KedaiPena.Com – Pembangunan megaproyek Land Based LNG Receiving and Regasification Terminal yang berlokasi di Bojonegara, Banten merupakan proyek bisnis biasa.
Tujuan pembangunan terminal LNG terpadu itu adalah demi memenuhi kebutuhan ancaman terjadinya defisit gas di wilayah Jawa bagian barat.
Megaproyek tersebut merupakan kerja sama antara  PT Pertamina (Persero) dengan salah satu unit usaha Kalla Group, PT Bumi Sarana Migas (BSM).
Firlie Ganinduto, Ketua Komite Tetap Hubungan Kelembagaan dan Regulasi Sektor Energi Minyak dan Gas Bumi Kadin, mengatakan, sebaiknya semua pihak berpikir baik sangka terlebih dahulu terhadap proyek tersebut.
“Kita sangat membutuhkan berbagai infrastruktur yang terkait gas. Jika ternyata di kemudian hari ada sesuatu yang tidak beres, biarkan aparat penegak hukum yang turun tangan,†kata dia di Jakarta, Senin (21/11).
Menurut Firlie, pihaknya sangat yakin Pertamina sebelum akhirnya memutuskan kerja sama dengan pihak lain telah melakukan uji kelayakan dengan benar.
“Pertamina itu perusahaan besar, tidak mungkin mereka main-main dengan perusahaan kecil yang tidak memiliki kemampuan, apalagi untuk megaproyek kilang LNG terpadu tersebut,†jelas dia.
Sebelumnya Vice President LNG Pertamina Didik Sasongko Widi pernah berkomentar, semula Pertamina hanya ingin membangun terminal penerima LNG. Namun, melihat perkembangannya, proyek tersebut ditingkatkan menjadi kompleks terpadu.
Menurut Didik, kompleks energi terpadu tersebut tidak sepenuhnya dimiliki perseroan. Proyek ini akan berbentuk perusahaan patungan (joint venture), di mana Pertamina hanya memeroleh saham minoritas.
Dirut Pertamina Dwi Soetjipto pada medio Mei 2016 sempat mengungkapkan, pihaknya masih mengkaji lebih jauh proyek kerja sama perseroan dengan PT BSM. Pasalnya, negosiasi harga pengantaran gas melalui pipa atau toll fee, serta biaya regasifikasi masih dalam tahap negosiasi.
Juru bicara PT BSM Nanda Sinaga pernah mengatakan, terminal itu akan dibangun dengan kapasitas 500 MMscfd atau setara lebih dari empat juta ton.
Dia menjelaskan, megaproyek itu ditaksir akan membutuhkan dana investasi hingga Rp 10 triliun. Dana tersebut akan diperoleh dari pembiayaan para pemegang saham serta pinjaman dari lembaga keuangan Jepang, baik pemerintah Jepang maupun perbankan Jepang,
“Proyek ini dibangun sebagai antisipasi ancaman defisit gas di Jawa bagian Barat. Kami pun sudah memiliki lahan di lokasi tersebut sejak 1990-an,†kata dia belum lama ini.
Penjelasan Nanda, ketertarikan Kalla Group dalam membangun proyek ini diawali oleh data Kementerian ESDM dan kajian Wood MacKenzie mengenai Outlook Suplai Gas 2013-2030.
“Data tersebut menunjukan bahwa Jawa bagian Barat akan mengalami defisit neraca gas yang disebabkan oleh berkurangnya dan akan habisnya (depletion) cadangan gas dari Sumatera serta meningkatnya permintaan akan kebutuhan gas,†ungkap dia.
Laporan: Muhammad Hafidh