KedaiPena.com – Dunia perbukuan Indonesia dinilai sangat dinamis dan secara cakupan masih sangat kurang jumlahnya. Sehingga dibutuhkan peningkatan profesionalisme pelaku perbukuan serta peningkatan penilaian dan pengawasan produk buku.
Guru Besar Universitas Negeri Jakarta, Prof. Dr. Awaluddin Tjalla, MPd, menjelaskan perbukuan memiliki keterkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan.
“Mencerdaskan kehidupan bangsa itu merupakan tanggung jawab pemerintah. Artinya berkaitan dengan proses belajar mengajar, dimana buku dan assessment tak bisa dipisahkan. Dan ini berkaitan dengan kurikulum, yang berujung pada kualitas pendidikan,” kata Prof. Awaluddin, dalam bincang pendidikan, ditulis Selasa (16/8/2022).
Buku, lanjutnya, merupakan pegangan penting tenaga pendidik yang perlu dijaga pengembangan dan proses-proses pembuatannya.
“Sudah ada regulasi tentang perbukuan. Ada UU Sistem Perbukuan 2017, dimana ada aturan tentang ditumbuhkannya ekosistem perbukuan. Di dalamnya juga disebutkan tentang pelaku-pelaku perbukuan. Mulai dari editor hingga penterjemah, penyiapan naskah, dan penilaian buku,” paparnya.
Ia menilai kesalahan yang terjadi pada buku PPKN, dinyatakan pernah terjadi pada Kurikulum 2013. Yaitu pada buku IPS, terkait nama ibukota Israel, tertulis Yerussalem dan sempat membuat heboh karena bertepatan dengan pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Organisasi Negara-negara Islam.
“Hal ini dapat dimaklumi. Karena buku itu merupakan suatu proses. Setiap kesalahan yang teridentifikasi saat digunakan, dapat diperbaiki,” paparnya lagi.
Prof. Awaluddin menyebutkan ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kesalahan dalam konten buku pendidikan.
“Buku pendidikan, seharusnya membutuhkan waktu kajian, yang tidak sebentar. Paling sedikit dua atau tiga tahun. Sementara di Indonesia, kita cuma punya waktu dalam hitungan empat hingga enam bulan, karena faktor anggaran,” kata mantan Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan ini.
Karena pentingnya nilai buku pendidikan ini, ia menegaskan pemerintah perlu mempersiapkan waktu kajian yang lebih panjang dan dalam.
“Mungkin saat persiapan buku ini sedang pandemi, jadi dilakukan secara hybrid, sehingga kesalahan lebih mungkin terjadi. Walaupun, berdasarkan pengamatan saya, prosedur pembuatan bukunya sudah terpenuhi. Apalagi saat ini sudah ada komite khusus untuk buku,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa