Artikel ini ditulis oleh AJ Purwanto, Pegiat Budaya.
Desa Kenalan, adalah sebuah desa yang berada di lereng pegunungan Menoreh yang berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo Jogjakarta. Desa Kenalan berjarak sekitar 14 km dari Candi Borobudur. Ketinggian tempat 400 meter di atas permukaan laut dengan luas desa 241,9 Ha. Dengan berlatar belakang Perbukitan Menoreh dan didukung oleh kondisi alamnya yang masih alami dan memiliki pemandangan alam yang indah mempesona, Desa kenalan mampu memanjakan mata setiap pengunjung.
Secara umum, di Desa Kenalan terdapat banyak perkebunan rakyat. Luasnya mencapai 22 Ha dengan kepemilikan perkebunan oleh masyarakat. Tanaman yang banyak diusahakan disini adalah tanaman komoditas buah-buahan terutama rambutan yang luasnya sekitar 20 Ha dan bambu. Masyarakat Desa Kenalan mempunyai mata pencaharian pokoknya adalah sebagai petani dan buruh tani, pengrajin dan peternak.
Dialog budaya dan pentas seni dalam rangka pra kegiatan 22 tahun Ruwat Rawat Borobudur sebagai warisan budaya dunia digelar di Balaidesa Kenalan, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, (Rabu 13/12/23).
Ruwat Rawat Borobudur merupakan salah satu upaya pelestarian Candi Borobudur dari segi budaya. Mengingat selama ini Candi Borobudur hanya dikenal Dialog budaya dan pentas seni dalam rangka pra kegiatan 22 tahun Ruwat Rawat Borobudur sebagai warisan budaya dunia digelar di Balaidesa Kenalan, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, dari segi wisata, padahal seni budaya masyarakat turut lahir bersamanya.
Sebagai narasi pembuka budayawan pemrakarsa Ruwat Rawat Borobudur, Sucoro Setrodiharjo atau Mbah Coro menuturkan menurut sejarah, dahulu Candi Borobudur berada di tengah danau purba. Candi Borobudur yang merupakan bagian dari tujuh keajaiban dunia, sehingga dibutuhkan handarbeni (rasa memiliki) masyarakat dalam pelestariannya.
Panitia Dialog dan Pentas Budaya Eri Kusuma Awardani mengatakan, jika kegiatan ini merupakan rangkaian pra kegiatan 22 tahun Ruwat Rawat Borobudur dan memperingati 32 tahun penetapan Borobudur sebagai warisan dunia yang didukung oleh Museum dan Cagar Budaya (MCB) Unit Warisan Dunia Candi Borobudur Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.
Menurut Eri, sejumlah narasumber potensial dihadirkan seperti Prof Muji Susanto, Dr Budiana Setiawan, Dr Wiliem Chan, peneliti Badan Riset Nasional (BRIN) Novita Siswayanti dan Wardi, peracik usaha herbal Jamu Deka Muntilan Dwi Kuntari dan Sri Wahyuningsih dari Sekolah Air Hujan Banyubening, Sleman , Yogyakarta.
Kepala Desa Kenalan Agus Waluyo mengungkapkan Desa Kenalan juga memiliki potensi alam indah yakni wisata puncak Gondopurowangi batas pegunungan Menoreh Provinsi Jateng-DIY. Untuk kebutuhan udara sehari-hari warga Desa Kenalan memanfaatkan sumur bor yang dalamnya minimal 120 m.
Kemudian 170 produsen makanan berbahan ketela pohon yang di proses secara manual. Batik, dan kerajinan tikar anyaman pandan yang dijual di pasar Jagalan Kulonprogo dengan harga jual murah 75 ribu per 5m.
Saat musim kemarau warga Desa Kenalan dan lainnya di Kawasan Perbukitan Menoreh kesulitan mengolah tanah karena minimnya sumber air. Maka sebagai sumber ekonomi warga terbiasa menanam palawija. rempah rempah jamu (empon-empon) dan tanaman lain yang tahan cuaca.
Hal tersebut juga diperkuat oleh Peneliti Badan Riset Nasional (BRIN) Novita Siswayanti yang mengungkapkan korelasi kehidupan masyarakat Desa Kenalan dengan monumen Candi Borobudur dimana pada relief yang menggambarkan manusia pohon dan lainnya. Yang mana dimasa Syaelendra itu sudah melestarikan alam.
Sementara itu, Sekolah Air Hujan Banyubening, Sleman, Yogyakarta Sri Wahyuningsih (Bu Ning) menjelaskan, air hujan di tempat dia untuk minum seperti wedang rempah dan lainnya. Dia prihatin warga Desa Kenalan tidak bisa masuk ke Candi Borobudur. Menurut dia, bagaimana bisa menciptakan ikon sendiri, buatlah sejarah ter sendiri, dengan memafaatkan air hujan sebagai solusi.
Kalau mau belajar tentang air hujan datanglah ke tempat kami, di Sekolah Air Hujan Banyu Bening Sleman-DIY, sekolah in formal pertama kali di Indonesia bahkan mungkin di Dunia. Dan Kita memiliki jargon “Ngombe Banyu Udan ben Ora Edan (minum air hujan biar tidak edan).”
Salam Air Hujan; Berkah, Berkah, Berkah.
Borobudur, 13 Desember 2023
[***]