KedaiPena.Com – Jurubicara Presiden era Abdurrahman Wahid, Adhie M Massardi, meminta agar pemerintah dapat mengikuti jejak langkah mantan bosnya dalam menangani dan memperlakukan masyarakat Papua.
Pernyataan Adhie begitu ia disapa didasari oleh kerusuhan dan gejolak yang terjadi di Papua dalam kurun waktu terakhir ini.
“Berkali-kali teman-teman di Papua mengatakan sebaik-baiknya pemerintah pusat ialah saat zaman Gusdur. Alasannya karena mereka diperlakukan selayaknya manusia oleh Gusdur,” ujar Adhie, kepada KedaiPena.Com, Jumat, (30/8/2019).
Gusdur begitu sapaan khasnya, lanjut Adhie, melakukan pendekatan kemanusian. Hal ini menurut Adhie membuat masyarakat Papua sangat terkesan dengan sikap Gusdur.
“Selama ini pemerintah pusat beranggapan dirinya raja saat ke Papua, datang minta diperlakukan dengan fasilitas dan segala macam, tapi soal kemanusiaan tidak dipenuhi seperti soal akses, dan kesejahteraan,” beber Adhie.
Adhie membeberkan Gusdur juga memberikan kesempatan masyarakat Papua untuk mengibarkan bendera kejora, asal, tidak lebih tinggi dari bendera Merah Putih.
“Gusdur memberikan penyelesaian pendekatan kesejahteraan di Papua dibantu Bang Rizal Ramli yang waktu itu dipercaya menjadi arsitek ekonomi Gusdur,” jelasnya.
Adhie menambahkan melalui Rizal Ramli, Gusdur pun menyiapkan otonomi khusus dan dana alokasi khusus untuk Papua yang sedianya akan terasa kemanfaatnya dalam satu hingga dua tahun selanjutnya.
“Tapi sebelum itu terlaksana, Gusdur dilengserkan dan program-program tersebut tidak dilanjutkan. Presiden selanjutnya tidak memperlakukan masyarakat Papua sebagai saudara setara dengan yang lain. Oleh sebab itu, ketika masalah kecil rasial, jadi meledak,” tegas Adhie.
Cueknya pemerintah pusat selepas kepemimpinan Gusdur, tegas Adhie, diperburuk dengan tidak tersalurkannya anggaran otonomi khusus kepada masyarakat Papua.
“Apakah kita percaya misalnya pusat keluar 100 juta sampai daerah tersebut tidak dipotong. Nanti, ketika sampai Papua juga dipotong. Palingan utuhnya 40 persen,” beber Adhie.
Warning Untuk Rezim Pemerintahan Jokowi.
Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) ini menilai kerusahan di Papua sebagai warning rezim untuk Presiden Jokowi di periode kedua kepemimpinanya.
“Dalam pilpres kemarin menurut versi KPU Jokowi-Ma’ruf di Papua ini menang telak artinya harus dipersepsikan Jokowi dipercaya oleh masyarakat di sana. Tapi faktanya kejadian dan kerusuhan seperti ini dapat dinilai sebagai kemarahan dan tidak adanya keadilan,” papar Adhie.
Adhie pun mempertanyakan bagaimana jika kasus seperti di Papua terjadi di daerah-daerah yang tidak dimenangkan oleh Jokowi-Ma’ruf pada pemilu lalu.
“Bagaimana daerah yang kalah telak seperti Aceh, Sumbar, Jawa Barat dan sebagian Kalimantan, ketika ada masalah pasti lebih keras dari Papua. Ini kan intinya masyarakat kehilangan kepercayaan dengan pemerintah pusat, khususnya soal ekonomi,” ungkap Adhie.
Sebelumnya, kerusuhan kembali terjadi di Jayapura, Papua, Kamis (29/8/2019). Kerusuhan ini buntut dari dugaan aksi rasisme dan persekusi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya pada 16 dan 17 Agustus 2019 lalu.
Dalam kerusuhan di Jayapura hari ini, massa bertindak anarkis. Massa melakukan perusakan dan pembakaran terhadap sejumlah fasilitas umum.
Gedung Grapari Telkom pun dibakar. Selain itu massa pun merusak gedung-gedung di sekitar Grapari.
Situasi mencekam Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Jenderal TNI (Purn) Wiranto mengaku telah memperoleh laporan perihal kondisi terkini di Jayapura.
“Hari ini saya juga mendapat laporan demo yang berjalan di Abepura ke Jayapura sudah membakar gedung MRP, ya menjebol rumah tahanan,” kata Wiranto di Kompleks Parlemen, Senayan.
Laporan: Muhammad Hafidh