KedaiPena.Com – Masyarakat Adat Skanto, Keerom, Papua, mengeluhkan buruknya program transmigrasi rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto.
Soalnya, hingga kini mereka belum mendapatkan kompensasi atas ditempatinya tanah ulayat oleh transmigran.
Apalagi, kata Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua, Frits Ramandey, sudah banyak tanah yang diperjualbelikan oleh transmigran.
“Tanah-tanah tersebut dijual oleh para transmigrasi kepada orang kaya, lalu mereka (transmigran) berangkat kembali ke kampung halaman mereka di Pulau Jawa,” ujarnya di Kota Jayapura, Papua, Jumat (23/6).
“Sementara, pembeli tersebut secara leluasa menguasai tanah dan melakukan intimidasi kepada masyarakat lokal,” sambungnya.
Menurut Frits, sikap tersebut bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), di mana hutan rakyat bukan hutan negara.
“Artinya, kalau di waktu lalu pemerintah melakukan intimidasi terhadap masyarakat dan mengiasai tanah milik masyarakat secara sepihak tanpa ada konpensasi, maka bisa di gugat kembali,” jelas penatua Gereja GKI Maranatha Polimak I, Distrik Jayapura Selatan, Jayapura, itu.
Karenanya, masyarakat adat dan dipimpin Ketua Dewan Adat Skanto, Didimus Worare, mengadukan masalah tersebut kepada Komnas HAM.
Selanjutnya, Komnas HAM bakal membentuk tim untuk melakukan kajian terhadap pengaduan itu. Salah satu yang dikerjakan nanti, meminta klarifikasi kepada pemerintah pusat maupun kabupaten setempat.
“Ini akan menjadi perhatian Komnas HAM untuk mengembalikan hak milik masyarakat adat sebagai hak waris dan menjaga identitas mereka di atas tanah masyarakat sebagai hak penting,” tandas Frits.