KedaiPena. Com– Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKS Mardani Ali Sera berharap, tidak ada lagi upaya kriminalisasi pasca diterbitknya Surat Ederan (SE) Kapolri Listyo Sigit bernomor SE/2/11/2021 tentang penerapan UU ITE.
Mardani begitu ia disapa menegaskan, bahwa ruang digital haruslah produktif, sehat dan beretika.
“Karena itu, dalam revisi UU ITE, publik harus terus mengawal, poin demi poin dari SE ini perlu dicermati dengan serius agar polri dapat bertindak professional dan adil. Lalu dalam mengambil keputusan secara kolektif kolegial berdasarkan fakta maupun data yang ada,” tutur Mardani dalam keterangan, Rabu, (24/2/2021).
Namun yang mesti diingat, kata Maradani, SE tidak cukup untuk menyelesaikan akar masalah. Masih banyak problem problem mendasar yang tidak dapat diatur melalui SE ini.
Belum lagi tafsiran polisi atas berbagai kasus yang erat dengan UU ITE tidak dirincikan, sehingga dalam penerapannya subjektif dari kepolisian. Jangan sampai hal tersebut menimbulkan masalah baru.
Berikutnya, tegas Mardani, pengawasan dan komitmen politik harus dijunjung tinggi dalam penerapannya.
Mardani mengatakan, evaluasi berkala juga perlu dilakukan, mengingat kemampuan membedakan mana kritik dan mana ujaran kebencian sangat diperlukan.
“Kuncinya ada di level memutuskan, apakah dijadikan perkara atau tidak,” papar Mardani..
Tidak dapat dipungkiri, lanjut Mardani, kebebasan berpendapat merupakan salah satu faktor penyebab penurunan Indeks Demokrasi Indonesia.
” Ini kian diperparah karena ada kekhawatiran menjadi korban perundungan di media sosial,” ungkap Mardani.
Terlebih lagi, kata Mardani, Survei Indikator Politik Indonesia (September 2020) menyatakan, 69,6% responden sangat setuju dan agak setuju dengan pendapat bahwa masyarakat makin takut untuk menyampaikan pendapat.
“Segera Revisi UU ITE merupakan jawabannya. UU ITE jangan lagi dijadikan sebagai alat efektif untuk melakukan kriminalisasi. Tidak hanya soal hukum, UU tersebut juga telah memberikan dampak sosial dan politik di tengah masyarakat,” tandas Mardani.
Laporan: Muhammad Hafidh