Artikel ini ditulis oleh Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta.
Penurunan suku bunga oleh Bank Sentral AS, Federal Reserve (Fed), sebesar 25 basis poin ke kisaran 4,50-4,75 persen di tengah euforia kemenangan Presiden terpilih Donald Trump menjadi langkah yang menarik untuk dianalisis.
Keputusan ini bukan hanya refleksi atas dinamika ekonomi terkini di Amerika Serikat, tetapi juga sinyal kebijakan yang harus dibaca dalam konteks perubahan politik yang besar di Washington.
Konteks Data Ekonomi AS
Dari sisi ekonomi, AS menghadapi situasi yang relatif stabil, tetapi dengan sejumlah tantangan yang memerlukan respons kebijakan yang cermat.
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) AS pada kuartal ketiga 2024 tercatat sebesar 2,8 persen, sedikit lebih rendah dari ekspektasi tetapi masih di atas rata-rata jangka panjang AS sekitar 1,8-2 persen.
Indikator inflasi juga mencatatkan angka yang hampir mendekati target Fed, dengan tingkat inflasi inti mencapai 2,7 persen.
Meskipun ini mengindikasikan stabilitas ekonomi, potensi inflasi yang lebih tinggi bisa muncul seiring dengan kebijakan-kebijakan ekspansif yang diusulkan oleh administrasi Trump, seperti pemotongan pajak dan peningkatan belanja infrastruktur.
Pasar tenaga kerja AS, di sisi lain, mulai menunjukkan beberapa tanda pelonggaran.
Pertumbuhan lapangan kerja melambat pada Oktober, dengan penambahan hanya 12.000 pekerjaan, sebagian besar terdampak oleh badai di wilayah Tenggara dan sejumlah pemogokan.
Kondisi ini mendorong Fed untuk menurunkan suku bunga guna menjaga agar ekonomi tetap stabil, mendukung investasi, serta memastikan pasar tenaga kerja tetap kuat.
Mengapa Fed Memilih Menurunkan Suku Bunga?
Penurunan suku bunga ini mencerminkan sikap antisipatif Fed terhadap ekspektasi inflasi yang mungkin terdorong oleh kebijakan fiskal administrasi Trump.
Dengan kemenangan Trump, pasar memperkirakan peningkatan belanja infrastruktur, kebijakan proteksionis, dan pemotongan pajak yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Namun, kebijakan-kebijakan ini juga dapat menaikkan inflasi, terutama melalui peningkatan permintaan agregat dan harga barang impor yang lebih tinggi akibat tarif.
Keputusan Fed untuk menurunkan suku bunga adalah upaya untuk menyediakan stimulus tambahan guna memastikan bahwa ekonomi tetap berada pada jalur pertumbuhan yang stabil.
Langkah ini juga diambil untuk menjaga stabilitas di pasar keuangan, di mana pasar telah mengantisipasi pemangkasan suku bunga ini sejak pertemuan Fed pada bulan September.
Tindakan ini berfungsi sebagai “baantalan” untuk menyeimbangkan dampak dari kebijakan fiskal agresif yang mungkin akan diberlakukan oleh pemerintahan Trump.
Faktor Politik di Balik Keputusan Fed
Konteks politik pasca kemenangan Trump menjadi pertimbangan penting lainnya.
Trump diperkirakan akan menjalankan kebijakan yang sangat berbeda dari pemerintahan sebelumnya, termasuk kebijakan perdagangan yang lebih proteksionis dan kebijakan fiskal yang lebih agresif.
Dalam situasi ini, Fed harus memastikan bahwa kebijakan moneter tetap cukup longgar untuk mendukung ekonomi, tetapi juga siap untuk mengubah arah jika kebijakan Trump ternyata mendorong inflasi terlalu cepat.
Independensi Fed dalam mengambil keputusan ini juga penting untuk dipahami. Meski Fed sebenarnya berpotensi terancam independensinya saat nanti Trump berkuasa.
Seberat apapun tekanan independensi Fed, menjaga stabilitas ekonomi AS seharusnya menjadi adalah harga mati bagi FED.
FED idealnya melakukan sejumlah kebijakan moneter tanpa terpengaruh oleh dinamika politik jangka pendek.
Setidaknya saat ini Chairman Fed Jerome Powell masih memastikan hal tersebut. Ia menegaskan bahwa kebijakan moneter tidak akan dipengaruhi langsung oleh pemerintahan yang baru.
Namun pernyataan Powell tersebut bisa jadi adalah sinyal dirinya tidak lagi diperlukan oleh pemerintahan Trump yang akan datang.
