Artikel ini ditulis oleh Steph Subanidja, Guru Besar Ilmu Manajemen, Dekan Sekolah Pascasarjana Perbanas Institute.
Donald Trump baru saja terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat (6/11/2024), dan Prabowo Subianto baru saja dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia (20/11/2024). Kebijakan ekonomi sering kali mencerminkan prioritas dan ideologi seorang pemimpin dalam merespons tantangan domestik dan global. Amerika Serikat (AS) dan Indonesia, sebagai negara dengan skala ekonomi yang berbeda, menghadapi tantangan ekonomi yang juga berbeda. Lantas bagaimana kebijakan ekonomi yang diperkirakan akan ditempuh Trump dan Prabowo?
Kebijakan Ekonomi
Pada masa pemerintahan Donald Trump (2017-2021), Amerika Serikat mengalami pemotongan pajak korporasi hingga 21 persen yang bertujuan mendorong investasi domestik. Hal ini menyebabkan Produk Domestik Bruto (PDB) AS tumbuh hingga 2.9 persen pada 2018, namun diikuti dengan peningkatan defisit perdagangan sebesar 12 persen pada tahun yang sama.
Di sisi lain, Prabowo Subianto, Presiden Indonesia yang baru dilantik, mengedepankan swasembada pangan dan hilirisasi sumber daya alam sebagai langkah untuk memperkuat kemandirian ekonomi Indonesia. Prabowo juga memprioritaskan program sosial untuk mengurangi kemiskinan yang masih mencapai 9.54 persen dari total penduduk (BPS, 2023). Upaya hilirisasi yang dirintis Presiden sebelumnya, Joko Widodo, dapat mengurangi defisit neraca perdagangan yang tercatat sebesar USD 1,07 miliar pada kuartal ketiga 2023.
Kebijakan ekonomi adalah alat penting yang digunakan untuk menciptakan pertumbuhan berkelanjutan, kesejahteraan masyarakat, dan kemandirian bangsa. Amerika Serikat, sebagai salah satu kekuatan ekonomi terbesar dunia, menghadapi tantangan global yang kompleks, terutama dalam konteks persaingan dagang dengan Tiongkok. Kebijakan ekonomi Donald Trump mengarah pada proteksionisme dengan harapan memperkuat daya saing domestik melalui tarif tinggi.
Sementara itu, Indonesia, sebagai negara berkembang, menghadapi tantangan untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi dalam negeri dan memperkuat ketahanan pangan dan energi. Kebijakan ekonomi Prabowo Subianto menitikberatkan pada kemandirian dengan mengurangi ketergantungan impor serta memperkuat sektor pertanian dan sumber daya alam.
Fokus Kebijakan
Kebijakan ekonomi Donald Trump dan Prabowo Subianto memiliki fokus dan pendekatan yang berbeda, meskipun keduanya menekankan pertumbuhan ekonomi dan kemandirian nasional.
Selama masa jabatannya sebagai Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menerapkan kebijakan ekonomi pemotongan pajak. Trump menurunkan tarif pajak perusahaan secara signifikan, dengan tujuan mendorong investasi domestik dan pertumbuhan ekonomi. Ia juga menempuh kebijakan proteksionis. Trump memberlakukan tarif tinggi pada impor, terutama dari Tiongkok, untuk melindungi industri dalam negeri. Namun, kebijakan ini memicu kekhawatiran akan peningkatan inflasi dan ketidakpastian perdagangan global. Kebijakan ketiga Trum adalah deregulasi. Trump mengurangi berbagai regulasi yang dianggap menghambat pertumbuhan bisnis, dengan harapan meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan Amerika.
Sebagai Presiden Indonesia yang baru dilantik, Prabowo Subianto telah mengumumkan beberapa kebijakan ekonomi utama. Prabowo menargetkan kemandirian pangan dan energi untuk mengurangi ketergantungan pada impor, dengan fokus pada pengembangan pertanian dan energi terbarukan yang disebut swasembada pangan dan energi.
Hilirisasi sumber daya alam adalah juga kebijakan Prabowo. Ia berencana melanjutkan hilirisasi sumber daya alam, seperti nikel dan tembaga, untuk meningkatkan nilai tambah dan menciptakan lapangan kerja di dalam negeri. Prabowo berkomitmen untuk mengurangi kemiskinan melalui program seperti pemberian makanan bergizi gratis kepada anak-anak dan ibu hamil, serta penghapusan utang bagi UMKM, petani, dan nelayan.
Kebijakan ekonomi Donald Trump dan Prabowo Subianto, meskipun ditujukan untuk mengamankan kepentingan domestik, menghadapi tantangan signifikan dalam penerapannya. Di Amerika Serikat, kebijakan Trump yang berfokus pada proteksionisme dan pemotongan pajak telah meningkatkan pertumbuhan ekonomi jangka pendek, namun mengakibatkan defisit yang lebih besar serta ketidakpastian di sektor perdagangan global. Pertanyaan yang muncul adalah, sejauh mana kebijakan proteksionis dapat memperkuat posisi ekonomi AS tanpa mengorbankan relasi global yang stabil?
Sebaliknya, kebijakan Prabowo yang berfokus pada swasembada dan hilirisasi diharapkan dapat mengurangi defisit perdagangan Indonesia, namun memerlukan investasi besar dalam infrastruktur dan teknologi. Mampukah Indonesia mencapai kemandirian ekonomi di tengah tantangan globalisasi dan tekanan dari negara-negara maju yang menguasai teknologi? Perluasan program sosial untuk menekan angka kemiskinan menjadi upaya yang strategis, tetapi pendanaan yang memadai dan pengawasan yang ketat harus diterapkan agar hasilnya dapat diukur secara kuantitatif.
Dari sudut pandang global, perbandingan ini menunjukkan bahwa baik proteksionisme ala Trump maupun kemandirian ekonomi ala Prabowo menghadapi risiko dan peluang yang sama besarnya. Upaya kedua negara untuk menciptakan pertumbuhan melalui pendekatan yang berbeda menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas dan keberlanjutan kebijakan tersebut dalam menghadapi dinamika ekonomi global yang semakin kompleks.
[***]