Oleh : Salamuddin Daeng Analis Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)
BUKAN hanya dalam dunia kebudayaan, di dalam ekonomi juga ada mitos. Prasangka banyak analis tentang industri nasional ternyata sangat berat yakni bahwa Indonesia tidak mungkin dan lebih jauh tidak akan bisa menjadi negara industri.
Mitos ini didasari atas pemikiran bahwa negara ini telah ditempatkan secara mendalam sebagai penyedia bahan mentah dan selanjutnya sebagai penerima produk jadi dari negara industri maju. Kesempatan yang dimiliki Indonesia cuma itu. Sumber daya alam atau bahan mentah dikeruk, dijual murah, dan tidak perlu ada industrialisasi di Indonesia.
Bahkan ada pandangan yang lebih konyol lagi dalam menanggapi mengapa kita tidak dapat mengolah bahan mentah menjadi produk jadi atau setengah jadi? karena nanti orang-orang di Tiongkok, di Jepang, di Korea, dan di Eropa serta Amerika akan menjadi pengangguran. Kalau kita buat produk jadi sendiri, negara-negara itu bisa rusuh katanya. Itu diyakini para pengurus ekonomi Indonesia.
Bahkan ada mitos yang lebih menyakitkan lagi bahwa Indonesia memang takdirnya menjadi negara terbelakang dalam industri. Kapasitas Indonesia terutama manusianya tidak dapat mencapai level kapasitas manusia di negara-negara industri tersebut. Jadi bagi Indonesia sulit menjadi ekonomi bernilai tambah, memiliki banyak akumulasi uang dan capital, dan lebih jauh memiliki daya dan membentuk kekuatan materialnya.
Benarkah seperti itu, begitu lemahkah perkembangan sejarah masyarakat Indonesia sehingga harus beku dalam segala indikator ketertinggalan? Mari kita lihat apa saja yang pernah terjadi di Bumi nusantara dan apa yang pernah dilakukan banyak orang di sini. Ulasan kali ini akan panjang lebar. Bahwa mitos yang selama ini berkembang itu kurang berdasar dan mudah untuk dijebol.
Indonesia berada dalam satu mata rantai industri tertua di dunia. Perdagangan bahan baku industri yang berasal dari Indonesia merupakan awal sejarah peradaban modern. Negeri di nusantara ribuan tahun lalu telah bisa mengolah, menghasilkan emas, menempa perunggu, besi dan tembaga. Negeri di nusantara telah mampu mengolah kapur barus, mengolah rempah-rempah yang diperdagangkan ke seluruh dunia.
Keberadaan industri tertua yang masih kita lihat sampai saat ini adalah industri tembakau. Industri tembakau di Indonesia memiliki sejarah yang panjang dan rumit. Tembakau diperkenalkan ke Indonesia oleh Belanda pada abad ke-17, dan industri ini mulai berkembang pada abad ke-19. Budidaya dan produksi lokal akhirnya menghasilkan industri yang berkembang pesat. Industri tembakau Indonesia berada pada level yang sama baik dalam hal sejarah maupun eksistensinya dengan perusahaan multinasional seperti Philip Morris, British American Tobacco, dll.
Sekarang Indonesia menjadi salah satu produsen dan konsumen tembakau terbesar di dunia. Industri ini didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar seperti HM Sampoerna, Bentoel International Investama, Djarum, dan Gudang Garam. Rokok kretek yang beraroma cengkeh sangat populer di Indonesia dan menguasai sebagian besar pasar.
Bukan hanya dalam industri pangan, industri manufaktur Indonesia berada dalam periode yang sama dengan perkembangan industri di barat. Penemuan ladang-ladang minyak di Indonesia adalah yang pertama di dunia. Penemuan minyak pertama di Indonesia dilakukan pada tahun 1871 oleh seorang pedagang Belanda bernama Jan Reerink. Ia menemukan rembesan minyak di Majalengka, dekat lereng Gunung Ciremai di Jawa Barat. Reerink mengebor empat sumur, menghasilkan total 6.000 liter minyak, menandai produksi minyak pertama Indonesia. Penemuan minyak yang kemudian menjadi bahan bakar utama perkembangan industri di Eropa.
Dalam hal industri minyak Indonesia adalah pioneer. Membangun salah satu kilang minyak pertama di dunia, Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM), didirikan oleh Belanda pada tahun 1894 di Pangkalan Brandan, Sumatera Utara. Kilang minyak pertama dibangun pada tahun 1859 di Titusville, Pennsylvania, AS, tak lama setelah sumur minyak pertama berhasil dibor. Kilang ini menggunakan teknik penyulingan sederhana untuk menghasilkan minyak tanah, yang sangat dibutuhkan untuk penerangan.
Pada masa Pendudukan Jepang: Selama Perang Dunia II, pasukan pendudukan Jepang memperbaiki dan memperluas fasilitas minyak untuk mendukung upaya perang mereka.
Pasca-Kemerdekaan: Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, industri minyak dinasionalisasi, dan PT. PERTAMINA didirikan pada tahun 1968 untuk mengelola sumber daya minyak dan gas negara. Perkembangan Modern: Saat ini, Indonesia memiliki beberapa kilang utama, termasuk Cilacap, Balikpapan, dan Dumai, dengan proyek-proyek yang sedang berlangsung untuk memperluas dan memodernisasi fasilitas-fasilitas ini.
