KEPALA daerah dan wakil kepala daerah yang dihasilkan melalui proses Pilkada Serentak 2017, harus dipastikan merupakan kepala daerah, yang salah satu kriterianya, sangat peduli keseluruhan aspek kehidupan anak di daerahnya.
Yakni, figur yang memiliki perhatian dan rekam jejak yang baik, konsep yang jelas, serta komitmen yang kuat dalam mengemban amanat menjalankan kebijakan-kebijakan dan program-program pemenuhan hak-hak anak secara menyeluruh di daerahnya.
Kebijakan-kebijakan dan program-program pemenuhan hak-hak anak yang menyeluruh, yang harus dijalankan figur kepala daerah yang saya maksud di sini, meliputi keseluruhan hak-hak anak yang tercakup di dalam lima kluster hak anak sesuai Konvensi Hak Anak (KHA), tanpa terkecuali. Yakni 1) hak sipil dan kebebasan; 2) lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif; 3) kesehatan dasar dan kesejahteraan; 4) pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya; serta 5) perlindungan khusus.
Dan penyelenggaraan kebijakan-kebijakan dan program-program pemenuhan hak-hak anak secara menyeluruh oleh kepala daerah yang terpilih nantinya itu harus diletakkan di atas empat prinsip dengan sebaik-baiknya. Yaitu a) non-diskriminasi; b) kepentingan terbaik bagi anak; c) hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan anak; dan d) penghargaan terhadap pandangan anak.
Arti pentingnya dan strategis bagi rakyat pemilih untuk memilih seorang kepala daerah dengan kriteria peduli anak ini, mengingat penduduk berusia anak, usia 0-18 tahun ke bawah, menempati jumlah yang besar dalam komposisi penduduk di suatu daerah. Yakni rata-rata sekitar sepertiga dari jumlah penduduk di masing-masing daerah.
Dan penduduk usia anak inilah sesungguhnya para pemilik sah atas masa depan di daerahnya dan negeri kita. Merekalah sumber daya manusia pelanjut estafet masa depan bangsa.
Sehingga mereka ini harus benar-benar nantinya  memperoleh perhatian serius lewat pemenuhan segenap hak-haknya, terutama oleh para calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang sedang berkompetisi dalam pilkada serentak 2017 saat ini.
Komitmen dari para kepala daerah terpilih nantinya pun harus tercermin dalam alokasi anggaran yang signifikans dalam rangka penyelengaraan, penegakkan, dan pemajuan atas pemenuhan hak-hak anak secara menyeluruh di daerahnya. Tercermin pula lewat pelaksanaan kebijakan, program, dan sikap dari sang kepala daerah terpilih itu sendiri nantinya.
Dan dalam konteks kriteria figur calon kepala daerah yang peduli anak, maka model-model figur yang selama ini telah terbukti pandai mendemontrasikan sikap arogan terhadap rakyak kecil yang disaksikan juga oleh banyak penduduk usia anak, rajin menggusur pemukiman warga yang di situ banyak penduduk berusia anak, terbukti gemar memicu potensi konflik sosial di tengah masyarakat, dan condong memperlebar kesenjangan sosial-ekonomi masyarakat yang dipimpinnya, sebagaimana ditunjukkan oleh figur gubernur DKI Jakarta petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, tentu bukanlah pilihan bijaksana bagi rakyat Jakarta untuk memilihnya.
Sebab, kebijakan-kebijakan dan sikap arogan yang ditunjukkanya selama menjadi gubernur DKI Jakara banyak yang telah mencederai prinsip-prinsip pemenuhan, penegakkan dan pemajuan hak-hak anak. Malah bisa-bisa aura negatif dan arogan dari Ahok akan menular dan bersemayam di alam bawah sadar anak yang mencermati tingkah-polahnya ketika warga  Jakarta memilihnya.
Oleh Nanang Djamaludin, Direktur Eksekutif Jaringan Anak Nusantara (JARANAN)