Artikel ini ditulis oleh Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik.
[Tulisan ini memberikan tanggapan atas Artikel yang berjudul ‘Etika Menuju 2024 Menurut Pangdam III/Siliwangi’]
“Ketika permainan curang tersebut sudah membuat penonton heboh atau bahkan membuat penonton menjadi resah dan tidak nyaman, maka “terapi” khusus harus diterapkan. Aturan hukum akan jadi acuan dan TNI siap tampil sebagai pengawal pada proses itu.”
[Pangdam III/Siliwangi, Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo]
Baru saja penulis membaca artikel menarik. 10 April 2023 lalu, Tribun Jabar menerbitkan artikel dengan judul ‘Etika Menuju 2024 Menurut Pangdam III/Siliwangi’. Artikel ini ditulis oleh Pangdam III/Siliwangi, Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo.
Meski tidak diberikan keterangan artikel tersebut adalah pendapat pribadi dan tidak mewakili institusi, namun penulis berkeyakinan tulisan yang dibuat oleh Jenderal TNI bintang dua tersebut cukup mewakili suasana kebatinan militer, yang sedang risau dengan kondisi negeri ini. Sebuah konfirmasi sikap batin TNI yang sedang dalam kondisi prihatin, khawatir, cemas, sekaligus tidak berdaya menyaksikan berbagai kerusakan di negeri ini, lebih spesifik ketika mencermati perpolitikan di negeri ini.
Kecemasan itu terlihat jelas, bagaimana Sang Jenderal berusaha memotret situasi komunikasi politik para elit hingga akar rumput, apalagi di era sosial media yang memasuki iklim kebebasan yang nyaris tanpa batasan. Pangdam Siliwangi mendeskripsikan situasi tersebut dengan ungkapan ‘Kencangnya suhu yang dibangun serta kuatnya terpaan media menjadikan komunikasi politik begitu dinamis, fluktuatif, sekaligus sarat muatan provokatif’.
Selanjutnya, meminjam pisau analisis dan teori Craig Allen Smith (Smith, 1992), Pangdam berusaha mengajak segenap elemen anak bangsa beranjak dari kondisi faktual yang mengkhawatirkan, menuju kondisi ideal dimana komunikasi politik semestinya dilaksanakan dalam masyarakat yang beradab, tidak asal bicara di dalam berpolitik.
Walau akhirnya, Pangdam juga menginsyafi bahwa realitasnya politik memang menyangkut suara orang yang mesti dibicarakan. Artinya, politik adalah komunikasi di mana semua orang terlibat dalam proses sosial untuk memahami kepentingan, masalah, otoritas konstitusional, sanksi, sekutu, dan sekaligus musuh.
Pembelahan dukungan politik, polarisasi politik antar partai dan Capres, ‘perang terbuka’ komunikasi para aktor politik, relawan dan buzzer, hingga potensi kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu 2024 adalah kondisi faktual yang ada di negeri ini. Jadi, yang dikhawatirkan Pangdam bukan saja soal proses komunikasi politik jelang Pemilu yang berpotensi mengganggu keamanan dan kedaulatan Negara, tetapi juga potensi konflik dan keterbelahan anak bangsa akibat adanya hasil Pemilu 2024 yang curang.
Yang menarik adalah, ketika Pangdam bicara soal bagaimana peran dan fungsi TNI ketika komunikasi politik brutal telah menyeret potensi perpecahan anak bangsa, yang mengancam pertahahan dan keamanan Negara. Pangdam, mengambarkan situasi politik yang mungkin terjadi dan preferensi tindakan yang akan diambil oleh TNI dengan ungkapan:
“Ketika permainan curang tersebut sudah membuat penonton heboh atau bahkan membuat penonton menjadi resah dan tidak nyaman, maka “terapi” khusus harus diterapkan. Aturan hukum akan jadi acuan dan TNI siap tampil sebagai pengawal pada proses itu.”
Lalu, apa parameter kondisi faktualnya, sehingga keadaan dan situasi bangsa telah menjadi heboh? Atau, apa pula deskripsi situasi dan kondisi yang resah, sehingga hal itu menjadi dasar legitimasi bagi TNI untuk tampil dalam proses itu? Apakah, TNI akan tampil secara mandiri untuk dan atas nama Negara melakukan tindakan menstabilisasi keadaan, atau bahkan mengambil peran partisan untuk mengambil alih kendali kekuasaan?
Tentu, Pangdam tak akan mungkin mengungkap sejumlah parameter dan deskripsi kongkrit tentang situasi dan kondisi bangsa ini diruang publik. Namun, tulisan Pangdam telah mengkonfirmasi bahwa Negara sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.
Sebenarnya, secara substansi tulisan Pangdam Siliwangi Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo ini tidak berbeda jauh dengan apa yang ditulis oleh Denny Indrayana soal dukungan Jokowi ke Ganjar, mencadangkan Prabowo termasuk menghalangi Anies Baswedan. Ada proses Pemilu 2024 yang bermasalah. Ada potensi Pemilu 2024 yang curang. Namun, tulisan Pangdam ini lebih kuat objektifitasnya karena lepas dari bias kepentingan kontestasi. Sementara Denny Indrayana, di beberapa bagian terdapat nuansa ‘Playing Victim Partai Demokrat’, karena Denny Indrayana diketahui dekat dengan SBY dan pernah menjadi Wamenkumham di era SBY.
Hanya saja keduanya, baik Deny Indrayana maupun Pangdam Siliwangi Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo sedang dalam kondisi tidak berdaya. Keduanya paham atas sejumlah soal dalam proses Pemilu, namun tak tahu harus mengambil langkah apa.
Karena itulah, Pangdam berusaha men-delivery pengetahuannya atas proses Pemilu yang bermasalah tersebut agar diketahui dan menjadi atensi seluruh rakyat. Dengan harapan, ada kontrol langsung dari rakyat dan ketika setiap saat TNI mengambil tindakan ‘terapi’ akan didukung oleh segenap rakyat.
Alhasil, tulisan yang dibuat Pangdam Siliwangi Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo ini mengkonfirmasi bahwa kegelisahan dan kecemasan yang dirasakan oleh segenap rakyat telah merembet ke relung batin militer. Situasinya, militer juga hanya bisa mengambil sikap Wait n See, untuk mengambil momentum strategis dalam rangka melakukan operasi terapi untuk menyelamatkan Negara.
Karena itu, butuh jembatan komunikasi yang intensif antara TNI dengan rakyat agar terjadi sinergi antara keduanya untuk menyelamatkan Negara. Terapi yang ditempuh militer, tidak akan mujarab tanpa dukungan rakyat. Gerakan perbaikan oleh segenap elemen rakyat, juga tak akan maksimal tanpa dukungan dan bekingan dari TNI.
[***]