Dalam industri petrokimia Indonesia yang dulu adalah Hindia Belanda adalah yang cukup tua usianya. Industri ini mulai terbentuk pada awal abad ke-20 selama masa kolonial Belanda, awalnya berfokus pada produksi kimia dasar untuk mendukung sektor pertanian. Sekarang pun telah berkembang dengan sangat baik. Indonesia masih memiliki kemampuan dalam membangun dan mengembangkan industri petrochemical.
Dalam hal industri transportasi, Indonesia adalah yang cukup tua dan modern yakni hadirnya transportasi kereta api. Sejarah kereta api di Indonesia bermula dari era kolonial. Jalur kereta api pertama di Indonesia diprakarsai oleh Gubernur Jenderal Baron Sloet van den Beele pada 7 Juni 1864 di Desa Kemijen, Semarang, Jawa Tengah.
Jalur ini mulai beroperasi pada 10 Agustus 1867, menghubungkan stasiun pertama di Semarang dengan Tanggung, yang menempuh jarak 25 kilometer.
Jalur kereta api ini dioperasikan oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) dan menggunakan ukuran standar 1.435 mm. Seiring berjalannya waktu, jaringan kereta api ini meluas secara signifikan, menghubungkan kota-kota besar dan daerah-daerah di seluruh Jawa dan pulau-pulau lainnya.
Sebagai catatan kereta api umum pertama di dunia yang menggunakan lokomotif uap untuk layanan barang dan penumpang adalah Kereta Api Stockton dan Darlington, yang dibuka pada tanggal 27 September 1825. Lokomotif Locomotion No. 1, yang juga dibangun oleh George Stephenson, menarik kereta pertama di jalur ini.
Dalam hal transportasi yang berbasis mesin motor bakar memang Indonesia tidak memiliki basis sejarah perkembangan yang kuat. Meskipun merupakan negara penghasil minyak. Akan tetapi sejarah membuktikan bahwa kepemilikan saham atas perusahaan otomotif raksasa dunia sahamnya dimiliki oleh raja Jawa. Hal yang sangat jarang diceritakan.
Pasca kemerdekaan sampai sekarang ini Indonesia adalah pangsa pasar yang paling penting bagi industri otomotif raksasa dunia. Usaha Indonesia mengembangkan industri otomotif menuai kendala dan sangat rumit dikarenakan masalah-masalah politik, pergantian kekuasaan, dan konsistensi dalam perencanaan.
Tampaknya ada usaha-usaha untuk menghambat tumbuh dan berkembangnya industri otomotif Indonesia meskipun sulit dibuktikan, namun yang jelas ini telah menghasilkan ketergantungan yang tinggi kepada impor.
Walaupun demikian impor terbesar Indonesia masih didominasi impor bahan bakar. Dari 10 impor barang terbesar Indonesia, 3 urutan teratas adalah bahan bakar yakni Refined Petroleum: $23.2 billion, Crude Petroleum: $10.1 billion, Petroleum Gas: $4.92 billion. Ketiganya nilainya mencapai 38-40 miliar dolar atau mencapai 620 triliun rupiah setahun.
Sementara impor produk manufaktur yang lain juga berada pada posisi teratas meskipun masih kalah besar dengan impor bahan bakar yakni impor Motor Vehicles and Parts: $4.19 billion, Broadcasting Equipment: $4.01 billion, Machinery including Computers: $3.9 billion, Electrical Machinery and Equipment: $3.5 billion, Iron and Steel: $3.2 billion, Plastics and Plastic Articles: $2.9 billion dan Organic Chemicals: $2.5 billion. Ketergantungan yang sangat besar terhadap impor manufaktur ini memperlihatkan suatu level ketergantungan yang besar.
Apa pelajaran sejarah yang dapat dipetik dari uraian panjang lebar di atas ; Pertama, keuangan yang dibentuk oleh perekonomian Indonesia selama ratusan tahun gagal diselamatkan sebagai sumber modal nasional. Artinya sumber keuangan itu diambil pihak lain.
Kedua, industri Indonesia yang seharusnya berkembang secara alami dihalangi secara destruktif sehingga perkembangan sejarah terputus.
Ketiga, ekonomi Indonesia terutama industrinya didesain sedemikan rupa mulai dari menanamkan mitos-mitos sebagai filosofinya, brainwash para pemikir dan aktivis sebagai juru bicara de-industrialisasi, mendesain program dan menyuap dengan berbagai program untuk terus berada dalam jalur de-industrialisasi.
Mengakhiri mitos memang tidak mudah karena mitos-mitos itu telah menjadi nikmat tersendiri bagi para pengurus negara dan menjadi ilmu yang mereka bisa ceritakan sebagai dongeng-dongeng pengantar tidur kepada masyarakat khalayak ramai.
Mengakhiri mitos hanya bisa dilakukan dengan tegangan listrik yang besar yang dialirkan ke kepala setiap orang sehingga membuat mindblowing, ledakan otak karena terkejut oleh sesuatu yang tidak mereka duga-duga.
Itulah Maung yang ditunggangi Presiden Prabowo Subianto. Mobil gagah perkasa seperti penunggangnya yang diproduksi oleh PT Pindad. Konon 100 persen desain mobil dilakukan oleh anak bangsa.
Maung adalah kejutan bagi bangsa Indonesia yang merupakan kejutan pertama dari Presiden ke-8 Republik Indonesia. Maung akan menjadi keyakinan baru bahwa Indonesia bisa membangun industri. Maung itu adalah bangun jiwanya dan bangun raganya. This is our capacity.
(***)