleh tekad yang kuat ke dalam NKRI,†terang Jazuli.
Anggota DPR dari daerah pemilihan Banten III ini menyebutkan, atas jasa spektakuler M. Natsir ini Soekarno mengangkatnya sebagai Perdana Menteri RI. Kedudukan ini, katanya, merupakan karier politik tertinggi yang pernah dicapainya, di saat usianya baru 42 tahun.
Peran dan kontribusi Natsir dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI, menurut Jazuli, tak bisa dianggap enteng. “Mohammad Natsir adalah seorang politisi, pejuang, negarawan, ulama intelektual, sekaligus pendiri republik ini,†tegasnya.
Sosok kharismatik yang lahir di Solok, Sumatera Barat, 17 Juli 1908, itu memiliki kiprah perjuangan yang luar biasa, termasuk dalam tataran di forum internasional. Dalam percaturan dunia Islam, khususnya di negara-negara Arab, kata Jazuli, Natsir sangat dikenal, dihormati dan disegani, karena beliau ikut serta dan terlibat pada beberapa organisasi Islam tingkat internasional.
“Pada diri Natsir bersatu darah Islam yang kuat, ulama yang memahami persoalan agama (faqih), pemimpin partai Islam Masyumi, tapi sekaligus pejuang kemerdekaan yang tangguh, serta penjaga NKRI yang ulet dan brilian dengan ide Mosi Integralnya,†ujar Jazuli.
Karakter seorang Natsir yang lengkap tersebut, menurut Jazuli, menunjukkan bahwa tidak dapat dipisahkan antara agama, aktivisme Islam dengan kebangsaan dan nasionalisme Indonesia. “Ruh dan nafas kebangsaan Indonesia dijiwai oleh semangat agama (Islam),†jelasnya.
Bagi Jazuli, Natsir menjadi teladan atas kuatnya pemahaman keislaman yang tidak menjadi penghalang dalam membangun republik, tapi justru menjadi alasan bagi upaya mempertahankan NKRI, menjaga persatuannya, dan memajukan bangsanya.
Laporan : Irfan Murpratomo