Artikel ini ditulis oleh Kabiro PDT DPP Partai Demokrat Qomaruddin SE. M.Kesos.
Kekuasaan pada dasarnya punya kecendrungan untuk medominasi dan otoriter, lebih dari itu kekuasaan juga memiliki nafsu untuk mempertahankan kekuasaannya dengan waktu yang relatif tidak dibatasi, nikmatnya kekuasan bagi penguasa membuat para elit kekuasaan tidak sadarkan diri bahwa kekuasaan sebetulnya adalah manifestasi dari kekuasaan publik yang dititipkan pada dirinya (amanah).
Kekuasaan yang otoriter dan tiran, dalam pandangan Thomas hobbes merupakan jelmaan monster yang besar, menakutkan dan kejam (Leviathan). Dan pada saatnya insting kekuasaan tersebut akan memangsa rakyatnya sendiri. Sebagai masyarakat demokrasi tentunya kita tidak menginginkan apa yang dipikirkan oleh Thomas hobbes tersebut terjadi.
Indonesia pernah mengalami hal kelam tersebut, dimana suara-suara kritis dibungkam, aktor gerakan diasingkan dan dipenjara, berserikat tidak diperbolehkan, masyarakat diintimidasi untuk mengikuti kemauan penguasa dan gerakan lainya. Berangkat dari peristiwa itu, muncul berbagai gerakan perlawanan dimana- mana untuk menumbangkan kekuasaan yang tiran dan diktaktor tersebut. Pertanyaanya..? Apa kita harus menjustifikasi pendapat habermas bahwa revolusi atau apapun namanya gerakan perubahan adalah gerakan menghilangkan ketidak adilan lama dengan mengantikan dengan ketidak adilan baru. Tentu jawabanya tidak, karena kita hidup membawah nilai kebaikan (value), baik tentang keadilan, kebenara, dan kemanusian untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
Dari sini pentingnya gerakan perlawanan yang dilakukan oleh para tokoh reformasi dan pejuang reformasi, mereka berjuang melawan rezim otoriter dengan segalamacam kekuatan dan dinamika yang dimiliki. sala satu agenda utamanya dari perjuangan reformasi adalah merubah UUD 45 tentang masa jabatan presiden. Perubahan masa jabatan presiden menjadi prioritas utama bagi para kaum reformis untuk dilakukan perubahan, upaya ini dilakukan agar kediktatoran dan tirani tumbang dan tidak muncul kembali dimuka bumi kepemimpinan NKRI, Negeri ini.
Namun kita sebagai warga negara Indonesia yang pernah ikut andil dalam pergerakan reformasi walaupn perannya terlalu kecil dan amat kecil, menjadi confused, melihat gejala-gejala negara Leviathan akan muncul lagi, dimana posisi para tokoh dan pejuang reformasi sekarang masuk dalam formasi kekuasaan saat ini. Apakah mereka tidak sadar ataukah begitu manisnya kekuasaan sehingga mampu merontokan kesadaran kritisnya bersamaan dengan keadilan sosial saat ini. Mestinya mereka menjadi alarm yang paling keras bagi dirinya dan kekuasaan agar kekuasaan menjadi kehendak umum, Bukan kehendak oligarki. Jangan sampai kalian para pejuang reformasi menjadi bagian apa yang dikatakan habermas “menghilangkan ketidak adilan lama dengan membuat ketidak adilan baru”… don’t let it happen.
Kekuasaan yang otoriter cenderung ingin masa kekuasaanya dipertahankan tanpa harus ada batas waktu, itulah tabiat kekuasaan yang tidak terkontrol, untuk menghindari watak kekuasaan tersebut maka konstitusilah yang mengatur agar kekuasaan dipergunakan sebaik-baiknya demi kebaikan, kemaslahatan dan kesehajahteraan masyarakat.
Konstitusi sebagai peraturan ketatanegaraan harus hidup dan dipatuhi bersama (living constitution). Bukan dihidupkan dengan cara meng-amendeme sesuai dengan kebutuhan kelompok (oligarki) yang tidak adil dan tidak logik. Konstitusi menjadi syarat mutlak keberlangsungan suatu negara. Maka menjadi irasional bila ada yang mengatakan dirinya paling konstitusional tapi prakteknya suka otak atik konstitusi demi kepentingan kelompoknya sendiri (ambivailen).
Menurut K.C. Wheare konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu negara yang berupa kumpulan peraturan-peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu negara. Jelas apa yang dikatakan oleh wheare bahwa konstitusi adalah mengatur dan memerintah semua warga negara tanpa kecuali, baik kepala pemerintahan mau rakyat itu sendiri. konstitusi berlaku secara mutlak untuk semua warga negara tanpa harus membeda-bedakan dan demokrasi mengatakan bahwa manusia dihadapan hukum itu sama.
Kita sebagai rakyat juga memiliki hak untuk mempertanyakan kepada elit politik dan elit kekuasaan apa yang mendasari secara fundamental tentang keinginan kekuasaan untuk menunda pemilihan persiden, yang itu secara pasti melanggar konstitusi dan menghianati perjuangan reformasi. Sebagai elit Janganlah menampakkan kelicikan dihadapan rakyat. mestinya negara adalah tempat berkumpulnya para manusia-manusia unggul, berkualitas dan negarawan yg berhati besar demi terwujudnya keadilan, kebenaran dan kemakmuran rakyatnya. Negara bukan tempat berkumpulnya oligarki yang licik demi mempertahankan kekuasaan.
Apa betul yang dikatakan oleh Hannah arendt seorang filusuf jerman yang mempertanyakan kembali tentang konsep hak yang mendasar, apa benar kita masih memiliki hak atas hak kita sendiri “right to have right” sehingga kita hanya untuk bersuara aja tidak pernah dihiraukan secara serius. Hak kita sebagai warga negara memintak agar konstitusi ditaati dan dijalankan oleh para penguasa dan pemerintahan agar demokrasi bisa berjalan sesusai konstitusi.
Kita sebagai warga negara yang sadar atas kesadaran, berhak untuk menjaga dan membela konstitusi kita yang coba diobok-obok oleh elit politik dan kekuasaan yang berorentasi demi kepentingan oligarki, sebagai kitab sucinya negara, konstitusi wajib harus kita jaga, kita taati dan kita laksanakan amanah-amanah yang ada didalamnya. Jangan sampai konstitusi kita terdegradasi oleh prilaku dan sikap elit-elit kekuasaan dan politik yang akan meng-amandemen konstitusi demi oral kekuasaan oligarkinya.
Warga Negara Indonesia yang terikat oleh konstitusi wajib hukumya melakukan pembelaan dan memperjuangkan konstitusi dari sikap elit politik dan elit kekuasaan yang mencoba untuk mengotak-atik konstitusi yang terkonsep dari hasil konsensu tertinggi warga Negara Kesatuan Republik Indonesia, ini adalah marwah kita sebagai rakyat, jangan sampai konstitusi sebagai landasan kita bernegara dengan mudahnya akan diobok-obok demi kepentingan oligarki bukan kepentingan demokrasi yang kedaulatanya sepenuhnya ada pada rakyat. Praktek-praktek yang tidak rasional dan tidak konstitusional harus kita cegah agar kesemenang-menangan tidak terjadi di Negeri tercinta ini.
SALAM KONSTITUSI.
(###)