SAYA membuat “gerakan†di media sosial untuk membela Mayjen TNI dr Terawan Agus Putranto yang dipecat Ikatan Dokter Indonesia (IDI) karena dinilai melakukan pelanggaran etik berat. Saya memakai hastag #SaveDokterTerawan pada postingan saya di akun media sosial saya untuk membelanya.
Rupanya gara-gara “gerakan†saya ini, isu dipecatnya dr Terawan oleh IDI ini kemudian menjadi perhatian luas. Tidak hanya di media sosial melainkan juga di media mainstream. Respon atas hal itu pun beragam, banyak yang bertanya pada saya mengapa saya membela dr Terawan? Ada apa?
Maka melalui tulisan ini, saya akan menjelaskan hal tersebut. Kalau berbicara tentang dr Terawan, ingatan saya langsung kembali ke tahun 2012 silam. Saat itu saya sedang makan siang dengan anak saya Anindya Bakrie. Saat akan menyuapkan makan ke mulut, tiba-tiba tangan saya tidak bisa mengarah pas ke mulut. Anin sempat membantu, tapi saat saya mau menyuap sendiri tidak bisa lagi. Lalu singkat cerita, keadaan memburuk, dan saya sampai tidak sadarkan diri. Keluarga saya pun melarikan saya ke salah satu rumah sakit di Jakarta.
Karena keadaan makin menghawatirkan, saat itu Prof dr Djoko Rahardjo, dokter kepresidenan, yang juga masih besan adik saya, menyarankan saya dipindahkan ke RSPAD Gatot Soebroto. Kepada istri, anak, dan adik-adik saya Prof Djoko meminta izin agar dilakukan tindakan DSA kepada saya. Lalu dilakukanlah terapi yang juga dikenal sebagai “cuci otak†itu.
Sekitar 30 menit terapi (menurut kesaksian istri saya, karena saya tidak sadar) saya langsung sadar dan kembali bugar. Pagi dilakukan tindakan, jam sore saya sudah dibolehkan pulang. Bayangkan dari tidak sadar dan kondisi menghawatirkan, sampai keluarga saya histeris, tidak lama setelah tindakan saya kembali sadar dan bugar.
Saya masih ingat ketika itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sampai menelepon saya dan mengatakan; “Alhamdulillah Pak Ical sudah sembuh jangan sakit, masih banyak yang bisa diperbuat bagi bangsa dan negara iniâ€.
Itulah awal saya kenal dengan dr Terawan. Bisa dibilang saya hutang nyawa pada Allah melalui dr Terawan. Sejak saat itu jika ada keluhan yang diduga gejala stroke, saya juga minta bantuan dr Terawan. Seingat saya sudah 4 kali saya menjalani terapi DSA atau “cuci otak†dengan dia.
Kalau yang pertama tidak sadar, yang berikutnya saya sadar dan melihat metodenya memang unik. Karena ada lagu, atau nyanyi-nyanyinya, lalu komunikatif dengan pasien dan saya bisa melihat prosesnya. Proses kateter masuk dari paha sampai ke atas, rasa panas (seperti mint) di mulut saya saluran yang buntu “disemprot†dan lain sebagainya.
Saya tidak mengerti dunia medis, tapi dari pengalaman saya tidak ada yang aneh dari apa yang dilakukan oleh dr Terawan. Bagi saya, dampak kesembuhan itu ada. Karena itu saya banyak kirim orang untuk berobat kepada dr Terawan. Banyak yang terbantu dan merasakan manfaatnya, kecuali yang kondisinya sudah terlambat. Bahkan ada teman main tenis saya yang sudah mencong mulutnya dan tangan gak bisa gerak, setelah diterapi, sekarang sudah sembuh dan bisa main tenis lagi.
Tokoh nasional pun banyak yang terbantu oleh dr Terawan. Ada Pak SBY, Pak Tri Soetrisno, Pak AM Hendro Priyono, Pak Sutiyoso yang dalam bukunya juga menuliskan testimoninya mengenai dr Terawan, dan banyak tokoh lainnya. Maka kepada para wartawan saya persilahkan meminta testimony dari para tokoh dan siapa saja yang pernah tertolong oleh dr Terawan.
Sudah puluhan ribu orang yang tertolong oleh metode yang dikembangkan dr Terawan. Apa yang dilakukan juga telah ditulisnya dalam disertasinya saat mengambil S3. Penghargaan luar negeri juga banyak didapatnya. Pasiennya juga banyak dari luar negeri. Bahkan ada dokter dari Amerika dan Jerman yang belajar dan minta ilmunya di share ke sana.
Selain itu, dr Terawan yang sekarang menjabat sebagai Kepala RSPAD ini juga tidak bekerja sendiri tapi juga ada tim yang ada dokter syaraf dan dokter spesialis terkait lainnya. Dia juga mengajarkan ilmunya kepada dokter-dokter lainnya. Makanya metode ini tidak hanya dilakukan di RSPAD tapi juga di rumah sakit lainnya.
Banyak orang merasa terbantu. Bayangkan saja diterapi sebentar langsung terasa khasiatnya, bahkan tidak ada obat apa pun pasca terapi itu. Badan langsung bugar.
Memang banyak dokter masih mempertanyakan metode ini. Tapi saya percaya bahwa ilmu, termasuk ilmu kedokteran itu berkembang. Lihat saja perkembangan ilmu dan teknologi yang ada. Hal yang merupakan kemajuan seringkali awalnya dianggap tidak lazim dan dipertanyakan, tapi belakangan diterima dan umum dipakai.
Karena itulah, saya terkejut saat IDI memberikan sanksi pemberhentian pada dr Terawan. Saya tidak tahu mengapa, dan saya tidak mau suudzon juga bahwa ada pihak yang tidak suka dengan keberhasilan dr Terawan dan metodenya yang menolong banyak orang. Yang jelas saya percaya bahwa Allah memberikan kelebihan pada siapapun yang dikehendakinya. Jadi kita tidak boleh dengki.
dr Terawan1Kepada IDI saya tidak mau bersuudzon dan menuduh apapun. Saya hanya berharap IDI meninjau lagi keputusannya dan memperbolehkan dr Terawan praktek lagi. Itulah alasan mengapa saya membela dr Terawan dan kemudian diikuti banyak orang.
Di sini saya tidak ada kepentingan politik atau bisnis. Ini murni kemanusiaan. Karena saya tahu sendiri banyak orang yang tertolong. Apalagi dr Terawan ini orangnya juga sangat baik. Dia santun, low profile, tidak sombong, dan hormat pada orang lain meskipun pangkatnya Mayjen.
Kemarin, saat saya menelpon dia, dr Terawan yang low profile ini malah sempat seolah putus asa dan mau menerima saja hal itu, tapi saya yang bilang jangan. Sebab dokter punya tugas untuk menolong lebih banyak lagi orang. Sekarang ini yang anti untuk menerima pengobatan dari dr Terawan sudah panjang. Kalau tiba-tiba tidak boleh lagi berpraktek dan tidak bisa menolong orang lalu bagaimana?
Maka saya sebagai satu dari ribuan orang yang pernah tertolong oleh dr Terawan, merasa memiliki kewajiban untuk membelanya. Saya berkewajiban menyampaikan ini ke masyarakat luas. Apa adanya. Seraya berdoa, semoga masalah ini bisa diselesaikan dengan baik dan dr Terawan bisa melanjutkan tugasnya menolong lebih banyak orang lagi.
Oleh Aburizal Bakrie, Mantan Menko Kesra dan Mantan Ketum Golkar