KEBIJAKAN defisit dalam APBN, menimbulkan permasalahan utama, yaitu bagaimana menutup defisit tersebut dan dari mana sumber anggarannya.
Maka cara konvensional pemerintah akan meminta utang baru untuk menutup defisit, dan tentu utang baru untuk pembiayaan proyek/program, termasuk menggenjot penerimaan pajak.
Selama lima tahun belakangan ini, pembiayaan utang dalam APBN rata-rata Rp 374 triliun, dan pembayaran utang rata-rata Rp 415 triliun per tahunnya.
Berangkat dari pengalaman Pemerintah Indonesia yang melakukan pembangunan bertumpu pada utang, adalah lemahnya akuntabilitas sang pemberi utang terhadap keberhasilan proyek. Contoh-contoh proyek utang yang gagal:
Proyek-proyek gagal tersebut seharusnya masuk dalam kalkulasi pertanggungjawaban dan penghapusan hutang bukan hanya oleh Negara peminjam, tetapi juga oleh sang kreditor karena dampak buruk dari uang yang dipinjamkannya.
Koalisi Pemantau Pembangunan Infrastruktur telah berkali-kali mendorong agar pemerintah mencari alternatif kreatif untuk mengatasi defisit anggaran ini, sehingga tidak terlalu bergantung kepada utang.
Karena itu, renegosiasi dengan argumen utang najis (odious debt), pengalihan utang (debt swap) maupun utang ekologis (ecological debt) harus dipertimbangkan dengan serius oleh pemerintah.
Koalisi mendorong inisiatif pemerintah yang berani dan berbeda dari rezim lainnya, untuk melakukan renegosiasi untuk penghapusan utang lama, jika tidak, maka pembiayaan negara akan terus-menerus dengan pendekatan ‘gali lubang, tutup lubang’.
Alih-alih mencari solusi kreatif, Pemerintah justru melakukan ‘penyelundupan hukum’ agar lembaga keuangan internasional dapat membiayai swasta, melalui PT. Indonesia Infrastructure Finance (IIF) yang lahir berdasarkan Keputusan Menkeu No. 396/KMK.010/2009.
Dengan komposisi saham 30% oleh BUMN PT. Sarana Multi Infrastruktur (Persero), dari IFC (grup Bank Dunia) dan ADB masing-masing 19,99%, DEG KFW sebesar 15,12% dan SMBC sebesar 14,90%.
Dalam Annual Report 2017, IIF berhasil memperoleh 14 kesepakatan pembiayaan baru dengan total komitmen sebesar Rp. 3,965 Triliun sehingga total keseluruhan komitmen menjadi Rp. 14,485 Triliun per akhir 2017.
Adapun proyek unggulan di tahun 2018 adalah proyek pembiayaan untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) dengan kapasitas 227 MW di Jawa Barat.
Masalahnya, walaupun Bank Dunia dan ADB pemegang saham, PT IIF bekerja tidak tunduk kebijakan pengaman (safeguard policy) dari Bank Dunia maupun ADB.
Ini terlihat dari proyek-proyek yang didanai PT. IIF, yaitu pembangunan Bandara Kulonprogo, Yogyakarta dan Proyek SPAM (Sistem Pembiayaan Air Minum) Umbulan, Jawa Timur.
Konflik di tingkat tapak, potensi korupsi, dan potensi perusakan lingkungan tidak menjadi pertimbangan bagi PT. IIF.
Contoh lain, proyek SPAM Umbulan sudah jelas bertentangan dengan konstitusi, sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi No. 85/PUU-XI/2013 yang membatasi aktivitas swasta dalam pengelolaan air. Bahkan PT. IIF tidak memiliki kejelasan terlebih dari segi akuntabilitas.
Berdasarkan uraian di atas, Koalisi Pemantau Pembangunan Infrastruktur menuntut Pemerintah harus terus menerus melakukan audit (penghitungan) serta renegosiasi kepada kreditur untuk mengurangi tumpukan utang dengan skema odious debt,ecological debt dan debt swap.
Operasional PT. IIF harus dihentikan karena terindikasi melanggar konstitusi, Pasal 11 ayat (2) UUD 1945. Selain itu, perangkat pengawasan keuangan Negara seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus lebih progresif melakukan pengawasan, khususnya pada aliran-aliran dana proyek dan kebijakaninfrastruktur yang bersumber dari utang;
Dalam rangka memperingati Hari Bumi tahun ini, hari dimana inisiatif mandiri dan kolektif masyarakat untuk menyelamatkan bumi diperingati, Koalisi Pemantau Pembangunan Infrastruktur juga menuntut agar pemerintah bekerja serius untuk menutup defisit dalam anggaran tanpa mengorbankan kepentingan bangsa.
Hari ini juga kami menegur pemerintah dengan “Koin untuk utangâ€karena hingga saat ini pemerintah abai terhadap masyarakat dan lingkungan hidup yang saat ini sudah turut serta membayar utang.
Oleh Diana Gultom, Koalisi Pemantau Pembangunan Infrastruktur