Disinilah letak kenegarawanan Power karena selama dia menjadi Gubernur FED, dirinya akan berkomitmen pada mandatnya untuk menjaga stabilitas harga dan mendukung lapangan kerja, tanpa tergantung pada preferensi politik pemerintahan yang berkuasa.
Saya kira dirinya sedang mempertaruhkan jabaatan saat mengatakan demikian.
Dampak dan Harapan Ke Depan
Penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin ini menjadi sinyal bahwa Fed siap beradaptasi dan “bekerjasama” dengan perubahan yang akan datang di bawah kepemimpinan Trump.
Ini juga sinyal bahwa sebenarnya Powell, bukan sosok yang anti Trump sama sekali meski pendahulunya Janet Yellen menjadi Menteri Keuangan dari rival politiknya Biden-Harris.
Di satu sisi, langkah penurunan suku bunga ini memberikan dorongan bagi pasar untuk terus bergerak positif, karena suku bunga yang lebih rendah dapat mendorong investasi dan konsumsi.
Hal ini terlihat dari reaksi pasar yang cukup optimis, dengan kenaikan di indeks Nasdaq dan S&P 500.
Reaksi ini menunjukkan bahwa investor melihat penurunan suku bunga sebagai langkah yang tepat untuk mempertahankan stabilitas ekonomi dan memberikan ruang bagi pertumbuhan.
Ini juga petanda awal akan menguatnya Dollar dan melemahnya mata uang lain termasuk Indonesia.
Namun, di sisi lain, kebijakan Fed tersebut juga menunjukkan bahwa Fed berada dalam situasi yang kompleks.
Dengan kebijakan fiskal ekspansif yang diharapkan dari administrasi Trump, risiko inflasi yang lebih tinggi tampak nyata.
Suku bunga yang lebih rendah dapat membantu mendukung ekonomi jangka pendek, tetapi jika inflasi terus meningkat akibat tarif yang lebih tinggi atau lonjakan belanja pemerintah, Fed mungkin harus berbalik arah dan menaikkan suku bunga lebih cepat dari yang direncanakan.
Fed kini menghadapi tantangan untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas harga dalam konteks pemerintahan yang mungkin lebih fokus pada stimulus fiskal.
Pertanyaan yang muncul adalah, sejauh mana Fed dapat mempertahankan independensinya di bawah tekanan politik, terutama jika kebijakan moneter yang dipilihnya dianggap tidak selaras dengan keinginan politik pemerintah?
Dalam kondisi ini, kepemimpinan Powell di Fed akan sangat diuji.
Sementara ia bersikeras untuk tetap berpegang pada mandat Fed tanpa intervensi politik, situasi ini akan terus memunculkan potensi gesekan antara kebijakan Fed dan kebijakan pemerintah.
Dalam jangka menengah, langkah Fed ini diharapkan mampu memberi “bantalan” bagi ekonomi AS di tengah ketidakpastian kebijakan fiskal.
Penurunan suku bunga memberikan waktu bagi Fed untuk mengevaluasi dampak dari kebijakan Trump, seperti tarif dan pengeluaran infrastruktur, sambil terus menjaga pertumbuhan ekonomi.
Namun, jika inflasi mulai tidak terkendali, Fed mungkin terpaksa harus merubah arah kebijakan dan kembali mengetatkan suku bunga lebih cepat dari yang diperkirakan saat ini.
Catatan Penting
Penurunan suku bunga Fed di tengah euforia kemenangan Trump adalah langkah politis dan strategis yang mencerminkan kehati-hatian Fed di tengah perubahan politik besar.
Dengan kebijakan fiskal yang agresif diharapkan dari administrasi Trump, Fed nampaknya akan terus mengantisipasi dan memitigasi dampak potensial dari lonjakan inflasi sambil mempertahankan pertumbuhan yang stabil.
Bagi ekonomi AS, penurunan suku bunga ini adalah angin segar yang dapat memperkuat pasar tenaga kerja, mendorong investasi, dan menjaga pasar tetap optimis di tengah ketidakpastian.
Namun, langkah ini juga membawa risiko jangka panjang, khususnya terkait potensi tekanan inflasi yang lebih besar.
Fed sedang bersiap untuk menghadapi situasi yang kompleks ini, memastikan bahwa keputusan-keputusannya tetap berlandaskan data ekonomi dan bukan preferensi politik.
Di bawah tekanan transisi pemerintahan, komitmen Fed untuk menjaga stabilitas harga dan lapangan kerja akan menjadi penentu utama keberhasilan ekonomi AS di era baru ini.
[***]