KedaiPena.Com – Tim Mapala UI menuju puncak tertinggi Indonesia di Papua pada tahun 1972. Di sela perjalanan, tim sempat memecah diri menjadi dua, pada 27 Januari 1972.
Kedua tim yang masing-masing bernama Kaonak dan Koya berangkat melanjutkan ekspedisi. Kedua kata itu bermakna sapaan “selamatâ€.
Mereka memakai rute seperti yang dilakukan tim ekspedisi Cendrawasih melewati antara lain Kanop, Ikwang, Zemendogwandogam dan lainnya. Serta kembali melalui rute Ogimba.
Dilansir dari buku 40 Tahun Mapala UI, berdasarkan keyakinan yang rada-rada “sok tahuâ€, tim menentukan tanggal 7 Febuari sebagai hari pertama dropping logistik melalui udara.
Artinya, akan terbang Cessna kecil milik MAF, lalu menjatuhkan kotak dan karung berisi makanan dan minuman tim.
Juga tanggal 14 Febuari sebagai hari â€dropping†kedua di Lembah Kuning yag terletak di bawah gunung es.
Perjalanan panjang melalui rute bermedan berat. Jajaran Pegunungan Jayawijaya makin jelas tumpukan puncaknya yang penuh es dan salju.
Dari catatan Utjun Djajanegara, yang merupakan warga Wanadri, dan kemudian menjadi anggota kehormatan Mapala UI, terbaca berita menarik, pada Minggu 6 Februari 1972, pukul 07:00 team 1 berangkat menuju “dropping†zone.
“Di muka kami terlihat dengan jelas dinding dari puncak Jayawijaya, tetapi hujan mulai turun dengan derasnya, aku lihat dari jauh di bawah ada Sam Mustamu dan 4 orang lainya yang memakai jas hujan kuning,” demikian catatan Utjun.
“Mula-mula aku sangka Herman (Lantang) dan Sinar ternyata bukan, melainkan orang Australia anggota dari “Cartenz Glacier Expedition†dari kedua orang ini, kami mendapat keterangan adanya “New Zeeland Passâ€,” lanjut keterangan Utjun.
Mereka adalah Randell Champion sebagai pimpinan ekspedisi dan surveyor, kemudian John Bannet seorang pendaki gunung dan sedang mempersiapkan gelar Ph.D dalam bidang meteorologi.
LAlu ada Dr Jim Peterson ahli geologi, Geoff Hope botanikus yang sedang mempersiapkan Ph.d-nya dan ditambah seorang juru potret Richard Muggleton.
Mereka berada di sana sejak Desember 1971, terutama sekali penelitianya ditujukan dalam penyelidikan glacier di Cartenz (glaciolgy), di samping melakukan juga penyelidikan geologi, metorologi, gravitasi, botani, zoologi, pemataan dan lain-lain.
Mereka terlihat gembira mendapat kawan dan ngopi bersama orang-orang Indonesia yang tidak mereka sangka bisa berjumpa di tengah-tengah Papua.
Hikmah pertemuan dan pertemanan antara Mapala UI dan CGE yang berasal dari Monash University itu, ternyata membawa untung karena tim ekspedisi dapat “memotong kompas†ke Lembah danau-danau melalui celah ‘New Zealand Pass’.
Tim CGE ini sudah merintis jalur padang salju dan es menuju puncak-puncak Jayawijaya, serta membawa dan mengenalkan anggota Mapala UI kepada pengurus Freeport yang merupakan perusahaan tambang lembaga yang beroperasi di sekitar Cartenz.
Bahkan, pertemanan ini berbuntut akrab, saat CGE mengajak Mapala UI sebagai rekan ekspedisi dalam pembuatan film dokumenter penelitian glasiologi di Jaya Wijaya pada 1973 yang diikuti Iqbal Rahimsyah dan Rudy Badil sebagai rekanan profesional, namun dibayar dengan peralatan perkemahan bukan buat sang ‘counter parts’, tapi untuk Mapala UI.
Laporan: Muhammad Hafidh