KedaiPena.com – Kegiatan wisata berbasis petualangan dan konservasi seharusnya berjalan selaras dengan perkembangan wilayah dan pemberdayaan masyarakat. Sehingga, lingkungan akan tetap lestari dan masyarakat bisa mendapatkan nilai ekonomi dari kegiatan konservasi tersebut. Tentunya, peran terbesar dipegang oleh pemerintah dan didukung oleh pemangku kepentingan dan masyarakat sekitar wilayah wisata.
Direktur Boogie Adventure Anas Ridwan menyatakan pemerintah terkesan belum serius dalam meningkatkan ekonomi pariwisata dan pemberdayaan masyarakat lokal. Padahal saat ini Indonesia menjadi Presidensi G20 di tahun ini, yang mengedepankan ekonomi hijau dan berkelanjutan.
“Saya teringat 35 tahun lalu, saya menjadi bagian dari kader konservasi Indonesia Hijau. Saat itu badak masih di bawah 50, sekarang sudah sekitar 55. Itu bagus. Tapi tidak selaras dengan infrastrukturnya. Masih begitu-begitu saja,” kata Anas, dalam kegiatan terkait Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) yang diselenggarakan Kedai Pena, Minggu (27/3/2022).
Ia juga menyampaikan ada juga indikasi kerusakan zona pendukung di wilayah konservasi TNUK, yang secara tidak langsung akan mempengaruhi perjalanan wisata petualangan oleh para pengunjung.
“Saat saya mendayung, para petugas mengingatkan tentang buaya. Ya mungkin, karena populasinya yang sudah bertambah. Tapi bisa juga karena zona pendukung yang membatasi interaksi buaya dan manusia itu sudah menurun fungsinya. Seru sih dengan kondisi begitu. Tapi kalau berhadapan dengan buaya, ya ngeri juga,” ujarnya.
Ia menyatakan dukungannya jika di TNUK saat ini tidak hanya fokus pada konservasi satwa tapi juga mengembangkan program lainnya, yang berkaitan dengan perekonomian, pemberdayaan hingga budaya.
“Ya bagus kalau saat ini, jalan ke Ujung Kulon bukan hanya lihat badak. Tapi ada budaya atau yang seperti saya lihat kemarin ada tambak udang. Seharusnya perkembangan positif seperti ini juga didukung oleh upaya perbaikan atau peningkatan infrastrukturnya, yang keberadaannya sejalan dengan kondisi alamiah Ujung Kulon sendiri,” ujarnya lagi.
Anas menyatakan seperti di Cidokong, yang memiliki objek wisata jembatan Rawayan, dimana wisatawan hanya datang untuk jembatannya saja.
“Padahal di seberang jembatan itu ada banyak prasasti. Salah satunya adalah prasasti Purnawarman yang berasal dari Kerajaan Tarumanegara. Ini kan peninggalan budaya yang sangat penting,” ungkapnya.
Ia menyatakan untuk meningkatkan peran serta masyarakat sekitarnya, ia dan beberapa rekannya sudah membangun sebuah aplikasi yang bisa memberikan layanan wisata.
“Jadi, masyarakat bisa berdaya dengan menjadi pemandu wisata pada wisatawan melakukan pemesanan melalui aplikasi tersebut. Yang kami sasar adalah ibu dan para anak perempuan di daerah tersebut. Karena para prianya banyak yang pergi ke kota untuk mencari pekerjaan,” ungkapnya lagi.
Ia mengungkapkan sangat mendukung pengembangan wisata dan pemberdayaan masyarakat di daerah Ujung Kulon.
“Karena ini lah kontribusi dari kami sebagai praktisi lingkungan. Dan yang kami pesankan pada wisatawan, adalah jangan hanya datang dengan program. Tapi setelah itu dilupakan. Misalnya, kalau melakukan penanaman pohon, ya dipantau dan dirawat. Karena dua tahun pertama itu adalah masa penting sebelum pohon itu bertumbuh menjadi pohon yang indah dan kuat,” pungkasnya.
Laporan: Hera Irawan