SILVIO Berlusconi, pemilik klub sepakbola AC Milan, mengaku sedih karena terpaksa harus menjual klubnya kepada pengusaha Tiongkok (Cina). Walaupun dari penjualan itu ia mendapatkan uang 400 juta euro, setara dengan Rp. 5,8,- triliun.Â
Berlusconi yang juga mantan PM Italia, memang bukan satu-satunya pemilik klub sepakbola Eropa yang sedih  karena terpaksa menjual asetnya kepada pengusaha Cina.Â
Tapi kenyataan di lapangan, hanya pengusaha Cina yang punya uang berlebihan.
Juni baru lalu, klub satu kota  Inter Milan juga dibeli perusahaan ritel Cina,  Sunning Corporation Group.Â
‎
Sementara klub Aston Villa dari Inggris juga dibeli pengusaha Tony Xia dengan harga Rp. 72 juta poundsterling atau setara Rp. 1,3 triliun.
Dari Spanyol dikabarkan, saham 20% miliki Atletico Madrid, berpindah tangan ke milyarder Wang Jiang Lin dengan harga  US$ 52,- juta, sekitar Rp.650 milyar.
Berita sepakbola ini, Â menunjukkan Cina saat ini tengah merambah cabang terpopuler di dunia. Cara ini bisa jadi strateginya untuk merangkul dunia.Â
Atau sekaligus sebagai  “entry point” untuk memasuki sebuah negara atau kawasan regional yang bisnisnya menjanjikan.Â
Kalau perkiraan ini benar, berarti cara Cina mendominasi dunia, tidak lagi menggunakan metode kekerasan seperti peperangan seperti yang dilakukan negara-negara penjajah.Â
Masih dalam sepakbola. Cina nampaknya tidak mau kalah dengan Amerika Serikat yang sejak 10 tahun terakhir ini gencar mempromosikan kompetisi  MLS (Major League Soccer).Â
Bedanya, kalau MLS merekrut pesepak bola yang pensiun dari Liga Eropa, Liga Cina (Tiongkok)  justru merekrut pemain-pemain muda berbakat. Para pemain ini incaran Liga Cina ini  masih diperebutkan oleh klub-klub Eropa.Â
Kalau MLS menggaji lebih murah para pesepakbola yang sudah mau pensiun, Liga Cina mengincer pemain muda dengan gaji tertinggi.
Sejumlah pemain muda yang dibeli Liga Cina misalnya Ramirez (28 tahun, ex Chelsea), Alex Texeira (26, ex Shakhtar Donestk), Jackson Martinez (29, ex Atletico Madrid), Fredy Guerin (29, ex Inter Milan), Gervinho (28, ex AS Roma). Pembelian pemain-pemain di atas dalam kisaran ratusan milyar rupiah. Â
Untuk Ramirez dan Alex Texeira Liga Cina mengeluarkan dana Rp. 1,2 triliun. Sementara yang memecahkan rekor gaji, penyerang asal Ghana, Asamoah Gyan, 29 tahun.
Gyan saat ini bermain di klub Shanghai dengan gaji setara dengan  247.000 poundsterling per pekan. Dengan gaji tersebut, pemain Afrika ini hanya kalah dari dua pemain dunia; Christiano Ronaldo dan Lionel Messi. Padahal Gyan tidak setenar Ronaldo dan Messi. Gyan juga hanya semusim bermain di Liga Inggris. Â
Tapi dari gaji Gyan menunjukkan, Liga Cina merupakan salah satu liga terkaya di dunia. Cina sedang mengubah kiblat sepkbola dunia.‎
Selain pemain, Liga Cina juga merekrut pelatih papan atas asal  Amerika Latin dan Eropa. Bekas pelatih tim nasional Brasil, Luiz Felipe Scolari kini melatih klub Guangzhou Evergrande. Klub ini dulunya ditangani pelatih Fabio Canavaro (Italia) yang juga menggantikan rekan senegaranya, Marcelo Lippi.Â
Lippi dan Scolari, sama-sama pernah membawa tim nasional negara masing-masing menjadi juara dunia.Â
Pelatih papan atas lainnya Svend-Gorran Ericksson, bekas pelatih tim nasional Ingeris berkebangsaan Swedia.
Tidak ada alasan lain yang membuat pemain dan pelatih di atas pindah ke Cina, selain uang.Â
Negara ini, kata Ericksson memiliki milyarder yang tak bisa dihitung jumlahnya. Merekalah yang antara lain mendirikan klub dan berani membayar mahal para pesepakbola. Dia juga membandingkan kenyamanan tinggal di London dan Shanghai.
“Saya tak bisa membedakannya”, kata Ericksson.
Demikian agresifnya Cina dalam memasuki bisnis sepakbola membuat para manager klub Inggris, mengaku sangat khawatir.Â
Sebagaimana disuarakan Arsene Wenger, pelatih asal Prancis dari Arsenal.Â
“Yang kita harus khawatir, Cina mempunyai kemampuan finansil  yang luar biasa. Mereka bisa membeli seluruh Liga di Eropa”, ujar Wenger.
Kalau dicermati cara Cina merambah bisnis sepakbola, sebetulnya hal ini tidak terlalu mengejutkan. Dalam arti Cina sekarang tengah menjadikan bisnis olahraga sebagai salah satu “pintu masuk” negara itu menguasai dunia.
Sejumlah bisnis olahraga yang selama berpuluh tahun hanya  dikuasai negara-negara Eropa Barat atau Amerika, kini sudah dimasuki oleh Cina.Â
Sebut saja  Formula One, Tennis Shanghai Open, Golf China Open yang semuanya melibatkan sponsor dan hadiah kisaran triliunan rupiah.Â
Ada pengamat yang berpendapat, semua kegiatan olahraga ini merupakan tahapan dari agenda Cina menguasai dunia.Â
Jadi jangan pernah berpikir, Cina hanya melulu konsentrasi pada masalah ekonomi, bisnis, politik dan pertahanan. Olahraga justru mulai mereka jadikan ujung tombak dalam melakukan terobosan.
Oleh sebab itu kalau di Indonesia tersebar kekhawatiran terhadap Cina  yang berpotensi menjadi penjajah Indonesia, sah-sah saja. Tetapi berteriak-teriak khawatir saja, apalagi memaki-maki, tidak cukup. Â
Harus ada cara elegan dan terkonsep bagaimana menghadapi secara efektif. Harus menggunakan akal sehat dan ide cemerlang,Â
Kekhawatiran terhadap Cina  itu tidak salah. Tetapi kekhawatiran itu menjadi salah dan bersalahan kalau berlebihan.Â
‎Catatan Tengah Derek Manangka, Jurnalis Senior
‎