KedaiPena.com – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) kembali menyuarakan potensi bencana alam berupa gempa berkekuatan besar akan terjadi di Indonesia. Kejadian gempa besar ini ramai dibicarakan dengan istilah gempa megathrust.
Menyikapi hal itu, Anggota Dewan Pakar DPP Gerindra, Bambang Haryo Soekartono (BHS) meminta pemerintah pusat dan daerah segera menindaklanjuti peringatan BMKG dengan lebih aktif dalam melakukan mitigasi bencana terkait potensi terjadinya megathrust di wilayah selatan dan barat Indonesia.
Ia berharap ada perubahan mindset dari pemerintah, dari penanggulangan dan penanganan bencana menjadi antisipasi atau pencegahan dampak bencana.
“BMKG kan sudah kerap kali menyampaikan adanya potensi megathrust ini. Walaupun memang tidak bisa dipastikan kapan terjadinya, seharusnya pemerintah daerah dan pusat melakukan langkah mitigasi bencana sebagai antisipasi atas dampak daripada megathrust itu,” kata BHS, Senin (19/8/2024).
Seperti diketahui, Indonesia merupakan pertemuan dari tiga lempeng dunia, yaitu indo-australia, pasifik, dan eurasia.
“Contohnya Jepang, baru terjadi gempa yang dasyat di lempeng pasifik, tentu ini sangat mungkin bisa merambat ke Indonesia karena kita juga dilewati oleh lempeng pasifik,” ucapnya.
Risiko besar yang dimiliki Indonesia berkaitan posisi geografis ini harusnya membuat pemerintah bisa dengan cepat merespon data maupun hasil kajian yang dilakukan oleh BMKG.
“BMKG kan sudah menginformasikan, selanjutnya bagaimana? Ya pemerintah sebagai penanggung jawab, pengelola negara mempersiapkan semua sektor yang terkait dengan penanggulangan bencana,” ucapnya lagi.
Sebagai contoh, Basarnas itu harus siap SDM-nya, juga infrastruktur kelengkapannya untuk di tempatkan di posisi-posisi kota-kota rawan gempa. Demikian juga BNPB juga harus mempersiapkan semua SDM dan peralatannya serta perbekalannya di wilayah Indonesia rawan gempa, misalnya Selatan Jawa, Pesisir Barat Sumatera dan Pesisir Barat Sulawesi.
“Jangan sampai mereka tidak siap dengan alasan anggaran dikurangi Kemenkue yang tidak paham penyelematan nyawa dan barang publik,” kata BHS tegas.
“Mereka harus siap, harus gayung bersambut. Jangan terulang kejadian yang buruk sebagai dampak bencana. Misal Aceh, itu kejadiannya gempa, dampaknya tsunami. Itu kan karena belum ada persiapan mitigasi bencana, akhirnya terjadi korban yang sangat besar jumlahnya,” imbuh Anggota Legislatif Terpilih periode 2024-2029 ini.
Dan pemerintah harus melakukan mitigasi tanggap bencana melibatkan masyarakat. Baik berupa peningkatan infrastruktur, juga sosialisasi tanggap bencana, maupun simulasi-simulasi tanggap bencana, seperti halnya tanggap mendengarkan sirine/early warning system dan segera melakukan penyelamatan menuju tempat titik kumpul evakuasi.
“Kan ada early warning system, sebagai sistem peringatan dini dari bencana yang terjadi. Itu, harus dimaksimalkan. Faktanya, di kota-kota besar diIndonesia sebagian besar tidak memiliki early warning system dan titik kumpul evakuasi misalnya di Surabaya, kota saya sendiri, itu tidak ada sirene sebagai informasi adanya bencana. Seharusnya, di semua sudut kota itu ada sirene itu, jadi saat ada bencana, itu dibunyikan, sehingga masyarakat yang sedang tidur pun bisa terbangun. Begitu pula operator seismograph harus standby terus,” ungkapnya.
Ia mengimbau kepada semua pihak, untuk melakukan aksi nyata, bukan hanya ribut-ribut tentang megathrust.
“Jangan cuma ribut gempa megathrust, gempa megathrust, tapi harus ada aksi nyata untuk mengantisipasi dampaknya. Jangan hanya menakut-nakuti saja tapi sebagai titik awal untuk memulai persiapan mitigasi bencana. Mulai dari penjelasan tentang bencana itu, tanda-tanda alarm yang bisa dijadikan patokan bencana, apa yang harus dilakukan masyarakat jika sinyal bahaya itu muncul, apa yang harus dipersiapkan masyarakat untuk menghadapi bencana itu, seperti tas bekal bencana yang berisi perlengkapan dasar bertahan hidup, dan terakhir, kemana masyarakat bisa berlindung jika terjadi bencana,” ungkapnya lagi.
Masyarakat pun, lanjutnya, harus aktif dalam menyikapi potensi bencana ini. Salah satunya dengan meng-asuransikan aset-nya, baik aset diri sendiri maupun aset benda kepemilikan mereka.
“Kalau masyarakat tidak mampu, tugas pemerintah pusat maupun daerah bisa meng-asuransikan masyarakat dan harta bendanya untuk di lindungi. Karena kan yang dilindungi itu bukan hanya barang ya, tapi nyawa publik juga,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa